Halo anak Nusantara! Indonesia merupakan negara yang kaya akan peninggalan budayanya, mulai dari pakaian tradisional, bangunan sampai tarian tradisional. Pada kesempatan kali ini, Museum Nusantara akan membahas tentang salah satu tarian tradisional dari Betawi, yaitu Tari Cokek. Yuk, simak penjelasannya lebih dalam di sini!
Sejarah Tari Cokek
Daftar Isi
Tari Cokek adalah sebuah tarian tradisional yang berasal perpaduan budaya masyarakat Betawi dan masyarakat Tionghoa, tepatnya di daerah Teluk Naga Tangerang. Tarian ini berkembang di daerah pinggiran ibu kota Jakarta.
Menurut sumber sejarah, tarian ini merupakan seni tari khas Betawi yang memiliki unsur budaya Tionghoa di dalamnya. Oleh karena tarian ini menyebar dengan cepat dalam masyarakat, Cokek menjadi salah satu hiburan yang digemari masyarakat Betawi, baik yang ada di kota atau yang ada di daerah pinggiran.
Biasanya, tarian ini dibawakan ketika ada hajatan seperti perkawinan, sunatan, atau hajatan perjamuan. Para penari akan menunjukkan gemulainya gerakan tarian diiringi dengan nyanyian dan musik Gambang Kromong.
Nama Cokek berasal dari suatu kata dalam bahasa Hokkian Chiou-khek yang memiliki arti menyanyikan lagu. Dalam bahasa Mandarin, sering juga disebut sebagai Chang ge. Setiap perpaduan gerak, musik dan nyanyian terlihat selaras sehingga penonton terpukau ketika melihatnya.
Makna Tari Cokek
Tidak ada yang mengetahui pasti kapan Tari Cokek ditemukan atau muncul dalam masyarakat. Sejarah juga tidak menyebutkan sosok yang menciptakan tarian ini pertama kali dan menampilkannya pada masyarakat.
Tarian ini memadukan tatapan yang tajam serta ekspresi yang genit dari penari sehingga Cokek memiliki kesan seperti memikat para tamu lelaki untuk ikut menari atau ngibing. Oleh karena itu, Cokek juga berfungsi sebagai tari pergaulan.
Penonton yang diajak ngibing biasanya akan diberikan minuman berupa tuak supaya bersemangat. Kesenian Cokek pada awalnya dipertontonkan hanya untuk tamu dari Cina atau hajatan Tionghoa. Pemilik kelompok Tari Cokek biasanya berasal dari cukong keturunan Tionghoa.
Penari Cokek memiliki pemimpin yang memberi perintah para penari untuk melayani tamu. Para penari menggerakkan pinggul dengan gemulai seolah-olah berusaha merayu penonton. Oleh sebab itu, penari Cokek juga disebut wanita penghibur atau Cabo dalam bahasa Betawi.
Seiring berjalannya waktu, berbagai pendapat muncul mengenai tarian Cokek. Tari ini mendapat banyak dukungan serta kecaman dari masyarakat. Kecaman masyarakat muncul karena banyaknya gerakan dalam Cokek yang terlalu sensual dan mengandung nilai moral yang kurang baik.
Gerakan-gerakan yang kurang pantas tersebut mencakup goyangan pinggul dari bawah sampai atas yang dilakukan penari. Untuk mendapatkan uang, penari akan menarik tamu untuk menari bersama menggunakan selendang atau biasa disebut ngibing. Bahkan, muncul kepercayaan bahwa laki-laki yang ditarik oleh penari tidak akan pernah lagi kembali ke rumah.
Terlepas dari gerakannya yang dianggap tidak sesuai, Tari Cokek memiliki makna yang positif yang dapat terlihat dari setiap gerakan tari. Berbagai gerakan memberikan makna tersendiri kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri dan sesama manusia sehingga tarian ini juga memiliki nilai filosofis yang kuat.
Gerakan Tari Cokek
Berikut adalah rangkaian gerak dari Tari Cokek serta maknanya:
1. Tangan Ke Atas
Gerakan tangan ke atas menggambarkan bahwa manusia hanya bisa meminta, memohon serta menggantungkan dirinya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa supaya segala harapan dan permintaan dapat terkabulkan. Gerakan tangan ke atas ini menggambarkan hamba yang berdoa kepada Sang Kuasa karena hanya kepada Tuhan, manusia dapat memohon dan berharap.
2. Tangan Menunjuk Kening
Gerakan tangan yang menunjuk kening menggambarkan manusia supaya selalu berpikir dengan baik dan tidak berprasangka buruk sebelum mengetahui kebenarannya terhadap apapun. Ketika manusia berburuk sangka, maka manusia tidak mendapat kebaikan sama sekali. Buruk sangka adalah sifat yang menciptakan kebencian pada manusia dan sesama.
3. Gerakan Tangan Menutup Mulut
Gerakan tangan menutup mulut menggambarkan bahwa manusia harus selalu berkata baik. Jika manusia tidak mampu berkata baik, maka lebih baik mereka diam. Hal ini mengingatkan supaya manusia tidak saling menyakiti satu sama lain, dan dapat dimulai dari menjaga perkataan supaya tidak menyakiti perasaan orang lain.
4. Gerakan Tangan Menunjuk Ke Mata
Gerakan menunjuk mata bermakna bahwa manusia harus selalu menjaga penglihatan atau pandangan dari segala hal yang buruk. Mata adalah karunia Tuhan maka dari gerakan tarian ini ditunjukkan bahwa kita harus bersyukur dengan menggunakan mata kita untuk hal baik.
Properti Tari Cokek
Penari Cokek menggunakan properti seperti baju kurung serta celana panjang yang biasanya memiliki satu warna. Pemilihan warna yang biasa dipakai untuk Properti Tari Cokek adalah warna kuning, merah, biru, merah muda, hingga ungu.
Pada bagian bawah celana biasanya dilengkapi dengan hiasan yang berwarna selaras seperti celana penari. Penari juga menggunakan selendang panjang yang dipakai pada bagian pinggang serta membiarkan selendang tersebut terurai ke bawah supaya mudah untuk dikibas-kibaskan saat menari.
Rambut penari Cokek disisir rapi dan juga ada yang dibuat kepang. Setelah itu penari akan mengenakan sanggul yang cukup besar dan kemudian ditambah dengan hiasan tusuk konde yang dapat bergoyang goyang.
Musik Iringan Tari Cokek
Tentu saja untuk mengiringi sebuah tarian harus ada musik atau tembang. Begitu pula pada Tari Cokek, terdapat beberapa instrumen yang digunakan ketika mengiringi tarian satu ini, seperti Gambang Kromong, Gong, Kecrek, Gendang, Tehyan, Kongahyan,Sukong, Suling
Baca Juga : Tari Topeng Cirebon : Sejarah, Pola Lantai & Propertinya
Demikian adalah penjelasan Museum Nusantara tentang sejarah, gerakan, properti, dan musik pengiring dari Tari Cokek Betawi. Semoga artikel ini dapat membantu kalian untuk semakin mengenal dan mencintai budaya Indonesia!
Tidak ada komentar