Bulan September adalah salah satu bulan paling kelam dalam sejarah pendirian negara Indonesia. Pada penghujung bulan ini, telah terjadi tragedi pembantaian sadis kepada 7 perwira TNI dan korban-korban lainnya oleh PKI. Salah satu aktor utama dari tragedi 30 September 1965 adalah Untung Syamsuri, atau selanjutnya lebih kita kenal sebagai Letkol Untung.
Bagaimana napak tilas Letkol Untung hingga menjadi komandan tentara paling sadis di Indonesia? Berikut ini bahasan lengkapnya untuk pembaca setia Museum Nusantara.
Profil Letkol Untung Syamsuri
Daftar Isi
Sama seperti tokoh PKI lainnya, Letkol Untung juga berasal dari latar belakang keluarga Muslim. Latar belakang ekonomi keluarganya yang miskin membuat Kusman (nama Untung semasa kecil) harus diasuh oleh pamannya.
Semasa kecil, Untung muda sempat masuk Sekolah Rakyat dan jadi kapten sepakbola. Pada tahun 1944 di usianya yang ke-18 tahun, Untung mendaftarkan diri jadi perwira Heiho, pasukan bentukan Jepang untuk diterjunkan dalam Perang Dunia II.
Sejak saat itu, karir militer Untung makin moncer. Ia merupakan salah satu perwira terbaik lulusan AKMIL Semarang. Setelah dari AKMIL, Untung langsung terjun ke berbagai misi militer Indonesia. Pada Operasi Trikora, Untung dipercaya menjadi panglima pasukan Mandala, salah satu sayap perwira yang dipimpin komandan Soeharto.
Pada tahun 1962, berkat bakat dan jasanya pada negara, Letkol Untung dinaikkan pangkatnya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel (Letkol) dan diangkat menjadi komandan pasukan pengaman Presiden Tjakrabirawa. Ini merupakan promosi terakhirnya di bidang kemiliteran sampai ia jadi eksekutor utama Gerakan 30 September 1965.
Peran Letkol Untung di Malam G30 S PKI dan Spekulasi yang Beredar
Hingga artikel ini ditulis, misteri siapa dalang G30 S PKI sesungguhnya belum terpecahkan. Anda mungkin sudah mendengar berbagai spekulasi, membaca kisah eksekusi dan pemenjaraan beberapa tokoh. Tapi jujur saja, otak utama Gerakan 30 September 1965 masih belum terdeteksi hingga sekarang.
1. Awal Mula Gerakan
Tragedi pembantaian 30 September sebenarnya bermula dari isu kudeta yang muncul di masa Demokrasi Terpimpin pada Mei 1965. Saat itu, organisasi Pemuda Rakyat (basis pemuda PKI) beramai-ramai menggerebek sebuah tempat yang konon jadi markas agen CIA.
Di sana, mereka menemukan pesan telegram dari agen Andrew Gilchrist kepada Inggris tentang usaha campur tangan Sekutu ke politik Indonesia. Dokumen Gilchrist menyebut ada sekelompok perwira TNI bersedia bekerjasama dengan mereka.
Saat ini, Dokumen Gilchrist terbukti merupakan dokumen palsu. Tapi saat itu, dokumen ini menguatkan dugaan PKI dan Soekarno tentang kemungkinan kudeta dari pihak militer (waktu itu Soekarno sangat dekat dengan komunis, baca selengkapnya di: Sejarah NASAKOM: Konsep, Ideologi, & Keruntuhannya).
Di masa tersebut, bukan rahasia lagi kalau beberapa jenderal besar militer kontra dengan pemerintahan Soekarno. Jenderal AH Nasution bahkan sempat dilepaskan wewenangnya sebagai orang nomor satu di TNI, karena terlalu sering mengkritik Soekarno dan NASAKOM-nya.
2. Puncak Konflik
Agustus 1965, Soekarno mengalami komplikasi dan sakit parah. Berdasarkan rumor yang beredar, presiden Demokrasi Terpimpin ini tidak memungkinkan untuk sembuh seperti sediakala.
Di saat tersebut, ada dua kubu yang mengalami keresahan tentang siapa pengganti Soekarno selanjutnya, yaitu militer dan PKI. Keduanya punya pendukung masing-masing di dalam masyarakat, tapi reputasi PKI masih ternodai dengan berbagai pemberontakan yang pernah mereka lakukan di masa lalu.
Akhirnya istilah “Dewan Jenderal” sampai ke telinga pasukan Tjakrabirawa. Berdasarkan wawancara aktivis Petrus Hariyanto dengan kolonel Abdul Latief, pasukan Tjakrabirawa sangat yakin akan terjadi kudeta oleh para petinggi militer, utamanya oleh Nasution dan Ahmad Yani.
Setelah proses rundingan beberapa kali, Letkol Untung selaku komandan Tjakrabirawa menugaskan tiga pasukan untuk eksekusi Gerakan 30 September. Pasukan Pasopati dipimpin oleh Kolonel Latief, Bimasakti oleh Kapten Suradi, dan Pringgodani oleh Mayor Soejono.
Pasukan Pasopati yang ditugaskan melakukan peringkusan 7 jenderal TNI memulai gerakan pada 30 September tengah malam, dengan deadline waktu subuh.
Ahmad Yani, MT. Haryono, dan DI Panjaitan yang terbunuh jenazahnya ikut dibawa ke Lubang Buaya, bersama dengan Suprapto, S. Parman, Sutoyo, dan Nasution (Pierre Tendean yang menyamar).
Sesampainya di Lubang Buaya, 4 perwira yang masih hidup diinterogasi dan dipaksa mengakui keberadaan “Dewan Jenderal”. Hingga akhir hayat, semua jenderal TNI tersebut (termasuk satu Letnan Satu/Lettu) tidak mau menandatangani surat pernyataan adanya Dewan Jenderal.
Proses Eksekusi Letkol Untung Syamsuri
Tanggal 1 Oktober 1965, Letkol Untung Syamsuri dan pasukannya menguasai Radio Republik Indonesia (RRI). Tepat sebelum sholat Jum’at, Letkol Untung mengumumkan pendirian Dewan Revolusi sebagai pelindung Presiden Soekarno. Selain itu, Untung juga menyampaikan keberhasilan pasukannya mencegah kudeta dari Dewan Jenderal.
Tapi para panglima TNI yang tersisa (dan tidak setuju dengan Dewan Revolusi) membuat perlawanan. Mereka mulai melacak Letkol Untung, anggota pasukan, juga pihak-pihak lain yang mungkin berafiliasi dengannya (mayoritas petinggi PKI). 11 Oktober 1965, Untung akhirnya berhasil ditangkap saat berusaha melarikan diri ke Tegal.
Pada 4 Desember 1965, Letkol Untung yang menunggu proses peradilan dipecat secara tidak hormat dari jabatannya. Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILUB) menjatuhkan hukuman eksekusi mati padanya di 6 Maret 1966.
Namun demikian, tidak ada yang tahu persis kapan dan bagaimana Letkol Untung dihukum mati. Bahkan hingga saat ini, tidak ada yang tahu di mana makam Letkol Untung berada.
Letkol Untung, Benarkah Dia Otak Utama G30 S PKI?
Ada berbagai versi soal peran Letkol Untung dalam G30 S PKI. Sebagai seorang komandan Paspamres, Nama Untung sebenarnya tidak terlalu terkenal dan dianggap tidak punya power untuk melakukan pembantaian terang-terangan. Sikapnya yang overconfident juga menampakkan sekilas bahwa ada “pihak” yang akan melindunginya.
Oleh karena itu, terdapat beberapa spekulasi terkait orang-orang di balik G30 S PKI, yaitu:
- Letkol Untung, murni demi melindungi Presiden Soekarno dan merasa akan mendapat perlindungan dari beliau karena berhasil menghentikan kudeta Dewan Jenderal.
- PKI, Untung mendengar kabar Dewan Jenderal dari petinggi PKI dan dihasut agar melakukan pembantaian.
- Soeharto bukan dalang, tapi pihak paling diuntungkan dalam G30 S PKI. Awalnya Untung mempercayai Soeharto akan berpihak padanya, karena diam saja saat diceritai rencana peringkusan Dewan Jenderal. Tapi setelah pembunuhan terjadi, Soeharto muncul sebagai pahlawan dan berbalik menyerang Untung dkk.
Tidak ada komentar