Romusha adalah salah satu kebijakan pada masa penjajahan Jepang yang sangat merugikan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia dipaksa untuk bekerja dan diperlakukan semena-mena. Simak sejarah lengkapnya dalam artikel Museum Nusantara kali ini!
Pengertian Romusha
Daftar Isi
Romusha adalah ungkapan dari bahasa Jepang yang berarti kuli atau tenaga kerja. Tenaga kerja ini dibutuhkan untuk kepentingan Perang Pasifik yang terjadi antara Jepang melawan tentara sekutu dalam Perang Dunia II.
Jika ditelusuri lebih lanjut, Romusha adalah nama barisan pekerja pribumi yang tidak termasuk sebagai angkatan bersenjata di pulau Jawa. Tenaga kerja ini biasanya dipekerjakan di garis belakang medan pertempuran. Masyarakat Indonesia bekerja untuk kepentingan Jepang pada saat itu.
Mengutip dari Ensiklopedia Nasional Indonesia, Romusha adalah sistem kerja paksa yang terjadi pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Para pekerja Romusha bahkan mendapat perlakuan yang jauh lebih buruk daripada kerja rodi pada masa penjajahan Belanda.
Kerja Romusha berlangsung dari tahun 1942 sampai 1945. Para petani diwajibkan untuk menjadi Romusha mulai Oktober 1943 sehingga mayoritas tenaga kerja paksa berasal dari para petani. Tenaga kerja paksa dari Indonesia tidak jarang juga dikirim untuk bekerja di berbagai tempat lain di luar Indonesia.
Jalannya Romusha
Tenaga Romusha berasal dari desa-desa yang terletak di pulau Jawa. Sejak dahulu, pulau Jawa sudah padat penduduk dan menjadi pusat kehidupan Indonesia. Pemerintah kolonial Jepang menjaring tenaga Romusha melalui Kinrohosi (kerja bakti).
Awalnya, masyarakat Indonesia melakukannya dengan sukarela. Seiring berjalannya waktu, Jepang semakin menjadi terdesak dalam Perang Pasifik. Pengerahan tenaga kerja kemudian diserahkan secara penuh pada Romukyokai (panitia pengerahan tenaga kerja) di setiap desa.
Pada saat itu, setiap keluarga diwajibkan untuk menyerahkan satu anak laki-laki untuk berangkat menjadi tenaga Romusha. Hal ini hanya berlaku bagi masyarakat miskin karena pedagang, pejabat dan orang-orang kaya dapat menyogok panitia pengerahan. Biasanya, orang-orang kaya juga dapat membayar warga lainnya supaya menggantikan kewajibannya sebagai Romusha.
Tugas Romusha pada awalnya bersifat sukarela dan berada di sekitar tempat tinggal. Lama kelamaan tenaga kerja ini menjadi sebuah bentuk kerja paksa. Tenaga Romusha diperlakukan dengan kasar dan semena-mena.
Kesehatan yang tidak terjamin, pekerjaan yang sangat berat, dan makanan yang tidak cukup menjadi situasi yang dihadapi para pekerja Romusha. Para Romusha bahkan memakai pakaian yang tidak layak, yaitu pakaian yang terbuat dari karung goni. Bahan karung goni sendiri biasanya menjadi sarang kutu sehingga sangat tidak nyaman jika dipakai manusia.
Jika melihat keadaan tersebut, kalian dapat membayangkan betapa tersiksanya para Romusha. Banyak tenaga Romusha yang meninggal di tempat kerjanya karena kekurangan makan, kecelakaan kerja, kelelahan sampai penyakit. Berita ini tersebar di masyarakat umum sehingga banyak yang takut menjadi Romusha.
Oleh karena ketakutan masyarakat, pemerintah kolonial Jepang menutupi hal tersebut. Mulai tahun 1943, Jepang melakukan kampanye baru yang mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan pekerja dan prajurit ekonomi. Tenaga kerja Romusha digambarkan sebagai prajurit yang berperan banyak terhadap keberhasilan Jepang.
Motif Jepang melakukan Romusha adalah mengumpulkan tenaga kerja sukarela demi memenangkan perang. Banyak sumber daya yang ingin dieksploitasi oleh Jepang seperti padi, batu bara, karet, serta minyak tanah. Jepang memanfaatkan tenaga manusia yang ada untuk kepentingannya sendiri dalam perang melawan sekutu.
Dampak Romusha
Romusha meninggalkan luka yang sangat besar bagi Indonesia. Meskipun Jepang hanya menjajah Indonesia selama kurang lebih 3,5 tahun, kerja Romusha adalah sebuah luka besar dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini menciptakan dampak yang besar bagi Indonesia. Berikut adalah beberapa dampak dari Romusha:
- Keadaan ekonomi di Indonesia mengalami penurunan drastis.
- Pertanian tidak dikelola oleh ahli pertanian.
- Binatang yang berguna untuk pertanian banyak yang dipotong.
- Kurangnya tenaga kerja petani karena banyak petani yang menjadi Romusha.
- Banyaknya penebangan hutan liar untuk dijadikan lahan pertanian
- Penyerahan hasil bumi secara wajib kepada Jepang
- Ketidakpercayaan sesama masyarakat Indonesia
- Kepala desa dan camat menyalahgunakan wewenang dengan memilih orang yang tidak disukai untuk menjadi Romusha
- Banyak masyarakat yang kelaparan dan hidup dalam kekurangan.
- Ketimpangan sosial yang semakin besar.
- Banyak tenaga kerja yang meninggal karena terserang penyakit, kelelahan dan kekurangan makanan.
Tujuan Romusha
Pada awalnya, Romusha adalah tenaga kerja yang setara dengan buruh biasa yang bekerja di perusahaan. Pemindahan tenaga kerja ke luar Jawa bertujuan untuk menciptakan produktivitas di luar Jawa. Mulai tahun 1943, Romusha menjadi sebuah usaha eksploitasi manusia. Berikut adalah tujuan-tujuan dari Romusha:
- Jepang semakin terpuruk dalam Perang Pasifik.
- Setiap angkatan perang Jepang harus memenuhi kebutuhannya sendiri, begitu pula angkatan perang Jepang yang menduduki Indonesia.
- Meningkatkan kekayaan Jepang
- Jepang kekurangan sumber daya manusia untuk membantu Perang Pasifik dengan cara membangun berbagai sarana pendukung.
Mulai saat itu, Romusha bukan menjadi bentuk eksploitasi untuk menambah kekayaan Jepang tapi juga proyek pembangunan yang langsung berkaitan dengan kepentingan perang. Permintaan tenaga kerja semakin tidak terkendali. Setiap laki-laki dan perempuan yang berada dalam usia produktif didaftar dan kemudian berkewajiban untuk berpartisipasi dalam Romusha tanpa terkecuali.
Demikian penjelasan Museum Nusantara tentang sejarah, tujuan serta dampak dari Romusha. Kerja Romusha adalah sebuah peristiwa yang sangat merugikan Indonesia. Kita patut bersyukur karena banyak pengorbanan pada masa itu berguna sampai saat ini. Semoga penjelasan kali ini bermanfaat!
Tidak ada komentar