1. Budaya
  2. Informasi
  3. Perayaan dan Pertunjukkan

Mengenal Suku Tengger: Asal, Sejarah, Adat, & Kebudayaannya

Suku Tengger berasal dari Provinsi Jawa Timur yang tepatnya berada di daerah dataran tinggi pegunungan Bromo dan Semeru. Suku Tengger dikenal juga dengan sebutan wong Brama atau orang Bromo. Penyeran dari suku ini juga dapat ditemui di sekitar daerah Lumajang, Pasuruan, dan Kabupaten Malang. Berdasarkan data, saat ini masyarakat suku Tengger telah mencapai 500 ribu jiwa.

Agar sobat Munus mengenal suku ini secara dalam, yuk mari kita bahas penjelasan mengenai asal suku Tengger serta sejarah, adat, dan kebudayaannya.

Sekilas Tentang Suku Tengger

Asal Suku Tengger
(sumber: Taman Bahasa)

Berdasarkan mengenai asal suku Tengger, terdapat tiga teori yang beredar di masyarakat yakni pertama Tengger memiliki arti pegunungan dimana tempat ini menjadi tempat tinggal mereka. Kedua, Tengger memiliki arti “diam” atau tidak bergerak, hal ini sesuai dengan karakteristik dari masyarakat Tengger yang berbudi luhur. Lalu teori terakhir adalah nama Tengger berasal dari gabungan nama Rara Anteng dan Jaka Seger.

Untuk sobat Munus yang belum mengetahui Rara Anteng dan Jaka Seger, yuk mari kita bahas kedua tokoh penting ini dalam sejarah suku Tengger.

Artikel Terkait

    Feed has no items.

Rara Anteng dan Jaka Seger, Tokoh Penting dalam Sejarah Suku Tengger

Terdapat kepercayaan bahwa suku Tengger adalah keturunan dari penduduk kerajaan Majapahit. Pada abad 16 terjadi peristiwa penyerangan yang dialami oleh kerajaan Majapahit yang kala itu diserang oleh kerajaan Demak yang pada saat itu dipimpin oleh Raden Wijaya. Penyerangan ini terjadi karena selisih paham perbedaan agama hingga menimbulkan pertentangan.

Pada saat itu, agama Budha dan Hindu yang menjadi agama masyarakat mulai tergeser ketika agama Islam masuk. Pada saat penyebaran agama terkadang agama dipaksakan untuk diterima dengan cara perang. Karena hal tersebut masyarakat sangat melindungi kelompoknya.

Perbedaan agama ini menjadikan musyawarah sangat sulit untuk dilakukan sehingga terjadi penyerangan. Kejadian ini membuat para penduduk Majapahit mengungsikan diri ke tempat yang aman seperti ke pegunungan Bromo dan pulau Bali.

Masyarakat Majapahit yang mengungsi ke pegunungan di Jawa Timur memilih untuk menutup diri dari luar dengan alasan ingin hidup damai dengan kelompoknya tanpa terlibat peperangan. Maka masyarakat ini kemudian membentuk komunitasnya sendiri.

Legenda Roro Anteng dan Joko Seger Suku Tengger Bromo
Patung Roro Anteng dan Joko Seger di Area Gunung Bromo (sumber: tertera)

Dalam penceritaan sejarah suku Tengger melibatkan dua tokoh penting yakni Rara Anteng dan Jaka Seger. Rara Anteng merupakan seorang anak dari raja Majapahit yang masuk dalam kasta ksatria. Sedangkan Jaka Seger adalah seorang putra dari pemuka agama yang memiliki kasta Brahmana.

Jaka Tengger yang memiliki kasta Brahmana akhirnya menikah dengan Rara Anteng. Pasangan tersebut juga ikut mengungsi ke pegunungan Jawa Timur dan menjadi pemimpin bagi masyarakat Tengger. 

Dari pernikahan keduanya memiliki dampak bagi kehidupan sosial pada masyarakat Tengger. Tidak ada kelas sosial yang berlaku dan semua masyarakat yang menjadi komunitas memiliki kedudukan yang sama tanpa ada perbedaan. Keduanya pun memiliki keturunan yang kemudian berkembang menjadi etnis dan bertahan hingga saat ini.

Adat Istiadat Suku Tengger

Adat Istiadat suku Tengger tidak dapat lepas dari peran agama Hindu Budha yang sudah menjadi bagian dari diri mereka semenjak zaman Majapahit. Namun meski begitu, terdapat perbedaan dari segi adat dan istiadat antara suku Tengger dengan suku yang lain. Berikut pembahasannya.

1. Keagamaan

Pura Luhur Poten, Salah Satu Tempat Utama Peribadatan Suku Tengger
Pura Luhur Poten, Salah Satu Tempat Utama Peribadatan Suku Tengger (sumber: Flickr)

Menurut sejarah suku Tengger yang ada pada masyarakat, agama yang dianut oleh suku Tengger merupakan agama Hindu. Hal ini selaras dengan penceritaan bahwa masyarakat suku Tengger merupakan bagian dari penduduk Majapahit. Meski terdapat perbedaan pada ajaran agama Hindu, yakni dimana terdapat kelas sosial sosial yang biasanya ada pada umat Hindu dihilangkan..

Kedua tokoh penting yakni Rara Anteng dan Jaka Seger memberikan ajaran agar saling menguatkan rasa persaudaraan dan menghilangkan sistem kasta. Ajaran tersebut kemudian diimplementasikan pada kehidupan bermasyarakat pada kehidupan sosial.

Tempat sakral dan suci yang dipercaya oleh masyarakat adalah Gunung Bromo. Demi menghormati tempat suci tersebut, masyarakat biasanya akan mengadakan upacara adat yang berada tepat di bawah kaki Bromo setiap 1 tahun sekali.

2. Bahasa

Potret Suku Tengger
Potret Orang Asli Suku Tengger (sumber: tertera)

Untuk berkomunikasi dengan komunitasnya, bahasa suku Tengger menggunakan ahasa Jawi Kuno. Bahasa ini adalah bahasa yang digunakan pada zaman kerajaan Majapahit. Khusus untuk menulis mantra maka biasanya masyarakat akan menggunakan aksara dari Jawa Kawi untuk ditulis.

Karena bahasa ini pula ada kepercayaan dan anggapan bahwa sebenarnya bahasa masyarakat suku Tengger adalah turunan dari bahasa Kawi yang masih dipertahankan kalimat kunonya. Penggunaan bahasa Kawi pada saat ini mulai jarang digunakan dalam bahasa Jawa Modern.

3. Makanan Sehari-Hari

Nasi Aron, Salah Satu Makanan Khas Suku Tengger
Nasi Aron, Salah Satu Makanan Khas Suku Tengger (sumber: Detik Food)

Berada di pegunungan Bromo yang subur membuat mata pencaharian masyarakat Tengger bergantung pada alam. Masyarakat biasanya mengandalkan bertani dalam memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari, makanan yang mereka tanam biasanya terdiri dari jagung, kentang, kubis, wortel dan juga tembakau.

Selain makanan sehari-hari yang mendasar, ada beberapa makanan khas suku Tengger yang terkenal yakni nasi aron, sawut kabut Bromo, dan juga iga pasir Bromo.

4. Identitas Adat

Sama seperti suku lain yang ada di Indonesia, suku Tengger memiliki identitas adatanya yang unik. Suku Tengger memiliki rumah adat yang khas seperti suku lainnya, nama rumah adat suku Tengger adalah rumah adat Tengger. Rumah ini terbuat dari kayu yang dibangun di sekitar gunung Bromo.

Untuk baju adat budaya suku Tengger, biasanya menggunakan sarung dan memakai udeng sebagai baju adat suku Tengger. Penggunaan baju adat suku Tengger memiliki makna tersendiri karena cara pakai yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. 

Pakaian Khas Tengger
Pakaian Khas Tengger (sumber: Museum Kab. Pasuruan)

Baju adat suku Tengger laki-laki akan digunakan dari kepala dan diselempangkan pada bagian atas. Untuk baju adat Suku Tengger perempuan digunakan dengan mengikat bagian leher dan sisanya dibiarkan menjuntai, untuk penggunaan baju adat khusus perawan akan diselempangkan pada sisi kiri. Jika wanita sudah berkeluarga maka digunakan pada bagian tengah dada sebagai ketulusan dalam menjaga keluarga. Baju adat ini biasanya dipakai pada hari-hari besar atau saat beribadah di pura.

Ojung, Tari Daerah Khas Bromo
Ojung, Tari Daerah Khas Bromo (sumber: Warta Bromo)

Untuk tarian sendiri, tarian suku Tengger disebut sebagai Tari Ojung. Tarian ini adalah salah satu tari tradisional yang dikombinasi dari olahraga khas suku Tengger. Tarian Ojung biasanya dimainkan oleh dua orang pria yang memukul lawan menggunakan rotan secara bergantian.

Dalam adat istiadat budaya suku Tengger merupakan adaptasi secara temurun dari leluhur yang pertama kali tinggal di Bromo. Terdapat sebuah sistem penanggalan Tengger yang digunakan untuk menghitung hari, bulan, dan tahan. Sistem ini digunakan untuk menandai kejadian penting terkait dengan alam, pertanian, dan peternakan. 

5. Upacara dan Perayaan

Masyarakat suku tengger berdiam di lereng gunung ini memiliki banyak upacara adat budaya suku Tengger yang diantaranya adalah adat Kasada, adat Karo, adat Unan-Unan, adat Entas-Entas, upacara pujan mubeng dan upacara liliwet. Beberapa dari upacara ini adalah upacara yang sakral dan telah ditetapkan dalam kalender khusus suku Tengger. 

Berikut pembahasan mengenai upacara dan perayaan suku Tengger.

Upacara Adat Kasada

Upacara Yadnya Kasada di Bromo
Upacara Yadnya Kasada di Bromo (sumber: Idetrips)

Upacara adat Kasar disebut sebagai Hari raya YadNya Kasada yang dilakukan pada bulan purnama di bulan ke 12 Kasada. Upacara ini dilakukan sebagai wujud ucapan terima kasih kepada Sang Hyang Widhi bahwasanya masyarakat diberikan banyak kenikmatan, keberkahan, serta kesehatan.

Prosesi upacara ini dilakukan dengan pengambilan air suci yang disimpan dalam gua Widodaren. Air suci yang disimpan dengan sesajen disebut dengan Ngelukat Umat. Pelaksanaan upacara ini diadakan di desa Ngadisari yang disambut dengan berbagai acara penjualan produk lokal dan hasil bumi. 

Adat Karo

Hari Raya Karo Suku Tengger
Hari Raya Karo Suku Tengger (sumber: Surya)

Upacara adat karo adalah salah satu pemujaan yang dilakukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, penghormatan leluhur, dan penyucian diri manusia. Upacara ini dilakukan di berbagai tempat seperti rumah ibadah, rumah, balai desa, dan makan untuk membersihkan diri.

Upacara ini dilakukan selama 2 minggu dengan berbagai kegiatan seperti musyawarah, tarian daerah, mencukupi kebutuhan dan lainnya. Dalam pelaksanaannya akan disediakan sesaji yang akan dipimpin oleh ketua adat. 

Adat Unan-unan

Upacara Adat Unan Unan Suku Tengger
Upacara Adat Unan Unan Suku Tengger (sumber: Jawa Pos)

Dalam tradisi adat istiadat suku Tengger, terdapat upacara yang selalu diadakan setiap 5 tahun sekali yang dihitung berdasarkan kalender Tengger. Arti dari Unan-unan sendiri adalah memanjangkan bulan. Upacara ini adalah upacara yang sangat sakral yang dilakukan ditempat seperti Sanggar Pamujan.

Pada pelaksanaan upacara adat Unan-unan akan menggunakan kerbau sebagai hewan yang dipersembahkan untuk buta kala yakni Buta Galungan, Dungulan, dan Amangkurat. Tujuan dari upacara ini adalah untuk menghindarkan masyarakat dari gangguan dan berfungsi sebagai penyucian dari kegelapan.

Akan ada 100 sesajen yang diletakkan di wadah besar lengkap dengan kepala dan kulit kerbau. Setelahnya sesajen ini diarak dari Balai Desa ke Sanggar Pamujan.

Adat Entas-entas

Adat Entas Entas
Adat Entas Entas (sumber: Ngalam)

Upacara adat suku Tengger yang selanjutnya adalah Entas-entas. Upacara sakral ini dilakukan dengan proses salam 3-4 hari. Ketika upacara ini dilaksanakan maka akan diadakan penyembelihan hewan seperti sapi, kambing, dan babi untuk umat agama Hindu.

Dibuat pula sesajen yang terdiri dari tumpen, gedang, ayu, nasi, lepet, kupat, dan ayam panggang. Selain itu terdapat tanaman seperti bunga soka, piji, daun pandan dan pisang.  Dalam proses upacaranya, terdapat acara arak-arakan yang diiringi dengan gamelan ketika menuju ke makam. Tujuan dari upacara adat Entas-entas adalah untuk penyucian roh bagi arwah yang sudah meninggal.

Pujan Mubeng

Upacara Pujan Mubeng Suku Tengger
Upacara Pujan Mubeng Suku Tengger (sumber: Ngadiwono Village)

Upacara Pujan Mubeng adalah upacara adat suku Tengger yang dilaksanakan pada bulan Kesanga atau sembilan. Masyarakat suku Tengger nantinya akan berjalan dari batas desa bagian timur mengelili penjuru desa sebanyak empat kali.

Tujuan dari upacara Pujan Mubeng ini adalah untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana alam. Setelah proses upacara selesai, akan ditutup dengan makan bersama di rumah ketua adat.

Liliwet

Upacara Liliwet adalah upacara yang dilakukan di setiap rumah penduduk. Dalam pelaksanaannya setiap rumah akan diberikan mantra agar tidak terhindar dari kejadian buruk. 

Barikan

Upacara Barikan dalam upacara yang dilakukan setelah masyarakat mengalami peristiwa alam seperti bencana, gerhana, dan lainnya. Upacara ini dilakukan setiap tanda buruk terjadi dan akan diadakan selama 5 hingga 7 hari.

Diharapkan upacara ini mampu memberikan keselamatan dan menolak bahaya yang akan datang ke masyarakat suku Tengger.

Upacara Kematian

Upacara adat suku Tengger yang terakhir adalah upacara kematian. Upacara ini dilakukan secara gotong royong dimana para tetangga akan memberi perlengkapan dan keperluan untuk acara penguburan.

Upacara adat kematian akan dipimpin oleh tetua adat dengan membersihkan air suci dari prasen dan diberikan kepada jenazah dengan mengucap doa. Sebelum kuburan digali, tetua adat akan memberikan mantra untuk liang kubur tersebut. 

Mayat yang dibaringkan dalam liang lahat harus dengan posisi kepala membujuk ke arah selatan gunung Bromo. Pada sore hari setelah acara penguburan selesai, maka keluarga akan mengadakan selamatan dimana orang yang meninggal digantikan dengan boneka yang disebut sebagai bespa. Boneka ini dibuat dari bunga dan dedaunan dan diletakkan di atas bali-bali yang terdapat berbagai macam saji-sajian.

Suku Tengger merupakan suku dengan mayoritas agama Hindu Budha sehingga prosesi upacara sangat khidmat dan sakral. Itu tadi penjelasan secara rinci mengenai sejarah suku Tengger lengkap dengan adat istiadat dan kebudayaannya. Semoga dapat menambah ilmu ya sobat Munus!

Tidak ada komentar

Komentar untuk: Mengenal Suku Tengger: Asal, Sejarah, Adat, & Kebudayaannya

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    ARTIKEL TERBARU

    Sejarah wayang  orang sriwedari sudah terbilang sangat panjang. Wayang orang sriwedari sudah melakukan pentas secara tetap pada tahun 1911. Selain menampilkan cerita pewayangan, wayang orang sriwedari juga memiliki segmen khusus yang biasanya membahas isu-isu sosial yang sedang umum dibicarakan. Buat kamu yang masih belum tahu tentang sejarah wayang orang sriwedari, yuk simak artikel ini sampai […]
    Gamelan Banyuwangi merupakan salah satu alat musik tradisional yang mengiringi tari gandrung dan mendapatkan pengaruh dari Jawa, Bali, dan Eropa. Hal ini membuat sejarah gamelan Banyuwangi menarik untuk dikupas tuntas. Oleh karena itu, simak pembahasan selengkapnya melalui artikel berikut ini.  Sejarah Gamelan Banyuwangi Gamelan Banyuwangi adalah bentuk seni gamelan yang berasal dari daerah Blambangan atau […]

    Trending

    Kebanyakan masyarakat lebih mengenal Nusa Penida, sebagai kawasan wisata alamnya yang terletak di tenggara Bali. Ternyata, Kawasan ini menyimpan kekayaan sejarah yang tak kalah menarik dengan keindahan alamnya yang memukau. Dengan membaca artikel ini, kamu bukan hanya sekadar menambah pengetahuan saja, namun sekaligus menyusuri peristiwa masa lalu di Nusa Penida. Legenda dan Mitos Nusa Penida […]
    Wayang Golek adalah seni pertunjukan tradisional Indonesia yang menggunakan boneka kayu untuk memerankan cerita-cerita yang berasal dari berbagai sumber, termasuk epik Hindu, seperti Ramayana dan Mahabharata, serta cerita-cerita lokal dan agama.  Wayang Golek tidak hanya menunjukkan seni pertunjukan tradisional Indonesia, tetapi juga menjadi simbol penting dalam melestarikan identitas budaya bangsa. Untuk memberi pemahaman mendalam terkait […]
    Di antara ragam wayang di budaya Nusantara, sejarah wayang purwa menonjol sebagai yang tertua dan paling populer. Dikenal sebagai wayang tertua di Indonesia, wayang kulit ini telah memikat hati masyarakat selama berabad-abad.  Popularitasnya tak lepas dari dukungan etnis Jawa yang mendominasi Indonesia. Tak heran, jika sekilas mendengar kata wayang, ingatan kita langsung tertuju pada wayang […]