Halo anak Nusantara! Dalam masa awal kemerdekaan Indonesia, banyak gerakan pemberontakan terjadi. Hal ini dikarenakan beberapa golongan punya kepentingan tersendiri dan kepentingan tersebut terkadang tidak sesuai dengan jalannya kebijakan pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah Republik Maluku Selatan.
Melalui artikel kali ini, Museum Nusantara akan membahas tentang latar belakang, tujuan, tokoh serta hasil akhir dari gerakan ini. Simak lebih dalam di sini!
Latar Belakang Pemberontakan Republik Maluku Selatan
Daftar Isi
Seperti kita ketahui bersama, Maluku adalah salah satu daerah yang kaya akan rempah-rempahnya. Oleh karena itu, Maluku memiliki sebutan sebagai Kepulauan Rempah. Kekayaan rempah-rempah membuat Maluku melakukan perdagangan, selain dengan pedagang Indonesia, dengan Eropa, Arab sampai Tionghoa.
Maluku yang kaya akan rempah-rempah menjadi daya tarik tersendiri untuk negara-negara Eropa menguasainya. Setelah proklamasi, Maluku kemudian dinyatakan sebagai provinsi dari Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 19 Agustus 1945. Maluku bergabung dengan Indonesia dengan tujuan supaya mencegah Belanda kembali menguasai Maluku dan berlaku semena-mena seperti pada masa penjajahan.
Namun, Manusama, tokoh pejuang Republik Maluku Selatan, menyatakan bahwa bergabungnya Maluku ke Indonesia dapat menimbulkan masalah. Manusama kemudian melakukan pertemuan dengan para petinggi desa di Pulau Ambon. Manusama berusaha memberikan narasi anti-pemerintah Republik Indonesia serta menolak penjajahan dari orang-orang dari Pulau Jawa.
Pemerintah Maluku kemudian memproklamasikan Republik Maluku Selatan pada 25 April 1950. RMS secara resmi memisahkan diri dari Indonesia yang pada saat itu masih bernama Republik Indonesia Serikat. Wilayahnya mencakup Pulau Buru, Ambon, dan Seram.
Tujuan Gerakan Republik Maluku Selatan
Tujuan gerakan Republik Maluku Selatan adalah untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur Sembilan Serangkai yang terdiri dari partai Timur Besar dan jajaran pasukan KNIL melakukan propaganda terlebih dahulu kepada Indonesia sebelum memproklamasikan kemerdekaannya bahwa mereka akan memisahkan wilayah Maluku dari NKRI.
Selain itu, Soumokil juga telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat Maluku Tengah menjelang proklamasi RMS. Di sisi lain, orang-orang yang menyatakan dukungan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia mendapat pandangan buruk dari pendukung Republik Maluku Selatan.
Rencana & Tokoh Gerakan Republik Maluku Selatan
Republik Maluku Selatan muncul sejak rencana terkait Negara Indonesia Timur yang digagas oleh Soumokil dan Andi Azis gagal. Hal ini tidak menghentikan Soumokil untuk meneruskan perjuangannya, meski banyak kalangan yang menginginkan persatuan Maluku dengan NKRI.
Soumokil mengajak beberapa tokoh serta mantan anggota KNIL yang berada di Ambon untuk kembali mendeklarasikan RMS. Ia ingin Maluku Selatan terpisah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketika RMS memproklamasikan kemerdekaannya, banyak kalangan di Pulau Ambon tidak setuju dengan keputusan ini dan menolak keberadaan RMS. Para pendukung NKRI serta kontra RMS kemudian ditangkap atas perintah Soumokil.
Deklarasi kemerdekaan RMS pada tidak membuatnya serta merta menjadi sebuah negara. Bahkan, pembentukan RMS semata-mata berasal dari tekanan dan paksaan. Sebelum RMS terbentuk sudah ada perencanaan tentang tokoh-tokoh yang menjadi anggota pemerintahan RMS.
Tokoh-tokoh yang terlibat adalah J.H. Manuhutu sebagai Presiden, J.P. Nikijuluw sebagai Wakil Presiden RMS yang masih kosong, Albert Wairisal menjadi Perdana Menteri, dan menteri-menteri yang meliputi Soumokil, S.J.H. Norimarna, D.J. Gaspersz, J. Toule, P.W. Lokollo, J.B. Pattiradjawane, H.F. Pieter, A. Nanlohy, Manusama, dan Z. Pesiwarissa.
Soumokil kemudian menggantikan posisi Manuhutu sebagai presiden RMS pada 3 Mei 1950. Bukan hanya itu, RMS juga membentuk militernya sendiri. Angkatan Perang Republik Maluku Selatan (APRMS) kemudian dinyatakan sebagai tentara RMS pada tanggal 9 Mei 1950.
Akhir Pemberontakan
Indonesia memandang bahwa gerakan ini adalah bentuk pemberontakan kepada pemerintah yang sah. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melakukan upaya untuk mengatasi gerakan ini. Upaya pertama adalah pengiriman Johannes Leimena sebagai wakil pemerintah pusat untuk berunding dengan RMS. Kedatangan utusan Indonesia ini ditolak.
Setelah itu, pemerintah terpaksa untuk menggunakan kekuatan militer yang pada saat itu masih bernama Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Penertiban ini dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Indonesia menggunakan nama Republik Indonesia Serikat sebagai bentuk kesepakatan dengan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar.
Setelah itu, terjadi perang antara dua belah pihak. Pasukan Republik Maluku Selatan berhasil dikalahkan oleh APRIS pada November 1950 sehingga Ambon berada dalam kekuasaan APRIS. Karena kekalahan yang terus menerus, pasukan RMS kemudian meninggalkan kota pertahanan dan memilih melakukan perang secara gerilya.
Akhirnya, Soumokil berhasil ditangkap pada tanggal 12 Desember 1963. Ia kemudian diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa yang ada di Jakarta. Hakim menyatakan bahwa Soumokil mendapat vonis hukuman mati. Pada tanggal 12 April 1966, Soumokil dieksekusi di Pulau Obi yang berada di Halmahera Selatan.
Baca Juga : Peristiwa G30S PKI, Sejarah Kelam dalam Revolusi Indonesia
Demikian adalah penjelasan Museum Nusantara tentang latar belakang, tujuan, rencana tokoh dan akhir dari gerakan Republik Maluku Selatan. Setiap masyarakat memiliki kepentingan masing-masing dan tidak semua kepentingan yang dapat terwakilkan. Oleh karena itu, kita perlu berbicara dan berdiskusi untuk mencari jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak. Semoga penjelasan kali ini bermanfaat!
Tidak ada komentar