Sebelum Indonesia merdeka seperti sekarang, masyarakat Indonesia berperang untuk mengusir penjajah yang bertindak semena-mena. Peperangan pernah terjadi di berbagai penjuru wilayah Indonesia. Salah satunya adalah Perang Banjar.
Kali ini, Museum Nusantara akan membahas tentang latar belakang, tokoh, kronologi, tokoh, dan dampaknya. Simak penjelasan lebih lanjutnya hanya di Museum Nusantara!
Latar Belakang Perang Banjar
Daftar Isi
Sultan Sulaiman Al-Mutamidullah sebagai pemimpin Kesultanan Banjar melakukan perjanjian dengan Belanda pada tahun 1817. Di dalam perjanjian tersebut tertulis bahwa Kesultanan Banjar harus menyerahkan beberapa wilayah seperti Sintang, Bakumpai, Mundawali, Tanah Laut, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pasir Kutai, Pigatan, Dayak, dan Sintang.
Perjanjian ini dilanjutkan oleh Sultan Adam Al-Watsiq Billah pada tanggal 4 Mei 1826. Ia juga melakukan perjanjian dengan Belanda sehingga menyisakan wilayah Kesultanan Banjar hanya meliputi Martapura, Hulu Sungai, dan Banjarmasin.
Oleh karena wilayah kekuasaan yang menjadi semakin sempit, kehidupan sosial dan ekonomi Kesultanan Banjar menjadi semakin bermasalah. Setelah Sultan Adam meninggal pada tahun 1857, terdapat tiga kandidat penerusnya, yaitu Pangeran Hidayatullah II, Pangeran Tamjidillah II dan Pangeran Anom. Setiap kandidat memiliki pendukungnya masing masing.
Surat wasiat Sultan Adam mengatakan bahwa Pangeran Hidayatullah II merupakan penerusnya. Di sisi lain, Pangeran Anom mendapatkan dukungan dari Mangkubumi. Selain itu, ada Tamjidillah II yang didukung Belanda dalam perebutan kekuasaan ini.
Kronologi Perang
Seperti yang sudah dikatakan di atas, pengaruh Belanda di Kesultanan Banjar cukup besar, sehingga Pangeran Tamjidillah II yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Banjar. Hal ini memicu perlawanan dari luar istana.
Panembahan Muning, yang pernah mengabdi pada Sultan Adam, melakukan penentangan terhadap keputusan sepihak ini. Panembahan Muning merasa bahwa Pangeran Antasari adalah sosok yang pantas naik takhta. Pangeran Antasari berhak untuk menjadi sultan karena Ia merupakan keturunan Sultan Muhammadillah, salah satu sultan Banjar yang memerintah pada tahun 1759-1761.
Gerakan Aling terkenal dengan sebutan Datu Muning, yang terpusat di Kembayau (Tambai Mekah), tepatnya di daerah Sungai Muning, Kalimantan Selatan. Pangeran Antasari menerima undangan untuk ikut bergabung dalam gerakan ini dan melawan Belanda. Gerakan ini juga didukung oleh Kesultanan Kutai Kartanegara dan Kesultanan Paser.
Pada tanggal 25 April 1859, pasukan Antasari menyerang kawasan tambang batu bara Pengaron. Pasukan Aling juga melakukan serangan yang berhasil membakar tambang dan pemukiman orang-orang Belanda. Hal ini yang memicu terjadinya Perang Banjar
Pangeran Hidayatullah II dan Pangeran Antasari menggunakan strategi gerilya dalam Perang Banjar ini. Alhasil, banyak bangunan penting yang dapat dihancurkan oleh pasukan penentang ini. Pangeran Hidayatullah II dan Pangeran Antasari kemudian mendirikan pemerintahan di daerah pedalaman dengan dukungan orang-orang Banjar dan Dayak.
Pangeran Antasari berhasil menyatukan semangat antara orang Banjar dan Dayak supaya memiliki satu semangat yaitu melawan Belanda. Semangat persatuan rakyat Banjar dan Dayak terikat dengan relasi kekeluargaan dan kekerabatan melalui pernikahan yang menjadi sarana untuk pemersatu solidaritas dalam perlawanan.
Perang Banjar ini menyebabkan pemerintahan di Kesultanan Banjar menjadi semakin kacau. Oleh karena itu, Belanda meminta Sultan Tamjidillah II untuk meletakkan kekuasaannya. Sultan Tamjidillah II mengundurkan diri dan menyerahkan takhta Kesultanan Banjar kepada Belanda. Setelah itu Tamjidillah II diasingkan ke Bogor.
Belanda berusaha membujuk Pangeran Hidayatullah untuk mengisi kekosongan takhta. Tawaran ini ditolak mentah-mentah karena Hidayatullah II tidak ingin menjadi alat dari Belanda. Pangeran Hidayatullah II kemudian dinobatkan menjadi Sultan Banjar oleh para pengikutnya pada September 1859.
Belanda yang mengetahui hal ini kemudian murka dan mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar pada 11 Juni 1860. Pangeran Hidayatullah dengan bantuan Demang Lehman terus melakukan serangan terhadap Belanda dengan strategi gerilyanya, begitu pula dengan pasukan Antasari.
Seiring berjalannya waktu, Perang Banjar semakin mencapai titik puncaknya. Belanda kemudian mengerahkan seluruh pasukannya untuk melawan kekuatan Kesultanan Banjar. Akhirnya, Pangeran Hidayatullah II terdesak dan berhasil ditangkap pada tanggal 28 Februari 1862. Setelah itu, Pangeran Antasari dinobatkan menjadi Sultan Banjar mulai tanggal 14 Mei 1862.
Tokoh Tokoh Perang Banjar
Beberapa tokoh yang terlibat dalam Perang Banjar adalah:
- Pangeran Antasari
- Sunan Kuning
- Tumenggung Surapati
- Panembahan Muning/Aling
- Pangeran Hidayatullah II
- Sultan Muhammad Seman
- Gusti Muhammad Arsyad
- Demang Lehman
- Gusti Acil
- Antung Durrahman
Akhir Perang Banjar
Perang Banjar mulai sampai di titik akhirnya ketika Pangeran Antasari mengidap penyakit keras yang menyerang paru-parunya. Meskipun dalam keadaan sakit, Pangeran Antasari tetap ingin untuk menjadikan Kesultanan Banjar berdaulat. Pangeran Antasari meninggal pada bulan Oktober 1862 dan menitipkan pesan kepada para pengikutnya.
Perang Banjar akan berakhir pada tahun 1906 dengan Kesultanan Banjar mengalami kekalahan. Banyak korban jiwa yang jatuh pada pertempuran ini. Sementara pihak Belanda kehilangan pasukan sekitar lima ribu orang dan dua kapal uap yang tenggelam.
Dampak Perang Banjar
Perang Banjar ini menimbulkan beberapa dampak buruk pada Kerajaan Banjar sendiri, seperti:
Pembubaran Kesultanan Banjar
Dampak pertama adalah Kesultanan Banjar yang harus dibubarkan oleh Belanda. Perlawanan rakyat Banjar belum cukup kuat kepada Belanda. Hal ini dikarenakan senjata yang digunakan masih tradisional. Pada saat itu, persenjataan Belanda jauh lebih canggih daripada milik Indonesia.
Kesultanan Banjar kemudian dibubarkan dengan tujuan menghindari konflik lebih lanjut dan untuk menghindari resiko adanya pemberontakan dari rakyat Kalimantan Selatan, pusat kerajaan Banjar, begitu pula dengan pemerintahan yang ada di bawah kekuasaan Kesultanan Banjar.
Belanda Menguasai Kalimantan
Oleh karena Kesultanan Banjar sudah tidak ada, seluruh sistem pemerintahan berada di bawah kekuasaan Belanda. Masyarakat kembali mengalami penderitaan. Sering terjadi konflik antar masyarakat karena keadaan yang serba kekurangan. Belanda kembali bertindak semena mena dan mengeksploitasi sumber daya di Kalimantan.
Pihak Belanda melakukan eksploitasi sumber daya alam secara besar besaran di Kalimantan. Sumber daya yang diambil meliputi hasil kebun, rempah-rempah, serta pertambangan batu bara. Rakyat menjadi semakin tersiksa dengan keadaan ini.
Baca Juga: Mengenang Perjuangan dalam Monumen Bandung Lautan Api
Demikian penjelasan Museum Nusantara tentang latar belakang, kronologi, tokoh, serta dampaknya. Semoga penjelasan Munus kali ini dapat menambah pengetahuan tentang sejarah Indhttp://museumnusantara/monumen-bandung-lautan-api/onesia!
Tidak ada komentar