Halo anak Nusantara! Indonesia memiliki banyak sekali kerajaan bercorak Islam, salah satunya adalah Kerajaan Tidore yang berada di wilayah Maluku. Pada kesempatan kali ini, Museum Nusantara akan membahas tentang sejarah, masa kejayaan, para raja, serta keruntuhan dari kerajaan ini. Yuk, simak penjelasan lebih dalamnya di sini!
Sejarah Kerajaan Tidore
Daftar Isi
Dalam sejarah, keberadaan Kerajaan Tidore berasal dari akar yang sama seperti Kerajaan Ternate. Hal ini dikarenakan pendiri Kerajaan Tidore adalah Muhammad Naqil, saudara dari Mashur Malamo pendiri Kerajaan Ternate.
Pada awal terbentuknya kerajaan, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan letak serta corak kerajaan. Setelah Kolano Balibunga berkuasa, Tidore mulai menunjukkan keberadaannya. Pada tahun 1495, Sultan Djamaluddin atau Ciriliyati diketahui sebagai raja Tidore pertama yang memiliki gelar sultan dan masuk Islam.
Oleh karena itu, Tidore mengalami perubahan sistem tatanan pemerintahan menjadi tatanan pemerintahan Islam, baik dari segi sosial, politik, ekonomi serta budaya. Setelah Sultan Djamaluddin meninggal, tahta kesultanan diwariskan kepada Sultan Al-Mansur.
Sultan Al-Mansur menjalin relasi baik dengan Spanyol karena Ternate sudah terlebih dahulu menjalin relasi dengan Portugis. Portugis dan Spanyol sedang berlomba-lomba untuk memberikan pengaruh di kawasan Nusantara Timur saat itu.
Letak Kerajaan Tidore
Letak Kerajaan Tidore berada di Kepulauan Maluku yang terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya. Letak kerajaan yang strategis ini membuatnya menjadi incaran negara negara barat.
Tujuan negara barat adalah untuk menguasai seluruh rempah-rempah yang dimiliki Maluku karena saat itu, rempah-rempah merupakan komoditi utama dalam dunia perdagangan, sehingga setiap pedagang berlomba-lomba datang ke Maluku.
Pusat pemerintahan kerajaan pernah berganti-ganti. Awalnya, Sultan Mansyur naik tahta memindahkan pusat kerajaan d di Rum Tidore Utara. Ibu kota ini berdekatan dengan Kerajaan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara.
Ibukota baru tersebut menjadi pelabuhan yang ramai dalam waktu yang cepat karena posisinya yang dekat dengan laut. Tidore juga pernah memindahkan ibu kota ke Toloa, untuk menghindari serangan dari Ternate. Perpindahan Ibu kota terakhir terjadi pada masa pemerintahan Sultan Saifuddin ke Limau Timore yang kemudian berganti nama menjadi Soa Sio sampai saat ini.
Masa Kejayaan Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Saifuddin tahun 1657 sampai 1689. Sultan Saifuddin berhasil membuat Tidore menjadi kerajaan yang disegani oleh kerajaan lainnya di Maluku.
Selain itu, Sultan Nuku juga merupakan raja yang berjasa membawa Tidore ke masa kejayaan. Sultan Nuku bahkan berhasil memperluas wilayah kekuasaan Tidore sampai Papua barat, Kepulauan Aru, Kepulauan Kei, serta Kepulauan Pasifik.
Sultan Nuku juga mampu mengalahkan penjajah Belanda berkali-kali. Ia bahkan tidak pernah kalah ketika melawan Belanda. Ia melawan Belanda dengan mengumpulkan kekuatan dari para raja di daerah Timur Nusantara dan orang Mindanao (Filipina). Sultan Nuku juga berhasil menyatukan kekuatan dengan Ternate untuk menghadapi Belanda dan membuat Tidore mengalami kemajuan yang pesat.
Raja-Raja Kerajaan Tidore
Berikut adalah daftar raja yang pernah memimpin Kerajaan Tidore:
- Kolano Syahjati atau Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq
- Kolano Bosamawange
- Kolano Syuhud alias Subu
- Kolano Balibunga
- Kolano Duko adoya
- Kolano Kie Matiti
- Kolano Seli
- Kolano Matagena
- Kolano Nuruddin (1334-1372)
- Kolano Hasan Syah (1372-1405)
- Sultan Ciriliyati atau Djamaluddin (1495-1512)
- Sultan Al Mansur (1512-1526)
- Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain (1526-1535)
- Sultan Kyai Mansur (1535-1569)
- Sultan Iskandar Sani (1569-1586)
- Sultan Gapi Baguna (1586-1600)
- Sultan Mole Majimo atau Sultan Zainuddin (1600-1626)
- Sultan Ngora Malamo atau Alauddin Syah (1626-1631)
- Sultan Gorontalo alias Saiduddin (1631-1642)
- Sultan Saidi (1642-1653)
- Sultan Mole Maginyau atau Malikiddin (1653-1657)
- Sultan Saifuddin atau Jou Kota (1657-1674)
- Sultan Hamzah Fahruddin (1674-1705)
- Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705-1708)
- Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia (1708-1728)
- Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan (1728-1757)
- Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin (1757-1779)
- Sultan Patra Alam (1780-1783)
- Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar (1784-1797)
- Sultan Nuku (1797-1805)
- Sultan Zainal Abidin (1805-1810)
- Sultan Motahuddin Muhammad Tahir (1810-1821)
- Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821-1856)
- Sultan Achmad Syaifuddin Alting (1856-1892)
- Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892-1894)
- Sultan Achmad Kawiyuddin Alting atau Shah Juan (1894-1906)
- Sultan Zainal Abidin Syah (1947-1967)
- Sultan Djafar Syah (1999-2012)
- Sultan Husain Syah (2012-sekarang)
Runtuhnya Kerajaan
Kerajaan Tidore mulai mengalami kemunduran setelah terjadinya politik adu domba yang dilakukan Spanyol dan Portugis. Setelah mengetahui siasat ini, Sultan Ternate dan Sultan Tidore menyatukan kekuatan untuk mengusir Spanyol dan Portugis dari Maluku.
Setelah itu VOC atau Belanda berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Belanda berhasil menaklukan Kerajaan Ternate dan Tidore dengan mudah karena strategi serta persenjataan yang jauh lebih kuat. Selain itu, Tidore pada saat itu juga sedang mengalami konflik internal.
Setelah kematian Sultan Nuku, keberadaan dari Tidore menjadi semakin melemah, dan diperparah dengan keinginan Belanda yang ingin merebut kekayaan Tidore.
Peninggalan Kerajaan Tidore
Sebagai kerajaan Islam terbesar di Maluku, Tidore meninggalkan beberapa peninggalan seperti berikut :
1. Kadato Kie
Kadato Kie adalah istana untuk peristirahatan sultan Tidore. Bangunan ini terletak di Kelurahan Soa Sio, Kecamatan Tidore, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara. Istana ini sempat hancur pada awal abad 20, kemudian dibangun kembali pada tahun 1997 oleh Sultan Djafar Syah.
Kalian dapat mengunjungi Istana Kadato Kie secara bebas karena tempat ini dibuka untuk umum. Pada bagian dalam bangunan, kalian juga dapat melihat interior yang menggambarkan masa kejayaan dari kerajaan ini serta singgasana sultan yang sengaja dipajang.
2. Benteng Torre dan Tahula
Benteng Torre adalah benteng yang dibangun oleh Portugis ketika menjajah Tidore. Pembangunan benteng terjadi pada tahun 1578 atas restu Sultan Gapi, yang mengambil nama dari seorang Kapten Portugis bernama De La Torre.
Selain Benteng Torre, juga terdapat benteng Tahula yang dibangun Spanyol tahun 1610. Benteng ini dibangun di atas batu karang yang merupakan titik tertinggi di Tidore. Pada zaman dahulu, benteng ini berfungsi untuk mengamati wilayah perairan serta daratan Tidore.
Oleh karena posisinya berada di tepi laut, kedua benteng ini selalu ramai dengan wisatawan yang ingin menikmati pemandangan benteng yang mengagumkan.
Baca Juga : Kerajaan Ternate : Sejarah, Masa Kejayaan & Peninggalannya
Demikian penjelasan mengenai sejarah, masa kejayaan, raja yang berkuasa serta peninggalan dari Kerajaan Tidore. Untuk kalian yang tertarik mengetahui lebih dalam, kalian dapat langsung saja datang ke Tidore, Maluku Utara. Semoga penjelasan kali ini bermanfaat.
Tidak ada komentar