Banyak hal yang dilakukan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan serta wilayah kekuasaan. Segala bentuk perjuangan telah ditempuh dimulai dengan perjuangan fisik hingga non-fisik. Konfrontasi fisik yang biasa dilakukan adalah berupa perang sedangkan non-fisik melalui media berupa organisasi dan perjanjian/perundingan. Salah satu perjanjian yang berperan penting dalam menentukan kemerdekaan Indonesia beserta wilayah kekuasaan adalah Perjanjian Linggarjati. Selengkapnya tentang Perundingan Linggarjati dapat anak nusantara simak ulasan di bawah ini.
Sejarah Perjanjian Linggarjati
Daftar Isi
Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara yang berseteru, yaitu Indonesia dan Belanda, dimana Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dan wilayah kekuasaan dari pemerintahan kolonial Belanda. Nama dari peristiwa ini mengadopsi dari nama tempat perundingan itu dilaksanakan, yaitu bertempat di sebuah desa yang asri dan sejuk bernama Linggarjati, Jawa Barat.
Perundingan ini terjadi pada tanggal 11-15 November 1946, namun penandatanganan dari kedua belah pihak tersebut ditunda dan dilaksanakan pada tanggal 25 November 1946 di Istana Rijswijk yang saat ini beralih nama menjadi Istana Negara. Sedangkan tempat perundingan yang diadakan di sebuah rumah di Linggarjati dijadikan sebagai bangunan cagar budaya dan dikenal dengan nama Gedung Perundingan Linggarjati.
Peristiwa perundingan linggarjati sendiri tidak serta merta terjadi tanpa adanya sebab yang melatarbelakangi terjadinya kejadian itu. Sama halnya dengan segala sesuatu yang terjadi pastinya memiliki penyebab atau faktor yang melatarbelakanginya. Berikut sejarah dari perundingan linggarjati dari latar belakang hingga dampaknya bagi Indonesia.
Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggarjati terjadi karena dilatarbelakangi oleh masuknya AFNEI ke Indonesia yang ditunggangi oleh NICA serta penetapan “status quo” di Indonesia oleh Jepang. Kedua hal tersebut menyulut konflik antara Indonesia dan Belanda khususnya dalam masalah kemerdekaan Indonesia. Oleh sebab itu, Inggris yang waktu itu bertanggung jawab atas wilayah Asia diwakili oleh Sir Archibald Clark Kerr untuk menengahi konflik tersebut.
Diplomat Inggris tersebut mengundang pihak Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut tidak berjalan lancar karena Belanda tidak menyetujui permintaan Indonesia untuk mengakui daerah kedaulatan Indonesia yang meliputi Pulau Jawa, Sumatera, dan Madura. Belanda hanya mengakui daerah kedaulatan Indonesia sebatas Pulau Jawa dan Madura.
Diakibatkan konflik yang belum mereda, pada akhir Agustus 1946 Lord Killearn diutus oleh pemerintah Inggris untuk kembali berperan sebagai mediator bagi kedua pihak. Pada 7 Oktober 1946 dilaksanakan perundingan lanjutan yang bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta. Hasil dari perundingan lanjutan tersebut berupa kesepakatan dilaksanakannya gencatan senjata pada 14 Oktober 1946 yang kemudian disusul oleh Perjanjian Linggarjati pada 11 November 1946.
Baca juga: Sejarah G30S PKI: Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu)
Tokoh Perjanjian Linggarjati
Tokoh yang terlibat dalam perundingan Linggarjati merupakan perwakilan dari tiga negara, yaitu Indonesia dan Belanda sebagai pelaku utama dan juga Inggris sebagai mediator. Perwakilan dari pihak Indonesia diketuai oleh Sutan Syahrir dan perwakilan lainnya yakni A K Gani, Susanto Tirtoprojo, serta Mohammad Roem. Sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn yang bertindak sebagai ketua ditemani oleh perwakilan lainnya yaitu Max Von Poll, H J Van Mook, dan F de Baer. Untuk Inggris sebagai penanggung jawab diwakili Lord Killearn.
Hasil Perjanjian Linggarjati
Hasil kesepakatan dari perundingan Linggarjati adalah disepakatinya wilayah kedaulatan Indonesia oleh Belanda yang meliputi Pulau Jawa, Sumatera, dan Madura. Selain itu juga disepakatinya kerja sama antar Indonesia dan Belanda untuk pembuatan Republik Indonesia Serikat yang disingkat menjadi RIS. Lebih jelasnya mengenai isi Perjanjian Linggarjati dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Hasil Perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut.
- Belanda mengakui secara de facto kekuasaan RI atas Jawa, Madura, dan Sumatra. Belanda harus segera meninggalkan daerah de facto paling lambat 1 Januari 1949
- Pemerintah RI dan Belanda bersama-sama membentuk RIS
- Negara RIS dengan Belanda membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ketua ratu Belanda.
Dari isi perundingan Linggarjati mendapat beragam reaksi pro dan kontra dari masyarakat. Hasil perjanjian tersebut dinilai sebagai ketidakmampuan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Hal itu dapat dilihat dari keseluruhan Isi perjanjian yang mana Belanda tetap membayang-bayangi kemerdekaan Indonesia.
Dampak Perjanjian Linggarjati
Setelah dilihat lebih detail perundingan Linggarjati memberi dampak yang signifikan bagi Indonesia. Namun, dampak tersebut tidak hanya berkelud di dampak positif, melainkan juga dampak negatifnya. Seperti halnya sebuah perundingan yang cenderung menguntungkan salah satu pihak, begitulah perundingan Linggarjati yang berakhir dengan lebih menguntungkan pihak Belanda.
Dampak positif yang dirasakan dari kesepakatan perjanjian Linggarjati adalah menguatnya citra Indonesia di mata dunia Internasional. Hal itu disebabkan oleh pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia. Meskipun hanya memiliki wilayah kekuasaan yang tidak begitu luas, namun tetap saja mendapat pengakuan akan kemerdekaan Indonesia secara de facto.
Sedangkan untuk dampak negatifnya juga tersirat di dalam isi Perjanjian Linggarjati. Isi Perundingan Linggarjati merugikan Indonesia sebab keputusannya mengemukakan wilayah Indonesia dengan luas wilayah yang cenderung kecil. Di situ juga terpatri dengan jelas bahwasanya Indonesia belum bisa lepas dari bayang-bayang pemerintahan Belanda. Selain itu, sistem pemerintahan yang harus mengikuti persemakmuran Indo-Belanda semakin memperjelas bahwasanya Indonesia belum terlepas sepenuhnya dari pengaruh Belanda.
Namun demikian, hasil perundingan Linggarjati tidak bertahan lama karena pada tanggal 20 Juli 1947, terhitung empat bulan, Belanda berkhianat. Belanda menyatakan bahwa ia sudah tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggarjati. Melalui kesempatan itu, Belanda menggencarkan serangan militer pada 21 Juli 1947 yang dikenal dengan peristiwa Agresi Militer Belanda I. Berakhirnya kesepakatan Linggarjati yang ditandai dengan Agresi Militer Belanda I merupakan sebab diadakannya Perjanjian Renville.
Kesimpulan
Perjanjian Linggarjati yang merupakan salah satu peristiwa penting dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Perjanjian tersebut terjadi melibatkan dua negara yaitu Indonesia dan Belanda. Hasil dari perjanjian yang cenderung berpusat pada Belanda. Namun, pada akhirnya pengkhianatan pun juga dilakukan oleh Belanda dan berakibat pada terjadinya Agresi Militer Belanda I.
Baca juga: Perjanjian Renville: Diplomasi Berujung Kerugian
Tidak ada komentar