
Masih dalam sesi berkabung di September Hitam, Museum Nusantara kali ini akan membahas tentang AH Nasution, atau lebih kita kenal dengan sebutan “Jenderal Nasution”.
Setelah Presiden Soekarno dikabarkan sakit pada Agustus 1965, AH Nasution menjadi salah satu perwira TNI yang dituding PKI terlibat dalam “Dewan Jenderal”, yaitu dewan yang – menurut PKI – akan melakukan kudeta pemerintahan.
Bersama dengan 6 perwira lainnya, Jenderal Nasution masuk sebagai target eksekusi Letkol Untung, pemimpin resimen Tjakrabirawa (pasukan pengaman Presiden saat itu). Ingin tahu biografi AH Nasution selengkapnya? Simak ulasan kami berikut ini.
Profil AH Nasution, Satu-Satunya Jenderal yang Selamat
Daftar Isi
Abdul Haris (AH) Nasution adalah Jenderal Besar Indonesia yang lahir di Mandailing Natal, 3 Desember 1918. Beliau dibesarkan di sebuah keluarga Batak Muslim yang menjunjung tinggi pendidikan.
Artikel Terkait
Di usia 16 tahun, Nasution memulai karirnya di dunia pendidikan sebagai guru. Akan tetapi setelah pindah ke Bandung pada 1935, ia jadi lebih tertarik ke politik dan militer.
Demi memenuhi impiannya, Nasution bergabung ke korps KNIL Belanda pada tahun 1940 dan disekolahkan di Akademi Militer Bandung. Dalam waktu kurang dari 1 tahun, Nasution berhasil menjadi sersan dan ditugaskan langsung ke pertempuran.

Saat Belanda digempur Jepang di tahun 1942, Nasution melepaskan diri dari KNIL dan bersembunyi untuk membantu pasukan PETA melakukan perang gerilya.
1. Masa-Masa Kemerdekaan
Begitu Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, AH Nasution bergabung ke Tentara Keamanan Rakyat (TNI masa itu) dan diangkat menjadi Panglima Regional di tahun 1946 dan memimpin Divisi Siliwangi.
Dua tahun berikutnya (1948), karir militer Nasution kembali naik menjadi Wakil Panglima Nasional TKR, dengan Jenderal Soedirman sebagai panglima tertinggi pada saat itu. Bersama dengan Soedirman, Nasution merumuskan strategi perang gerilya.
Pada tahun yang sama, Nasution mengirimkan Divisi Siliwangi untuk menumpas Pemberontakan PKI Madiun 1948. Divisi Siliwangi akhirnya berhasil meredam kekacauan dan mengeksekusi Musso pada 31 Oktober 1948.
Selain menumpas Pemberontakan PKI Madiun, Nasution juga ikut berkontribusi dalam mengusir pasukan Belanda dalam Agresi Militer I bulan Desember 1948. Teknik yang digunakan TKR Indonesia pada saat itu adalah teknik gerilya.
Setelah Jenderal Soedirman meninggal pada 1950, Nasution naik pangkat menjadi panglima Angkatan Darat (AD).
2. Masa-Masa Pemberontakan
Di tahun 1952, Nasution mengalami perbedaan pendapat dengan DPR terkait integrasi kekuatan ABRI pasca pendudukan Belanda dan Jepang. Akibat perseteruan ini, Nasution dan panglima Simatupang dibebastugaskan dari ABRI dan diasingkan.
Selama masa pengasingan, Nasution menyusun buku militer berjudul “Pokok-Pokok Gerilya” berdasarkan pengalaman perang gerilya yang dilakukannya bersama Jenderal Soedirman. Hingga saat ini, buku tersebut menjadi salah satu pedoman pokok bagi perwira TNI.
Pada tahun 1955, karir AH Nasution kembali naik setelah Presiden Soekarno memutuskan mengembalikan perannya sebagai panglima tertinggi AD. Di awal era Demokrasi Terpimpin (1959), AH Nasution diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia.
Akan tetapi, Nasution tidak menyukai pemerintahan Indonesia yang saat itu berhaluan NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Padahal NASAKOM adalah konsep yang saat itu sangat dielu-elukan Soekarno. Akhirnya pada 1962, gelar Nasution sebagai panglima tertinggi ketentaraan pun diturunkan dan digantikan oleh Jenderal Ahmad Yani.
3. Masa-Masa Perseteruan dengan PKI
Selama Demokrasi Terpimpin, 7 jenderal besar TNI yang terbunuh dalam Gerakan 30 September tidak punya simpati pada PKI. Meski Jenderal Nasution punya hubungan kurang baik dengan Ahmad Yani, keduanya sama-sama menentang ideologi NASAKOM dalam diam.
Tahun 1965 adalah puncak kekacauan Demokrasi Terpimpin. Mei 1965, Pemuda Rakyat (organisasi pemuda PKI) menemukan Dokumen Gilchrist, pesan agen CIA Andrew Gilchrist pada negara Inggris.
Dalam pesan tersebut, Gilchrist menyebut “our local army friends” bersedia membantu Inggris dan Amerika Serikat melakukan kudeta di Indonesia. AH Nasution yang waktu itu masih bertugas sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dipanggil bersama dengan beberapa panglima besar lainnya.
Meski Dokumen Gilchrist akhirnya dianggap palsu, isu kudeta tetap panas diperbincangkan. Apalagi saat Soekarno sakit di bulan Agustus 1965. Puncaknya, resimen Tjakrabirawa selaku pasukan pengawal presiden melakukan rencana pembunuhan 7 jenderal yang diisukan sebagai “our local army friends”, dengan Jenderal Nasution sebagai target utamanya.
Kesaksian Jenderal Nasution di Malam G30 S PKI

Dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Jenderal Nasution dan keluarga dikagetkan dengan berkumpulnya 50 – 100 perwira di depan kediaman mereka di Teuku Umar No. 40. Pintu depan rumah mereka didobrak paksa oleh Pasukan Pasopati yang dipimpin Letnan Doel Arief.
Saat pasukan penculik mengetuk pintu kamar Nasution, istri, dan putri terkecilnya Ade Irma Suryani, Nasution membuka pintu. Akan tetapi, kembali menutupnya setelah tahu pasukan Tjakrabirawa muncul untuk menculiknya.
Mendapati perlawanan Nasution, pasukan Tjakrabirawa membombardir pintu dan tembok kamar. Jenderal Nasution dan keluarga berusaha kabur lewat jendela. Pierre Tendean sang ajudan gagal menyelamatkan diri dan menjadi korban penangkapan.
Setelah berhasil memanjat pagar menuju halaman Kedubes Irak, Jenderal Nasution melihat ke keluarganya. Anak sulung dan pembantu keluarganya tidak terluka. Istrinya, Sunarti Nasution, kena luka tembak di pelipis dan dada. Yang terparah kondisinya adalah Ade Irma Suryani, yang tertembak tiga kali di bagian punggung.
Berdasarkan kesaksian Jenderal Nasution pada media, beliau dan keluarganya yang sedang terluka bersembunyi di balik tumpukan drum bekas di halaman Kedubes. Saat Subuh, pasukan Pasopati membubarkan diri dan pada saat itulah Nasution mulai berlarian mencari pertolongan untuk keluarganya.
Akhir Hidup AH Nasution
Akibat parahnya luka yang dideritanya, Ade Irma Suryani Nasution meninggal dunia setelah 5 hari mendapat perawatan intensif di RSPAD Gatot Soebroto. Hingga akhir hidupnya pada 6 September 2000, Nasution masih mengenang putri bungsu kesayangannya.

Meski berduka atas kematian Ade Irma, AH Nasution sebagai satu-satunya perwira tinggi yang berhasil selamat bekerjasama dengan Mayjen Soeharto. Keduanya bersama-sama menumpas PKI, dalang pembunuhan, dan akhirnya berhasil menghentikan NASAKOM dan Demokrasi Terpimpin-nya Soekarno.
Pada tahun 1997, AH Nasution mendapat gelar kehormatan Jenderal Besar. Hingga saat ini, hanya ada dua perwira lain yang mendapatkan gelar sama, yaitu Jenderal Soedirman dan Soeharto.
Itulah bahasan tentang Jenderal AH Nasution, jenderal besar Indonesia yang kita banggakan! Di akhir bacaan ini, mari mengheningkan cipta sejenak untuk para Pahlawan Revolusi, Ade Irma Suryani, Pierre Tendean, dan korban-korban lainnya yang gugur dalam kemelut sejarah dan politik Indonesia.
Tidak ada komentar