1. Blog

Perang Puputan Margarana: Latar Belakang, Tokoh, & Kronologi

Halo anak Nusantara! Dalam upaya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, banyak perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Tidak sedikit rakyat Indonesia yang telah berkorban waktu, materi, tenaga, dan bahkan nyawa demi mencapai kemerdekaan. Pada kesempatan kali ini, Munus akan membahas tentang salah satu perang yang cukup terkenal, yaitu Perang Puputan.

Untuk informasi lebih dalamnya, kamu dapat mencari tahu tentang latar belakang dan para tokohnya di sini.

Latar Belakang Perang Puputan

Perang Puputan adalah pertempuran sampai titik darah penghabisan yang dilakukan rakyat Bali terhadap Belanda. Perang Puputan di Bali dikenal juga dengan Pertempuran Margarana, karena perang terakhir terjadi di Desa Margarana.

Perang dilatarbelakangi ketika NICA (Netherlands Indies Civil Administration) atau Belanda datang ke Indonesia dengan membawa Sekutu yang baru mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II dengan maksud untuk melucuti persenjataan tentara Jepang. Kedatangan Belanda ini tidak hanya terjadi di Pulau Jawa saja, tapi juga di Pulau Bali.

Artikel Terkait

    Feed has no items.

Para rakyat serta pejuang di Bali menolak kedatangan Belanda ini. Setelah itu, muncul berbagai perlawanan terhadap Belanda. Oleh karena perlawanan yang semakin besar, Pihak Belanda melakukan perundingan dengan I Gusti Ngurah Rai, Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.

Belanda yang diwakili Letkol J.B.T Konig mengajak I Gusti Ngurah Rai untuk menyelesaikan konflik dengan damai. Perundingan ini ditolak oleh  I Gusti Ngurah Rai, Ia akan tetap melakukan perlawanan jika Belanda masih tetap berada di Bali.

Kronologi Kejadian Perang Puputan

Kejadian Perang Puputan Margarana bermula ketika Keamanan Belanda melakukan patroli di Klungkung pada tanggal 13 sampai 16 April 1908. Raja Klungkung menolak patroli ini karena dianggap melanggar kedaulatan dari Kerajaan Klungkung.

Belanda mengatakan bahwa patroli ini bertujuan untuk mengamankan serta memeriksa tempat penjualan candu, karena pada saat itu perdagangan candu dimonopoli oleh Belanda. Cokorda Gelgel, kerabat dari Raja Klungkung mempersiapkan penyerangan terhadap patroli Belanda tersebut. Patroli tersebut dapat dikalahkan dengan mudah, sebanyak 10 prajurit gugur termasuk pemimpin dari patroli Belanda.

Belanda kemudian melakukan serangan balasan kepada Gelgel. Perlawanan terjadi pada 17 April 1908 ketika Belanda mulai menyerang Gelgel. Raja Klungkung mengirimkan Cokorda Raka Pogog untuk menghentikan pertumpahan darah, tapi hal ini gagal dilakukan dan Cokorda Raka Pogog dicurigai oleh Belanda.

Ilustrasi Perang Puputan (Sumber : Netralnews)

Gelgel mengalami kekalahan pada pertempuran ini. Ditambah lagi, Cokorda Raka Pogog ikut gugur dalam Perang Puputan. Raja Klungkung terus mengirimkan pasukan, tapi tidak ada yang dapat mengalahkan pasukan Belanda. Belanda semakin mendesak Kerajaan Klungkung untuk menyerah tanpa syarat.

Oleh karena Kerajaan Klungkung yang tidak mengindahkan ultimatum tersebut, Belanda akhirnya melakukan bombardir ke istana Gelgel, Satria dan Smarapura selama 6 hari berturut-turut.

Pada tanggal 28 April 1908, perang dimulai. Persenjataan Belanda jauh lebih canggih dibanding persenjataan rakyat Bali, hal ini membuat Belanda dengan mudah menguasai desa Jumpai dan Kusamba. Belanda kemudian menguasai Klungkung. Perlawanan keluarga kerajaan menjadi semakin besar, mereka sudah siap untuk melawan maut demi mengalahkan pasukan Belanda. Meskipun semangat juang yang tinggi, Belanda jauh lebih kuat dengan senapan nya membuat banyak keluarga kerajaan yang gugur di medan perang.

Akhirnya, Klungkung jatuh ke kekuasaan Belanda pada tanggal 28 April 1908. Setelah Kerajaan Klungkung dikuasai, secara otomatis seluruh daerah Bali sudah berada dalam kekuasaan Belanda. Perlawanan raja-raja bali terhadap belanda dikenal dengan sebutan Perang Puputan yang maknanya adalah perang hingga titik darah penghabisan.

Di sisi lain, I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya yang disebut sebagai Ciung Wanara melakukan perjalanan ke Gunung Agung. Saat di tengah perjalanan, pasukan ini dihadang oleh pasukan Belanda di Desa Marga. Pertempuran sengit tak bisa terhindarkan dan terjadi saat itu. 

Pada 20 November 1946, Desa Marga menjadi arena pertempuran yang mencekam dengan bunyi letupan meriam dan senjata. Para pasukan Ciung Wanara berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Belanda tidak mau kalah dan mengeluarkan bom dari pesawat udara untuk menggempur pasukan I Gusti Ngurah Rai.

Pasukan Indonesia berjuang sampai titik darah penghabisan, begitu pula dengan I Gusti Ngurah Rai. Tidak ada pasukan Indonesia yang selamat, semuanya gugur. Peristiwa ini kemudian dikenang dengan nama Perang Puputan Margarana.

Tokoh Perang Puputan

Perang Puputan di Bali dipimpin oleh Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai. Beliau lahir pada 30 Januari 1917 di Desa Carangsari, Kabupaten Badung , Bali. Ia dikenal ketika bersama pasukannya melakukan pertempuran habis-habisan untuk merebut wilayah Bali dari Belanda. Ia meninggal pada tanggal 20 November 1946 dan diangkat sebagai pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali.

Pemerintah menganugerahi I Gusti Ngurah Rai dengan Bintang Mahaputra dan menaikkan pangkatnya menjadi Brigjen TNI Anumerta. Namanya juga dijadikan sebagai nama bandara di Bali.

I Gusti Ngurah Rai (Sumber : Wikipedia)

Dewan Perjuangan Republik Indonesia Sunda Kecil juga membuatkan nisannya bersama anggota pejuang Markas Besar Oemoem lainnya di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Tabanan. Kisah perjuangan dari I Gusti Ngurah Rai juga diabadikan dalam berbagai tulisan. Jasa beliau dan pasukannya sangat besar bagi Indonesia.

Dampak Perang Puputan

Setelah Perang Puputan selesai, dampak dari perang ini adalah Belanda yang dapat menguasai wilayah Bali. Selain itu, juga banyak korban yang gugur selama perang berlangsung. I Gusti Ngurah Rai mengetahui apa yang benar menurutnya. Setiap tetes darah dan nyawa yang dikorbankan oleh para pasukan tersebut, tidak ada yang sia-sia. Perjuangan mereka memberikan semangat kepada para generasi penerus.

Monumen Margarana

Untuk mengenang Perang Puputan Margarana, Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana dibangun  di desa Marga. Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Lokasinya berjarak sekitar 25 km dari Kota Denpasar. Peristiwa tersebut terjadi tepat di depan monumen ini berdiri.

Luas dari Monumen Margarana adalah sekitar 9 hektar. Bangunan terbagi dalam bagian hulu, tengah dan hilir. Konsep ini mengikuti konsep dari Tri Mandala. 

Bagian hulu memiliki ukuran seluas 4 hektar. Kompleks bangunan ini terdiri dari kompleks bangunan suci dengan nama Taman Pujaan Bangsa. Di dalam Taman Pujaan Bangsa terdapat Candi Pahlawan Margarana setinggi 17 m. Candi ini dihiasi dengan isi surat jawaban dari I Gusti Ngurah Rai kepada Belanda. 

Monumen Margarana (Sumber : Wikipedia)

Sisi barat candi terdapat sebuah Gedung Sejarah yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda peninggalan pada masa Perang Puputan terjadi. Sedangkan di bagian selatan gedung sejarah, terdapat Taman Suci yang berfungsi untuk menyucikan diri wisatawan ketika akan berziarah.

Selain itu, juga terdapat Patung Panca Bakti yang terletak di sebelah selatan tempat upacara. Patung ini menggambarkan persatuan dari seluruh rakyat Indonesia dalam menuju kemerdekaan.

Sebuah taman juga berada di bagian hulu. Taman tersebut bernama Taman Bahagia. Taman yang terletak di sebelah timur laut Candi Pahlawan Margarana ini adalah kompleks makam bagi para pejuang yang gugur dalam perlawanan yang terjadi di Bali. Kompleks pemakaman ini terdiri dari 1.372 nisan para pejuang Bali.

Bagian tengah kompleks Monumen Margarana diisi dengan Taman Seni Budaya. Taman ini berisi warung kopi, Wantilan (balai khas Bali), dan toko souvenir. Dapat dibilang, bagian tengah adalah tempat bagi para wisatawan untuk rehat atau bersantai saat mengunjungi monumen ini.

Pada bagian hilir monumen, terdapat Taman Karya Alam. Area ini memiliki luas sekitar 4 hektar. Rencananya pada area ini akan dibangun Bumi Perkemahan Remaja.

Baca Juga : Sejarah Peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang

Demikian penjelasan Munus mengenai Perang Puputan. Meskipun perang ini menelan korban jiwa yang sangat banyak, perjuangan mereka tidaklah sia-sia. Para pejuang mewariskan kehidupan yang lebih baik kepada kita, para penerus bangsa.

Tidak ada komentar

Komentar untuk: Perang Puputan Margarana: Latar Belakang, Tokoh, & Kronologi

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    ARTIKEL TERBARU

    Sejarah wayang  orang sriwedari sudah terbilang sangat panjang. Wayang orang sriwedari sudah melakukan pentas secara tetap pada tahun 1911. Selain menampilkan cerita pewayangan, wayang orang sriwedari juga memiliki segmen khusus yang biasanya membahas isu-isu sosial yang sedang umum dibicarakan. Buat kamu yang masih belum tahu tentang sejarah wayang orang sriwedari, yuk simak artikel ini sampai […]
    Gamelan Banyuwangi merupakan salah satu alat musik tradisional yang mengiringi tari gandrung dan mendapatkan pengaruh dari Jawa, Bali, dan Eropa. Hal ini membuat sejarah gamelan Banyuwangi menarik untuk dikupas tuntas. Oleh karena itu, simak pembahasan selengkapnya melalui artikel berikut ini.  Sejarah Gamelan Banyuwangi Gamelan Banyuwangi adalah bentuk seni gamelan yang berasal dari daerah Blambangan atau […]

    Trending

    Kebanyakan masyarakat lebih mengenal Nusa Penida, sebagai kawasan wisata alamnya yang terletak di tenggara Bali. Ternyata, Kawasan ini menyimpan kekayaan sejarah yang tak kalah menarik dengan keindahan alamnya yang memukau. Dengan membaca artikel ini, kamu bukan hanya sekadar menambah pengetahuan saja, namun sekaligus menyusuri peristiwa masa lalu di Nusa Penida. Legenda dan Mitos Nusa Penida […]
    Wayang Golek adalah seni pertunjukan tradisional Indonesia yang menggunakan boneka kayu untuk memerankan cerita-cerita yang berasal dari berbagai sumber, termasuk epik Hindu, seperti Ramayana dan Mahabharata, serta cerita-cerita lokal dan agama.  Wayang Golek tidak hanya menunjukkan seni pertunjukan tradisional Indonesia, tetapi juga menjadi simbol penting dalam melestarikan identitas budaya bangsa. Untuk memberi pemahaman mendalam terkait […]
    Di antara ragam wayang di budaya Nusantara, sejarah wayang purwa menonjol sebagai yang tertua dan paling populer. Dikenal sebagai wayang tertua di Indonesia, wayang kulit ini telah memikat hati masyarakat selama berabad-abad.  Popularitasnya tak lepas dari dukungan etnis Jawa yang mendominasi Indonesia. Tak heran, jika sekilas mendengar kata wayang, ingatan kita langsung tertuju pada wayang […]