Jawa Tengah merupakan daerah di Indonesia yang identik dengan keraton kesultanan, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Akibatnya, banyak aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa Tengah yang terpengaruh oleh sistem kesultanan tersebut, salah satunya adalah mengenai pakaian adat. Pakaian adat Jawa Tengah memiliki ikatan yang erat dengan nilai-nilai keraton kesultanan sehingga memiliki nilai filosofis tersendiri. Munus telah merangkum informasi mengenai baju adat Jawa Tengah sebagai berikut
Elemen Pakaian Adat Jawa Tengah
Daftar Isi
Berasal dari daerah Jawa, baju adat Jawa ini pun memiliki nama yang yang asal katanya juga berasal dari bahasa Jawa. Baju tradisional Jawa Tengah ini memiliki banyak variasi mulai dari pakaian bagian atas hingga bagian bawah. Variasi dari pakaian tradisional tersebut tentunya juga tidak luput dari makna filosofis yang tertanam di dalamnya. Beberapa nama nama elemen pakaian tersebut diantaranya.
Surjan
Surjan berasal dari kata Siro dan Jan yang memiliki arti “pelita”. Pakaian ini berasal dan dipopulerkan dari salah satu Wali Songo yaitu, Sunan Kalijaga. Baju tradisional ini sudah dipakai sejak masa kerajaan Mataram Islam.
Aspek kereligiusan dari pakaian adat ini dapat dilihat dari modelnya. Dimana terdapat enam kancing di bagian kerah yang menyimbolkan rukun iman yang berjumlah enam poin. Selain itu, dua kancing di bagian dada kiri dan kanan melambangkan dua kalimat Syahadat. Sedangkan pada bagian dada bawah perut terdapat tiga kancing tersembunyi yang memiliki makna pengendalian hawa nafsu
Beskap
Termasuk sebagai salah satu varian dari atasan Jawi Jangkep, Beskap telah lama dikenal semenjak Kerajaan Mataram akhir abad ke-18. Pakaian tradisional ini sendiri dipakai secara terpisah tidak seperti Jawi Jangkep yang sepasang dengan bawahannya. Model dari beskap yaitu berbentuk kemeja lipat tapi pada bagian kerahnya tidak terlipat dan tidak memiliki motif atau polos.
Selain itu, Beskap juga mempunyai dua bagian kancing pada kanan dan kiri dengan model dikancingkan menyamping. Serta pada bagian belakang sengaja dibuat lebih pendek sebagai tempat untuk meletakkan sekaligus memperlihatkan keris.
Batik
Berasal dari bahasa jawa, batik diambil dari kata babat soko sak tithik yang artinya penyelesaian suatu pekerjaan sedikit demi sedikit. Pendapat lain mengatakan bahwa kata batik berasal dari amba yang berarti “lebar” dan matik “membuat titik”. Batik Jawa Tengah identik dan dominan berwarna coklat serta bercorak geometri seperti yang dipakai oleh abdi dalem kesultanan. Pada tanggal 2 Oktober 2009 pengakuan UNESCO bahwa batik merupakan warisan budaya Indonesia dan di tanggal itu juga ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.
Kebaya
Pakaian adat Jawa Tengah yang dipakai perempuan disebut dengan Kebaya. Kebaya biasanya terbuat dari kain tipis yang memperlihatkan kulit dari si pemakai. Baju adat ini digunakan sebagai atasan dan dikombinasikan dengan kain jarik sebagai bawahan. Kain jarik sendiri adalah kain batik yang difungsikan sebagai bawahan atau rok.
Baca juga: Batik Danar Hadi, Museum dengan Ribuan Batik Warisan Budaya
Blangkon
Berfungsi sebagai pelengkap pakaian adat Jawa Tengah yang terbuat dari kain dengan motif larik yang diikat lalu dibundel sehingga membentuk tonjolan. Ikatan tersebut dilakukan sebanyak dua kali. Makna dari dua ikatan tersebut merujuk pada dua kalimat Syahadat.
Nama-nama Pakaian Adat Jawa Tengah
Pakaian adat Jawa Tengah memiliki beberapa varian model. Pada setiap jenisnya memiliki kegunaan yang berbeda. Pakaian adat tersebut juga digunakan pada kesempatan yang berbeda tergantung tujuan pemakaiannya.
Jawi Jangkep
Baju tradisional yang satu ini telah resmi diakui sebagai aset Provinsi Jawa Tengah yang berasal dari Kesunanan Surakarta. Kental akan model khas keraton membuat pakaian adat ini memiliki penggemarnya tersendiri. Busana adat ini memiliki dua variasi, Jawi Jangkep Padintenan dan Jawi Jangkep.
Jawa jangkep identik dengan warna hitam legam yang biasanya khusus dipakai untuk pergi ke acara resmi. Sedangkan untuk Jawa Jangkep Padintenan memiliki warna atasan dengan banyak variasi warna. Penggunaan Jawa Jangkep Padintenan pun lebih fleksibel, bisa digunakan sebagai pakaian sehari-hari dan terkesan lebih santai.
Kanigaran
Kanigaran memiliki kaitan erat dengan paes ageng kanigaran yang dipakai khusus untuk pengantin bangsawan keraton kesultanan Yogyakarta. Penggunaannya yang dibatasi hanya kepada bangsawan kerajaan menegaskan bahwa pakaian adat ini sangat sakral. Namun, seiring berkembangnya zaman, Sultan Hamengkubuwono IX memperbolehkan rakyat untuk memakainya dengan tujuan pelestarian budaya.
Busana adat ini menggunakan bahan beludru pada atasannya. Bawahannya menggunakan bentuk kain dodot atau biasa disebut kampuh. Kanigaran sendiri memiliki banyak peminat dikarenakan nilai filosofis yang erat bersanding dengannya.
Salah satu bagian yang memiliki banyak nilai filosofis adalah pada riasan wajah dan dahi. Sebagai contoh yaitu penunggul yang mana adalah bentuk paes yang berada di tengah dahi yang bermakna sesuatu paling unggul, paling baik, dan paling besar. Bentuk ini sebagai pengharapan agar kedua pengantin menjadi manusia yang unggul.
Basahan
Sama halnya dengan kanigaran, baju adat basahan identik dengan busana dan riasan pengantin. Baju khas ini merupakan salah satu warisan budaya Kerajaan Mataram yang pada zaman dahulu dipakai pada saat upacara. Untuk memakai pakaian adat ini tidak memerlukan luaran, hanya menggunakan kemben dan bagian atasnya dibiarkan terbuka. Untuk dandanan dan aksesoris menggunakan barang-barang yang serupa dengan kanigaran.
Kesimpulan
Memakai pakaian tradisional bukanlah suatu hal yang memalukan di masa sekarang ini. Meskipun banyak bertebaran mode-mode pakaian terbaru, sebaiknya kita tetap berusaha untuk melestarikan budaya berupa pakaian adat dengan cara memakainya. Janganlah kita menunggu pihak lain membuat pengakuan tentang budaya Indonesia, baru kita juga ikut mengakuinya.
Baca juga: Pakaian Adat Aceh: Perpaduan Islam, Melayu, dan Cina
Tidak ada komentar