Halo anak Nusantara! Perlawanan masyarakat Indonesia adalah rintangan utama bagi penjajah untuk menguasai secara penuh negara ini. Tidak sedikit perlawanan yang membuat penjajah kewalahan, namun ada juga beberapa yang dapat ditumpas. Salah satunya adalah perlawanan dari Kerajaan Gowa yang pada akhirnya melahirkan Perjanjian Bongaya.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dampak dan isi Perjanjian Bongaya, simak artikel Munus di bawah ini!
Perjanjian Bongaya, Perjanjian Perdamaian Antara Kerajaan Gowa dan VOC
Daftar Isi
Perjanjian Bongaya adalah perjanjian antara Kerajaan Gowa dengan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Perjanjian ini berisi pembagian wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa dengan Belanda. Kerajaan Gowa sendiri memiliki wilayah yang strategis sekaligus kaya akan sumber daya alam. Hal ini yang membuat Kerajaan Gowa menjadi salah satu Kerajaan yang kuat. Terlebih lagi, Kerajaan Gowa juga menjadi pusat dari perekonomian karena pelabuhannya yang strategis.
Belanda yang melihat potensi ini tidak bisa tinggal diam saja. Belanda ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Sulawesi Selatan. Hal ini yang kemudian menciptakan perseteruan antara Belanda dengan Kerajaan Gowa, sehingga meletuslah Perang Makassar pada tahun 1666-1667.
Perang tersebut menghasilkan suatu perjanjian damai yang bernama Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin pada 18 November 1667. Kerajaan Gowa merasa dirugikan dengan adanya perjanjian ini. Oleh karena itu, Kerajaan Gowa terus melakukan perlawanan sampai pada akhirnya kalah dan harus terpaksa menandatangani lagi perjanjian damai ini.
Latar Belakang Perjanjian
Perjanjian Bongaya dilatarbelakangi oleh VOC yang ingin melemahkan kekuasaan Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa saat itu sangat kuat dan mengancam posisi VOC dalam berdagang. Oleh karena itu, VOC pun ingin melemahkan bahkan menyingkirkan kerajaan ini.
Terlebih lagi, Kerajaan Gowa memiliki pelabuhan yang sangat strategis untuk dijadikan pusat perdagangan rempah rempah yang terletak di Somba Opu. Dari segi kekuatan, kerajaan ini tentu saja sangat kuat karena ditopang oleh sektor ekonomi yang bagus.
VOC merasa terancam dengan keberadaan Kerajaan Gowa yang pada saat itu dikuasai oleh Sultan Hasanuddin yang sedang berada pada masa kejayaannya. VOC yang awalnya berpusat di Batavia ingin menjadikan pelabuhan yang ada di Makassar untuk menjadi tempat persinggahan karena jauhnya jarak antara Batavia dan Maluku sebagai produsen rempah rempah.
Keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan tidak bisa diterima oleh Sultan Hasanuddin. Maka dari itu, peperangan pun tidak dapat terhindarkan lagi. Sultan memperkuat pasukan yang berada di daerah Nusa Tenggara untuk menyerang pihak VOC yang semena-mena di daerah itu.
Di sisi lain, VOC melancarkan aksi adu domba atau juga disebut devide et impera antara Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. VOC merangkul Arung Palakka, raja dari Kerajaan Bone, untuk membantu mereka melawan Kerajaan Gowa. Arung Palakka memiliki dendam pribadi pada Kerajaan Gowa serta ingin memerdekakan Kerajaan Bone. Hal ini jugalah yang menjadi faktor mengapa Ia bersekutu dengan VOC.
VOC membawa sekitar 21 armada kapal yang berisi 2000 pasukan da dipimpin oleh J.C. Speelman. Pertempuran sengit ini berlangsung selama 4 bulan lamanya. Sampai pada akhirnya, Sultan Hasanuddin terpaksa mengakui kekalahan dan menandatangani Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian perdamaian tapi pada kenyataanya Kerajaan Gowa dirugikan dengan adanya perjanjian ini.
Isi Perjanjian Bongaya
Terdapat 30 pasal dalam berikut adalah isi Perjanjian Bongaya :
- Kerajaan Gowa harus membebaskan kegiatan monopoli VOC
- Seluruh rakyat dan pejabat yang berkebangsaan Eropa harus segera dikirim ke Cornelis Speelman
- Semua alat perang serta uang yang ada di Kapal Walvisch harus diserahkan kepada Belanda
- Pelaku kejahatan akan diberi hukuman oleh perwakilan Belanda
- Kerajaan Gowa harus mengganti rugi kepada Belanda
- Semua orang Portugis dan Inggris tidak diperbolehkan tinggal di Makassar
- Hanya VOC yang boleh berdagang di Makassar
- VOC bebas pajak impor maupun ekspor
- Pemerintah dan rakyat Makassar hanya boleh berlayar di beberapa daerah tertentu dan hanya jika memiliki surat izin
- Semua benteng di daerah Makassar dihancurkan, kecuali benteng Somba Opu yang menjadi tempat tinggal untuk raja
- Benteng Ujung Pandang sekaligus desa yang ada di sekitar benteng menjadi milik Belanda
- Mata uang Belanda yang berlaku di Batavia berlaku juga di Makassar
- Raja dan para bangsawan Makassar diwajibkan untuk mengirim uang ke Batavia
- Raja dan bangsawan Gowa tidak diperbolehkan ikut campur urusan Belanda
- Segala hasil rampasan harus dikembalikan pada pihak Belanda
- Karaeng Bontomarannu dan Raja Bima harus diserahkan ke Belanda untuk dijatuhi hukuman
- Pulau Selayar tidak boleh dikuasai Kerajaan Gowa
- Kerajaan Gowa harus melepaskan semua kekuasaannya
- Raja Layo harus dilepaskan beserta tanah-tanah milik mereka
- Seluruh kawasan yang ditaklukkan menjadi milik Belanda
- Pemerintahan Kerajaan Gowa akan berhenti dan berlanjut untuk membantu Belanda
- Kerajaan elektif harus ditinggalkan pemerintahan Gowa
- Rakyat Makassar yang menikah dengan rakyat Bugis atau Turatea harus memiliki izin dari pihak Belanda
- Belanda dan Gowa harus menjalin persahabatan
- Sengketa akan diurus oleh pihak Belanda dan menjadi penengah
- Raja dan bangsawan Kerajaan Gowa wajib menyerahkan dua penguasa pentingnya untuk mengirimkan perjanjian bersama Laksamana ke pemerintah pusat di Batavia
- Orang Inggris yang tinggal di Makassar harus pergi dan membawa semua barangnya ke Batavia
- Putra dari Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu akan ditahan jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan
- Kerajaan Gowa membayar ganti rugi sebanyak lima musim ke pihak Belanda sebesar 250.000 rijksdaalder
- Raja dan para bangsawan Makassar akan bersumpah untuk menjadi wakil Kompeni
Dampak Perjanjian Bongaya
Pengaruh dari penandatanganan Perjanjian Bongaya bagi Kerajaan Gowa ialah kerugian yang dirasakan oleh pihak Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin diperintahkan untuk mundur dari jabatannya sebagai Sultan dan menyerahkan tahta kepada anaknya yang saat itu masih berumur 13 tahun, yaitu Amir Hamzah. Kekuasaan dari Kerajaan Gowa menghilang. Selain itu, sektor perdagangan di Gowa juga telah dikuasai oleh VOC. Kegiatan perdagangan tidak lagi dipegang oleh Kerajaan Gowa. Hal ini juga menyebabkan masyarakat semakin terpengaruh oleh Blok Barat.
Baca Juga : Sejarah Sultan Hasanuddin & Perjuangannya Melawan VOC
Seperti dalam kata pepatah “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, kata kata ini menunjukkan betapa pentingnya persatuan bagi bangsa kita. Terbukti dari penjajah yang melakukan politik adu domba nyatanya berhasil melemahkan kekuatan Kerajaan Gowa.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa perlu untuk mempertahankan persatuan. Musuh yang kita lawan kali ini bukanlah penjajahan tapi berbagai isu yang memecah persatuan Indonesia.
Tidak ada komentar