Indonesia memiliki banyak sekali tarian tradisional. Beberapa tarian masih dipentaskan sampai saat ini. Salah satunya adalah tari Gandrung. Kali ini, Museum Nusantara akan membahas lebih dalam tentang sejarah, keunikan, fungsi, serta makna dari tarian satu ini. Yuk, simak informasi selengkapnya di bawah ini!
Sejarah Tari Gandrung
Daftar Isi
Tari Gandrung berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Tarian ini sudah dipentaskan sejak ratusan tahun yang lalu. Tarian asli Banyuwangi ini berasal dari kebudayaan Suku Osing. Fungsi tari Gandrung sendiri adalah sebagai ucapan rasa syukur atas panen hasil pertanian. Pementasan tari tradisional ini dibawakan oleh penari pria dan perempuan. Penari perempuan bernama penari Gandrung, sedangkan penari laki-laki disebut Pemaju atau Paju.
Tari ini sudah ada sejak ibu kota Blambangan berdiri yang menggantikan ibu kota sebelumnya bernama Ulu Pangpang. Dalam sejarah dikatakan bahwa tarian ini pertama kali dibawakan oleh seorang pria bernama Masran. Masran sering berkeliling ke desa sekitar Blambangan untuk menari dengan iringan musik. Masran dan pemain musiknya biasanya mendapatkan imbalan dalam bentuk beras dan hasil bumi setelah mementaskan tarian yang kemudian akan dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Seiring berjalannya waktu, tarian Gandrung mulai dipentaskan oleh perempuan juga. Saat ini, citra tari Gandrung menjadi sebuah tarian yang sering dibawakan oleh perempuan. Perubahan ini berkaitan dengan kisah seorang gadis bernama Semi. Dalam sejarah dikisahkan bahwa Semi hidup pada tahun 1895 dan pada saat itu mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Ibunya yang bernama Mak Midah kemudian bersumpah “Jika Semi sembuh, maka Semi akan dijadikan Seblang atau penari”. Setelah bersumpah demikian, Semi kemudian sembuh dari penyakitnya. Mak Midah memenuhi sumpahnya dan menjadikan Semi seorang penari. Semi adalah cikal bakal dari penari Gandrung perempuan. Hal ini kemudian diikuti oleh adik-adik Semi.
Pada awal mulanya, penari Gandrung hanya berasal dari keturunan penari-penari sebelumnya. Mulai pada tahun 1970-an, tari Gandrung semakin banyak diminati sehingga banyak perempuan yang menarikannya. Di sisi lain, penari laki-laki Gandrung menghilang. Sampai saat ini, tari Gandrung masih menjadi identitas utama dari Banyuwangi.
Keunikan Tari Gandrung
Keunikan tari Gandrung sendiri dapat kamu lihat melalui tata busana yang khas. Tarian ini memiliki busana yang berbeda dengan tarian tradisional di Jawa lainnya karena adanya pengaruh kebudayaan Bali dalam tarian ini. Selain dampak dari letak geografisnya yang tidak jauh dari Bali, daerah Banyuwangi sendiri dahulu termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Blambangan (Bali).
Baju yang dipakai untuk Gandrung berupa beludru berwarna hitam yang dihiasi dengan ornamen kuning keemasan, manik-manik berwarna mengkilat yang berbentuk leher botol serta melilit bagian leher sampai dada. Bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Bagian leher penari dihiasi dengan ilat-ilatan untuk menghias bagian atas tubuh.
Lengan penari menggunakan hiasan berupa kelat bahu yang terpasang di masing-masing lengan. Bagian pinggang diberi hiasan berupa ikat pinggang dan sembong yang dihiasi kain warna-warni. Tentu saja, penari Gandrung menggunakan selendang layaknya penari-penari lainnya, perbedaannya selendang penari Gandrung dikenakan di bagian bahu.
Penari mengenakan sebuah hiasan berupa mahkota pada bagian kepala, Mahkota ini bernama Omprok dan terbuat dari kulit kerbau yang diberikan ornamen emas dan merah. Omprok ini juga memiliki ornamen dengan bentuk tokoh Antasena. Ornamen ini akan terlihat seolah melilit mahkota layaknya ular. Ornamen Antasena ini sebelumnya tidak melekat pada bagian Omprok, tapi seiring berjalannya waktu ornamen ini langsung melekat pada Omprok.
Selain itu, Omprok juga memiliki ornamen berwarna perak yang membuat wajah penari berbentuk bulat seperti telur dan terdapat tambahan ornamen bunga yang disebut Cunduk Mentul. Untuk menambah kesan magis, Omprok bahkan sampai dipasang hio.
Penari Gandrung menggunakan bawahan berupa kain batik dengan bermacam corak. Corak yang paling banyak dipakai adalah batik dengan corak gajah oling, atau corak tumbuhan dengan belalai gajah yang menjadi ciri khas dari Banyuwangi. Sebelumnya penari Gandrung tidak memakai kaus kaki dalam pertunjukannya, setelah tahun 1930-an penari Gandrung memakai kaus kaki dalam setiap pertunjukkan.
Makna Tari Gandrung
Makna dari tari Gandrung adalah rasa syukur dari masyarakat Banyuwangi atas berkah panen yang sudah diberikan. Secara arti sendiri, Gandrung berarti terpesona. Nama ini memiliki artian bahwa masyarakat Banyuwangi terpesona dengan sosok Dewi Sri yang terkenal sebagai dewi padi dan membawa kesejahteraan pada umat manusia. Ungkapan syukur tersebut kemudian menjadi sebuah bentuk hiburan berupa tarian.
Musik Pengiring Tari Gandrung
Tentu saja sebagai tari tradisional, tarian Gandrung memerlukan iringan. Beberapa musik pengiringnya adalah kempul atau gong, satu buah kluncing atau triangle, biola, kendang, dan kethuk. Biasanya, beberapa pentas juga menambahkan pengiring seperti saron Bali, rebana, angklung, bahkan keyboard electric sebagai bentuk kreasi musik pengiring tarian satu ini.
Baca juga: Pola Tari Gending Sriwijaya, Sejarah, Makna, & Fungsi
Demikian pembahasan Museum Nusantara mengenai sejarah, makna, fungsi, dan keunikan dari tari Gandrung. Jika kamu tertarik untuk melihatnya secara langsung, kamu dapat mengunjungi daerah Banyuwangi. Semoga penjelasan kali dapat bermanfaat untuk kalian!
Tidak ada komentar