Indonesia mendaulatkan diri sebagai negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945, namun pada kenyataannya Indonesia belum benar-benar merdeka. Hal tersebut dapat dilihat dari campur tangan Belanda yang secara terus-menerus masih ingin menguasai Indonesia kembali. Karena terjadi banyak konflik antar Indonesia dan Belanda, maka jalan yang dipilih oleh keduanya adalah melalui berbagai perundingan secara diplomatik, salah satunya adalah Perjanjian Renville. Pembahasan Munus kali ini adalah mengenai Perundingan Renville mulai dari latar belakang, isi, hingga dampaknya bagi rakyat Indonesia.
Sejarah Perjanjian Renville
Daftar Isi
Sebelum terjadinya Perjanjian Renville, terdapat perjanjian Linggarjati yang diadakan dengan tujuan yang sama yaitu untuk mendapatkan titik temu antara kemauan dari pihak Belanda dan Indonesia. Perjanjian-perjanjian tersebut biasanya dihadiri hanya oleh perwakilan dari masing-masing pihak yang bersangkutan ataupun pihak yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Latar Belakang
Perjanjian Renville adalah perundingan yang terjadi akibat pengkhianatan atau pengingkaran kesepakatan yang dilakukan Belanda terhadap hasil kesepakatan di perjanjian Linggarjati. Berdasarkan hasil perjanjian Linggarjati, daerah Indonesia yang diakui Belanda meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura. Namun, setelah empat bulan dari ditandatanganinya perjanjian Linggarjati tersebut, Belanda menyatakan dirinya sudah tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggarjati.
Bahkan sebelum pernyataan ketidakterikatan tersebut dikemukakan, jauh sebelum itu Belanda sudah mulai menggencarkan aksinya dalam upaya menguasai kembali daerah kedaulatan Indonesia saat itu. Tepat pada tanggal 21 Juli 1947 Agresi Militer Belanda I dilancarkan sehingga menyebabkan konflik kembali memanas antara Indonesia dan Belanda. Konflik yang semakin memanas itu pun mengarahkan pada upaya perdamaian secara diplomasi yaitu pada Perundingan Renville.
Selain itu, untuk menengahi konflik yang ada, Indonesia meminta bantuan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa. Alhasil, PBB membentuk sebuah komisi perdamaian yang terdiri atas tiga negara dan dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Ketiga negara tersebut ditunjuk sebagai penengah yang mewakili masing-masing negara dimana Indonesia memilih Australia, Belanda memilih Belgia, sedangkan Amerika Serikat ditunjuk berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda.
Tokoh Perjanjian Renville
Perundingan Renville diadakan pada tanggal 8 Desember 1947 – 17 Januari 1948. Perundingan Renville diselenggarakan di sebuah kapal perang milik Amerika bernama USS Renville yang saat itu berlabuh di Pelabuhan Jakarta. Seperti yang telah tersurat, nama dari perjanjian ini diambil dari tempat dimana perjanjian ini terjadi. Perundingan ini dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing pihak.
Delegasi Indonesia dalam Perjanjian Renville diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan Johannes Leimena bertindak sebagai wakil. Dan pihak Belanda diwakili oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Sedangkan delegasi dari PBB yang saat itu berlaku sebagai mediator adalah Frank Graham sebagai ketua, Paul Van Zeeland, dan Richard Kirby.
Baca juga: Tan Malaka – Bapak Republik Si Pemikir Kritis
Isi Perjanjian Renville
Selama selang waktu dilaksanakannya perundingan Renville, banyak terjadi perbedaan pendapat yang tidak menemukan titik terang. Akhirnya pada tanggal 17 Januari dicapai suatu kesepakatan yang selanjutnya ditandatangani oleh kedua belah pihak. Isi pokok dari perjanjian ini adalah berkaitan dengan wilayah kedaulatan Indonesia.
Salah satu kesepakatannya menyebutkan tentang daerah kekuasaan Indonesia yang meliputi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera. Selain itu, pernyataan bahwasanya semua TNI haruslah pindah dari daerah yang dikuasai Belanda menuju daerah kedaulatan Indonesia. Hasil Perundingan Renville lebih lengkapnya dapat anak nusantara simak pada gambar berikut.
Dapat dilihat bahwasanya isi dari kesepakatan di Perjanjian Renville tersebut lebih condong kepada pemerintah Belanda. Poin-poin kesepakatan tersebut seakan digunakan untuk mengembalikan kekuasaan Belanda atas Indonesia. Secara gamblang dapat dilihat bahwasanya hasil perundingan Renville lebih banyak menyumbang dampak negatif daripada dampak positif ke Indonesia.
Dampak Perjanjian Renville bagi Indonesia
Seperti yang kita ketahui bahwasanya hasil kesepakatan perjanjian Renville memberikan dampak negatif bagi Indonesia. Mulai dari daerah kekuasaan Indonesia yang semakin sempit dan bukan daerah yang menghasilkan pangan. Untuk daerah yang memiliki sumber daya alam dan penghasil pangan semuanya dikuasai oleh Belanda.
Penguasaan daerah-daerah penghasil pangan merupakan strategi Belanda untuk memblokade perekonomian Indonesia. Belanda melakukan pencegahan untuk masuknya pangan, sandang, serta senjata ke daerah kekuasaan Indonesia. Hal tersebut terjadi karena wilayah Indonesia diapit oleh daerah kekuasaan Belanda.
Hal lain yang paling mempengaruhi Indonesia secara negatif dari isi perjanjian Renville adalah pengusiran prajurit Indonesia dari wilayah pemerintahan Belanda yaitu Jawa Barat ke Yogyakarta. Terdapat ribuan tentara dari Divisi Siliwangi yang berpindah sebagai pelaksanaan dari isi Perundingan Renville. Peristiwa tersebut dikenal sebagai peristiwa Long March Siliwangi, sedangkan para tentara yang berpindah mendapat julukan sebagai Pasukan Hijrah dari para rakyat Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.
Karena dinilai sangat merugikan, maka terdapat banyak penolakan dari berbagai pihak salah satunya yaitu beberapa partai yang menarik dukungannya untuk pemerintah. Selain itu juga Perundingan Renville berakibat pada berakhirnya Kabinet Amir Syarifuddin yang mana mereka dianggap menjual negara Indonesia kepada Belanda. Maka pada 23 Januari 1948 Perdana Menteri Syarifuddin turun dari jabatannya.
Tidak berkaca dari kejadian masa lalu, Belanda lagi-lagi mengingkari perjanjian Renville seperti ia mengingkari Perjanjian Linggarjati. Dengan hasil akhir dari Perundingan Renville yang lebih menguntungkan pihak Belanda, tetapi mereka tetap berlaku menyimpang dari hasil kesepakatan. Tepatnya pada tanggal 18 Desember 1948 jam 06.00 terjadi Agresi Militer Belanda II yang ditandai dengan penerjunan pasukan tentara Belanda di Yogyakarta yang merupakan Ibu Kota Indonesia waktu itu menggunakan pesawat DC-3 Dakota.
Kesimpulan
Perjanjian Renville yang dilakukan oleh Indonesia dan Belanda terjadi karena dilatarbelakangi oleh Pengingkaran kesepakatan Linggarjati yang dilakukan Belanda hingga berujung pada Agresi Militer Belanda I. Hasil kesepakatan dari Perundingan Renville bukannya memakmurkan Indonesia, akan tetapi malah merugikan Indonesia. Mulai dari penyempitan wilayah kedaulatan Indonesia hingga blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda.
Baca juga: Indische Partij: Tombak Pemberontakan Tiga Serangkai
Tidak ada komentar