Perjuangan Indonesia melawan penjajah berlangsung selama 3,5 abad. Bahkan setelah merdeka, Indonesia masih harus melewati berbagai permasalahan wilayah dan kekuasaan. Salah satu upaya untuk memperjuangkan kemerdekaan adalah Perjanjian Roem Royen.
Pada kesempatan kali ini, Museum Nusantara akan membahas tentang latar belakang, tokoh, isi, serta dampak dari Perjanjian Roem Royen. Simak informasi selengkapnya di bawah ini!
Sejarah Perjanjian Roem Royen
Daftar Isi
Perjanjian Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang berlangsung dari 17 April 1949 dan ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta (saat itu masih bernama Batavia). Nama perjanjian ini berasal dari nama kedua pemimpin delegasi, pemimpin delegasi Indonesia bernama Mohammad Roem dan pemimpin delegasi Belanda bernama Herman van Roijen.
Perjanjian ini bertujuan untuk menyelesaikan berbagai masalah terkait kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar yang berlangsung di Den Haag, Belanda pada tahun 1949. Pemerintah Indonesia mempertegas sikapnya untuk menunjukkan bahwa Republik Indonesia memiliki kedaulatan dan Yogyakarta termasuk bagian dari Indonesia.
Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Perjanjian ini dilatarbelakangi oleh beberapa perjanjian sebelumnya yang tidak menghasilkan keuntungan bagi Indonesia. Sebelum Roem-Royen, Indonesia sudah melakukan perjanjian Renville pada tahun 1948 dan perjanjian Linggarjati pada tahun 1946. Perjanjian Renville hanya membuat kerugian bagi Indonesia karena wilayah kedaulatannya menjadi semakin kecil.
Bahkan, pihak Belanda yang diuntungkan juga memutuskan perjanjian secara sepihak dan tidak lagi terikat dengan perjanjian tersebut pada tanggal 1 Desember 1948. Setelah itu Belanda menyerang ibukota Indonesia yang saat itu masih di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember. Peristiwa penyerangan tersebut kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.
Tidak hanya itu, pihak Belanda juga menangkap dan menawan Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Moh Hatta. Tindakan Belanda ini mendapat kecaman dari dunia Internasional. Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB bertindak dengan memerintahkan Indonesia dan Belanda untuk menghentikan operasi militernya pada 4 Januari 1949. United Nations Commission for Indonesia (UNCI) kemudian membawa perwakilan dari Indonesia dan Belanda untuk melakukan perundingan pada tanggal 17 April 1949.
Tokoh Perjanjian Roem Royen
Terdapat berbagai tokoh yang terlibat dalam perjanjian ini. Perwakilan Indonesia dipimpin oleh Mohammad Roem dan Perwakilan Belanda dipimpin oleh Herman van Roijen. Berikut adalah nama tokoh-tokoh lain yang terlibat:
Perwakilan Indonesia
- Ali Sastroamidjojo
- Sri Sultan Hamengkubuwono IX
- Johannes Leimena
- Abdul Kareem Pringgodigdo
- Johannes Latuharhary
- Supomo
- Ir. Juanda
- Mohammad Hatta
Perwakilan Belanda
- Blom
- van Hoogstratenden
- Van
- Gede
- P. J. Koets
- Jacob
- Gieben
Perwakilan UNCI
- Herremans (Belgia)
- Merle Cochran (Amerika Serikat)
- Critchley (Australia)
Isi Perjanjian Roem Royen
Inti dari perjanjian adalah untuk menyatakan kesediaan kedua belah pihak untuk berdamai. Pihak delegasi Indonesia menyatakan kesediaan sebagai berikut:
- Mengeluarkan perintah kepada angkatan perang untuk menghentikan perang gerilya.
- Bekerjasama dengan Belanda dalam upaya mengembalikan perdamaian serta menjaga ketertiban dan keamanan.
- Berpartisipasi dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda dengan tujuan tanpa syarat apapun.
Pihak delegasi Belanda sendiri menyatakan ketersediaan untuk melakukan hal-hal berikut:
- Mengembalikan pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta sebagai ibukota negara.
- Membebaskan semua tahanan politik dan menghentikan pergerakan militer
- Tidak mendirikan atau mengakui negara bagian yang ada di daerah kekuasaan Republik Indonesia dan tidak melakukan perluasan wilayah.
- Menyetujui berdirinya Republik Indonesia sebagai salah satu bagian dari Republik Indonesia Serikat.
- Melaksanakan Konferensi Meja Bundar dalam waktu dekat setelah pemerintah sudah kembali ke Yogyakarta.
Keputusan yang didapatkan dari kedua belah pihak adalah:
- Kedaulatan diserahkan pada Indonesia tanpa syarat apapun sesuai perjanjian Renville pada tanggal 8 desember 1947
- Belanda dan Indonesia akan bekerja sama dengan mendirikan sebuah persekutuan berdasar rasa sukarela dan persamaan hak
- Pemerintah Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban pada Republik Indonesia
Dampak Perjanjian Roem Royen
Sebagai bentuk tindak lanjut dari perjanjian Roem-Royen, Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal atau BFO, Belanda dan Indonesia mengadakan sebuah perundingan formal pada tanggal 22 Juni 1949 yang diawasi oleh Critchley dari Australia. Perundingan formal ini menghasilkan beberapa dampak sebagai berikut:
- Pemerintahan Republik Indonesia akan dikembalikan ke Yogyakarta pada tanggal 24 Juni 1949.
- Pasukan Belanda ditarik mundur dari kawasan Yogyakarta.
- TNI akan mengamankan ibukota terlebih dahulu sebelum pemerintahan Republik Indonesia kembali.
- Soekarno – Hatta dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta
Selain itu, Belanda dan Indonesia juga akan membahas lebih lanjut tentang pemindahan kekuasaan serta perjanjian damai antara Indonesia dan Belanda.
Setelah Soekarno dan Moh. Hatta kembali dari pengasingan menuju Yogyakarta, Kabinet Hatta mengesahkan perjanjian ini dan mengangkat Sjafruddin Prawiranegara untuk menjabat sebagai presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Posisi sebagai presiden kemudian kembali diberikan kepada Soekarno pada tanggal 22 September 1948. Gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda kemudian dimulai di Pulau Jawa dan Sumatra, sehingga menyisakan masalah Papua yang masih dikuasai Belanda.
Baca juga: Perjanjian Linggarjati: Awal Menguatnya Citra Indonesia
Demikian pembahasan Museum Nusantara tentang latar belakang, isi, tokoh yang terlibat dan dampak dari Perjanjian Roem Royen. Semoga artikel Munus kali ini dapat membantu serta menambah wawasan kalian!
Tidak ada komentar