Halo anak Nusantara! Indonesia mempunyai banyak sekali bangunan bersejarah. Beberapa bangunan tersebut saat ini sudah beralih fungsi menjadi monumen atau bahkan tempat wisata. Salah satunya adalah Jam Gadang Bukittinggi.
Pada kesempatan kali ini, Museum Nusantara akan membahas tentang sejarah, keunikan serta kegiatan yang dapat dilakukan di Jam Gadang ini. Yuk, simak penjelasan lebih lanjutnya dalam artikel Munus kali ini!
Sejarah Jam Gadang Bukittinggi
Daftar Isi
Jam Gadang Bukittinggi berdiri pada tahun 1927 dari inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, seorang sekretaris Kota Bukittinggi (dulu masih bernama Kota Fort de Kock) pada masa kolonial Belanda.
Putra sulung Rookmaaker menjadi orang yang meletakkan batu pertama sebagai bentuk mulainya pembangunan Jam Gadang. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun jam ini adalah sebesar 3.000 Gulden. Pembangunan Jam Gadang juga pernah dipantau oleh Andries Cornelies Dirk de Graeff pada Februari 1927.
Sudah terjadi tiga kali perubahan bangunan sejak bangunan ini berdiri. Awalnya, atap Jam Gadang Bukittinggi memiliki atap berbentuk bulat dengan hiasan patung ayam jantan yang menghadap ke timur. Arti dari hiasan ini adalah supaya masyarakat bangun ketika ayam sudah berkokok di pagi hari.
Pada masa pendudukan Jepang, atap Jam Gadang ini berganti gaya menyerupai kuil Shinto. Setelah Indonesia merdeka, atap Jam Gadang berubah menjadi seperti atap rumah adat Minangkabau atau berbentuk gonjong.
Keunikan Jam Gadang Bukittinggi
Big Ben Versi Kearifan Lokal
Monumen Jam Gadang Bukittinggi memiliki kemiripan dengan Big Ben yang ada di London, Inggris. Kedua jam ini dikatakan mirip karena keduanya yang menjadi landmark di kota masing-masing.
Selain itu, Jam Gadang dan Big Ben juga menggunakan mesin penggerak yang sama dan mesin tersebut hanya ada dua buah di dunia. Kedua mesin tersebut berada di Big Ben dan Jam Gadang Bukittinggi.
Jam Gadang memiliki tinggi sekitar 26 meter serta arsitektur modern dengan atap yang mencerminkan budaya rumah adat Minangkabau. Di sisi lain, Big Ben memiliki tinggi sekitar 96 meter dengan desain arsitektur Gothic Victoria beratap menara runcing.
Bahan Bangunan dan Dimensi
Bahan Bangunan Jam Gadang tidak menggunakan menggunakan semen dan penyangga besi pada umumnya. Monumen ini menggunakan campuran pasir putih dan kapur yang menggunakan putih telur untuk perekat sebagai bahan bangunannya. Putih telur menjadi perekat bangunan karena dipercaya sangat kuat sebagai perekat.
Jam Gadang Bukittinggi memiliki diameter sekitar 80 meter dengan 4 jam pada setiap sisinya. Pada bagian dasarnya. Monumen ini memiliki luas sekitar 52 meter persegi dengan tinggi sekitar 26 meter. Oleh karena fungsi serta bentuknya. Jam Gadang sering dikatakan mirip dengan Big Ben yang ada di Inggris.
Hadiah Ratu Belanda
Jam Gadang adalah hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina kepada Sekretaris Kota Fort de Kock, Hendrik Roelof Rookmaaker. Arsitektur dari Jam Gadang adalah Yazid Rajo Mangkuto dengan pelaksana pembangunan Sutan Gigi Ameh dan Haji Moran.
Ornamen Puncak
Seperti yang sudah dikatakan di atas, Jam Gadang sudah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Ketika jam ini pertama berdiri, atap Jam Gadang berbentuk bulat dihiasi patung ayam jantan yang mengarah ke timur. Pada masa penjajahan Jepang, atap dari jam ini berubah mirip seperti pagoda. Jam Gadang kemudian berganti atap lagi setelah kemerdekaan Indonesia sehingga atap monumen ini menyerupai atap rumah adat Minangkabau. Berikut adalah gambar Jam Gadang Bukittinggi dari dulu sampai saat ini.
Angka 4 pada Jam
Keunikan lainnya dari Jam Gadang Bukittinggi adalah angka 4 yang ada di jam. Angka 4 yang terdapat dalam jam bukan ditulis dengan IV sebagai bentuk angka 4 dalam huruf romawi, tapi menggunakan IIII. Menurut masyarakat, huruf romawi IIII dipilih sebagai bentuk penghormatan kepada empat orang yang meninggal akibat kecelakaan kerja pada masa pembangunan Jam Gadang.
Selain itu, juga terdapat cerita tentang angka IV berarti I Victory atau aku menang. Oleh karena dikhawatirkan dapat memicu pemberontakan kepada Belanda, maka angka 4 diganti menggunakan IIII. Pendapat ahli mengatakan bahwa angka IIII muncul karena pada saat itu IIII belum ditulis sebagai IV.
Berwisata di Sekitar Jam Gadang Bukittinggi
Pada area sekitar jam Gadang terdapat juga berbagai aktivitas yang dapat kalian lakukan. Berikut adalah beberapa tempat serta kegiatan yang kalian dapat lakukan.
Taman Sabai Nan Aluih
Taman Saban Nan Aluih merupakan area taman dari Jam Gadang. Oleh karena suasana taman yang tertata rapi, pengunjung gemar menghabiskan waktu di sini Biasanya area taman juga ramai dengan penjual kaki lima lima mulai dari sore sampai malam hari.
Pasa Ateh
Pasa Ateh yang berarti Pasar Atas ini adalah pasar yang berada di dekat area Jam Gadang. Jika kalian berkunjung ke Jam Gadang, maka kalian wajib untuk menyempatkan diri mengunjungi Pasar satu ini. Pasa Ateh menawarkan berbagai oleh-oleh khas tanah Minang, mulai dari gantungan kunci sampai kain songket.
Kuliner Khas Bukittinggi
Selain jalan-jalan sambil melihat pemandangan, kalian juga dapat mencicipi kuliner khas Bukittinggi. Wisatawan dapat menikmati kuliner dari rumah makan atau pedagang kaki lima lima yang ada di area sekitar Jam Gadang. Kalian dapat mengunjungi beberapa restoran favorit wisatawan, seperti Bedudal Cafe, Gulai Itiak Lado Mudo serta Nasi Kapau Uni Lis. Menu yang harus kalian coba ketika membeli makanan kaki lima adalah Lamang Tapai dan Teh Talua.
Museum
Tidak jauh dari area Jam Gadang, terdapat beberapa museum bersejarah, seperti Taman Monumen Bung Hatta dan Istana Bung Hatta. Kalian dapat menjadikan wisata museum sebagai salah satu pertimbangan ketika mengunjungi daerah Bukittinggi.
Baca Juga : Masjid Agung Semarang, Rumah Ibadah dengan Arstitektur Megah
Demikian adalah penjelasan Museum Nusantara tentang tentang sejarah, keunikan serta kegiatan yang dapat dilakukan di Jam Gadang Bukittinggi. Semoga penjelasan pada artikel kali ini bermanfaat untuk kalian.
Tidak ada komentar