Gerakan 30 September atau G30S/PKI adalah salah satu tragedi kemanusiaan terburuk yang pernah terjadi pasca kemerdekaan Indonesia. Di malam naas tersebut, telah gugur 10 Pahlawan Revolusi Indonesia di tangan kejam Letkol Untung.
Siapa saja nama-nama pahlawan revolusi tersebut? Bagaimana kejinya pasukan Tjakrabirawa saat mengeksekusi mereka?
1. Jenderal Ahmad Yani
Daftar Isi
Ahmad Yani adalah jenderal pertama yang meninggal dalam Gerakan 30 September. Beliau lahir di Purworejo, 19 Juni 1922 di tengah keluarga buruh pabrik. Di usianya yang ke-21, Yani memulai karir militernya dengan bergabung ke PETA.
Pada saat kemerdekaan Indonesia, Yani langsung bergabung dalam barisan TKR dan memimpin berbagai agresi militer. Ia berperan penting dalam meredam pasukan Belanda di Agresi Militer II, DI/TII, dan PRRI-Permesta. Jasa besar yang diberikan Yani pada Indonesia membuatnya diangkat jadi Menteri Panglima AD pada 1963.
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan Tjakrabirawa menjemput Yani di kediamannya di Menteng. Karena menunjukkan tanda-tanda akan melakukan perlawanan, Yani langsung ditembak di tempat dan jasadnya diseret ke Lubang Buaya.
2. Letjen Soeprapto
Letjen Soeprapto adalah putra Purwokerto yang lahir pada 20 Juni 1920, selang sehari saja dari ulangtahun Yani. Beliau baru saja menyelesaikan pendidikan militer di Bandung saat Jepang datang ke Indonesia.
Selama masa pendudukan Jepang, Soeprapto bergabung sebagai tentara sukarela Jepang. Begitu merdeka, beliau langsung bergabung dengan TKR Purwokerto. Sejak saat itu, karir Soeprapto terus meningkat hingga ia menjadi Deputi Staf AD untuk Sumatera Utara.
Di malam G30S/PKI, Letjen Soeprapto dijemput paksa dan berakhir dibunuh di Lubang Buaya.
3. Letjen MT Haryono
Mas Tirtodharmo atau MT Haryono adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia yang berasal dari kalangan bangsawan. Ia terlahir di tengah keluarga ningrat asal Gresik. Kata “mas” di bagian depan namanya merupakan gelar.
Meski punya latar belakang keluarga berada, MT Haryono tidak segan turun ke jalan untuk berperang bersama rakyat selama pendudukan Jepang. Akhirnya di usianya yang ke-21, Haryono bergabung dengan TKR dengan gelar Mayor.
Saat G30S PKI, Letjen MT Haryono adalah salah satu pahlawan revolusi yang dibunuh langsung di rumahnya.
4. Letjen S. Parman
Siswondo Parman adalah pemimpin divisi intelijen di bawah naungan Ahmad Yani. Sama seperti Haryono, Parman juga berasal dari rumpun kedokteran. Akan tetapi saat Jepang datang, beliau memilih meninggalkan bangku sekolah dan menjadi tentara sukarela.
Setelah bergabung dengan TKR, Parman ditugaskan menjadi pemimpin divisi militer di Yogyakarta. Di masa tersebut, beliau berhasil menggagalkan pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Raymond Westerling.
Pada malam 30 September, Parman dibawa hidup-hidup dan dibunuh di Lubang Buaya.
5. Mayjen DI Panjaitan
Donald Isaac (DI) Panjaitan berusia 20 tahun saat bergabung dengan TKR pada tahun 1945. Berkat prestasi gemilangnya di militer, beliau diangkat menjadi Komandan Divisi Banteng di Sumatera Utara di bidang pendidikan militer.
Pada tahun 1962, Panjaitan selaku asisten pertama Ahmad Yani pernah menggagalkan penyelundupan senjata dari Tiongkok oleh loyalis-loyalis PKI. Hal ini merupakan salah satu alasan kenapa beliau menjadi target PKI dan ditembak langsung di rumahnya pada 30 September 1965.
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo
Mayjen Sutoyo adalah pahlawan revolusi yang bukan hanya berpengalaman di dunia militer saja, tapi juga di dunia kepolisian dan hukum. Kecerdasannya membuat beliau diangkat menjadi perwakilan militer Indonesia untuk London.
Di malam 30 September, Mayjen Sutoyo menjadi salah satu jenderal yang ditangkap oleh Tjakrabirawa secara hidup-hidup.
7. Kapten Pierre Tendean
Di antara nama pahlawan revolusi Indonesia lainnya, Lettu Pierre Tendean adalah perwira yang usianya termuda. Kecerdasan serta darah blasteran Prancis – Jawanya membuat Pierre terpilih sebagai intelijen Indonesia dan dikirimkan ke berbagai negara.
Berkat prestasinya selama menjadi intel, AH Nasution meminta Pierre menjadi ajudan pribadinya di tahun 1963. Padahal saat itu, Pierre baru resmi satu tahun menjadi perwira TKR.
Saat kediaman Nasution digerebek di malam 30 September, Pierre kebetulan sedang bermalam di sana. Akhirnya pasukan Tjakrabirawa salah mengiranya sebagai Nasution dan ganti menangkapnya.
Meski demikian, Pierre tetap dibunuh dan dibuang ke Lubang Buaya bersama dengan 6 jenderal lainnya. Setelah meninggal, beliau diangkat menjadi Kapten.
8. Bripka Satsuit Tubun
Selain dari kalangan militer, terdapat pula Pahlawan Revolusi dari kalangan kepolisian, yaitu Bripka Satsuit Tubun. Saat Tjakrabirawa melakukan usaha penculikan terhadap AH Nasution, Bripka S Tubun menjadi salah satu korban yang meninggal dunia dalam baku tembak.
Hingga saat ini, Bripka Satsuit Tubun masih menjadi polisi pertama dan satu-satunya yang mendapat gelar kepahlawanan nasional.
9. Brigjen Katamso Damokusumo
Atas perintah dari Letkol Untung, Pasukan Tjakrabirawa di daerah Yogyakarta merebut RRI agar mereka bisa mengumumkan pembunuhan para jenderal ke masyarakat.
Demi melancarkan misi tersebut, Tjakrabirawa merencanakan pembunuhan terhadap Brigjen Katamso Damokusumo, Komandan untuk Markas Militer 072.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, PKI membunuh Brigjen Katamso dengan menggunakan kunci mortir di daerah Kentungan, Yogyakarta. Namanya juga dimasukkan ke dalam jajaran Pahlawan Revolusi Indonesia.
10. Kolonel Sugiono
Selain Brigjen Katamso, perwira militer Yogyakarta yang sangat menentang PKI adalah Kolonel Sugiono. Sama seperti Katamso, Kolonel Sugiono dianggap ancaman oleh loyalis PKI di Yogyakarta.
Oleh karena itu, Kolonel Sugiono juga dibawa ke Kentungan bersama dengan Brigjen Katamso dan dibunuh di sana pula oleh PKI. Jenazah keduanya baru ditemukan pada tanggal 21 Oktober 1965.
Itulah daftar nama Pahlawan Revolusi Indonesia yang secara resmi diumumkan.
Sebagai informasi, gelar yang kami gunakan untuk menyebut para Pahlawan Revolusi di atas adalah gelar terakhir setelah anumerta. Sehingga penyebutannya mungkin berbeda dengan yang biasa terdapat di internet.
Tidak ada komentar