Jalan Anyer-Panarukan merupakan salah satu bukti nyata bahwa masyarakat Indonesia pernah bekerja secara paksa dan menderita dalam pemerintahan kolonial, tapi hal ini juga tidak sepenuhnya benar. Kerja Rodi merupakan salah satu kebijakan yang cukup merugikan masyarakat Indonesia.
Pada kesempatan kali ini, Museum Nusantara akan membahas lebih jauh tentang kebenaran kerja paksa yang dilaksanakan pemerintah kolonial Belanda ini. Simak artikel Munus kali ini!
Sejarah Kerja Rodi
Daftar Isi
Sejarah kerja Rodi bermula ketika Louis Napoleon memberi perintah kepada Herman Willem Daendels untuk menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 1 Januari 1808. Herman Willem Daendels mengemban tugas untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris serta mengatur pemerintahan kolonial di Indonesia.
Sebelum kedatangan Daendels, Inggris ternyata sudah menguasai beberapa daerah kekuasaan Belanda sebelumnya, seperti Sumatera, Banda, dan Ambon. Oleh karena keadaan yang kurang menguntungkan ini, Ia kemudian membuat langkah untuk meningkatkan jumlah tentara yang terdiri dari warga Indonesia, membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya, membangun benteng-benteng pertahanan, serta membuat jalan raya dari Anyer sampai Panarukan sepanjang 1.100 km.
Untuk melaksanakan pembangunan tersebut, Daendels pun menerapkan sistem kerja paksa atau yang juga dikenal sebagai kerja rodi. Ia menggerakkan ribuan masyarakat Indonesia untuk membangun jalan Anyer-Panarukan. Langkah ini merupakan salah satu cara Daendels untuk mencegah Inggris menguasai pulau Jawa.
Penerapan Kerja Rodi
Pencetus kerja rodi adalah Daendels. Daendels melancarkan kerja paksa tersebut supaya masyarakat Indonesia mau bekerja untuk kepentingan Kerajaan Perancis. Ia mempersiapkan dan membangun pulau Jawa supaya siap ketika diserang oleh Inggris. Oleh karena itu, Daendels membawa pengaruh yang besar dalam bidang keamanan, pertahanan, dan administrasi.
Dalam bidang pertahanan, Daendels membangun beberapa benteng pertahanan baru dan membangun beberapa pangkalan laut di daerah Anyer dan Ujung Kulon. Sayang sekali, pembangunan pangkalan laut di Ujung Kulon tidak berhasil.
Daendels juga meningkatkan kekuatan tentara serta membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan dengan jarak sejauh 1100 km. Oleh karena hal ini, citra Daendels berubah menjadi pemimpin bertangan besi.
Pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan semata-mata bukan hanya untuk pertahanan dan keamanan saja. Pembangunan ini juga bertujuan untuk meningkatkan laju ekonomi di Hindia Belanda, terutama pulau Jawa. Fasilitas jalan sepanjang 1100 km memungkinkan komoditas bumi untuk diangkut dari wilayah pedalaman ke daerah pantai atau pelabuhan dengan waktu yang jauh lebih singkat.
Sebenarnya Daendels membayar para pekerja dengan uang sebesar 30.000 Ringgit, tapi upah pekerja ini tidak pernah sampai ke tangan para pekerja tersebut. Ketika pembangunan berlangsung, banyak korban berjatuhan dan tidak sedikit yang sampai meninggal, terlebih lagi lokasi pembangunan yang penuh dengan nyamuk malaria.
Seorang sejarawan bernama Djoko Marihandono mengatakan bahwa sebenarnya Daendels sudah menyiapkan 30.000 Ringgit untuk upah serta makanan bagi para mandor dan pekerja. Upah tersebut disalurkan melalui residen dan bupati, tapi uang tersebut akhirnya dikorupsi oleh para bupati sehingga para pekerja tidak mendapatkan upah.
Tujuan Kerja Rodi
Terdapat beberapa tujuan mengapa Daendels melaksanakan Kerja Rodi, antara lain:
- Membangun pangkalan angkatan laut
- Membuat jalan raya mulai dari Anyer sampai Panarukan sepanjang 1100 km
- Membangun pangkalan militer untuk melatih masyarakat Indonesia menjadi militer
Dampak Kerja Rodi
Kerja Rodi ini membuat masyarakat Indonesia sengsara. Banyak korban jiwa berjatuhan selama pemberlakuan sistem kerja paksa satu ini. Tidak hanya itu, kerap kali para pekerja juga diperlakukan secara kasar dan di luar perikemanusiaan. Pembangunan Jalan Anyer-Panarukan memakan korban jiwa sampai sekitar 12.000 jiwa.
Selain dampak negatif, kerja paksa ini juga memiliki dampak positif seperti rakyat mengenal jenis tanaman baru lengkap dengan cara pengolahannya dan banyaknya pembangunan infrastruktur baru yang menopang kehidupan masyarakat supaya lebih maju.
Kebijakan Lain Masa Pemerintahan Daendels
Selain melakukan kerja paksa, Daendels juga memberlakukan kebijakan-kebijakan lainnya, antara lain:
- Pegawai pemerintahan dilarang untuk melakukan kegiatan perdagangan dan digaji tetap.
- Dilarang menyewa desa kecuali untuk memproduksi garam, gula, dan sarang burung.
- Masyarakat harus menyerahkan pajak berupa hasil bumi (contingenten)
- Masyarakat harus menjual hasil bumi kepada pemerintah dengan harga yang sudah ditetapkan
- Pemerintah berhak untuk menjual tanah rakyat kepada pihak swasta
- Daerah Priangan wajib menjadi tempat untuk menanam kopi (Preanger stelsel).
Perbedaan Kerja Paksa Rodi dan Kerja Paksa Romusha
Kebijakan kerja paksa pernah terjadi dua kali di Indonesia pada masa penjajahan, yaitu Romusha dan Kerja Rodi. Kedua kerja paksa ini berbeda dan terjadi pada masa yang berbeda. Kerja Rodi adalah kerja paksa yang terjadi pada masa penjajahan Belanda, sedangkan Romusha terjadi pada masa penjajahan Jepang.
Jika kerja paksa rodi masyarakat pribumi bekerja untuk membangun infrastruktur atau membangun pertahanan pulau Jawa, Romusha menggunakan tenaga manusia pribumi untuk bekerja secara sukarela di berbagai penjuru tempat di Indonesia, bahkan sampai di bawa ke jajahan Jepang lainnya.
Baca Juga: Herman Willem Daendels & Kebijakannya yang Kontroversial
Demikian pembahasan Museum Nusantara mengenai sejarah, penerapan, tujuan, serta dampak dari Kerja Rodi. Kerja paksa ini memiliki sisi pro kontranya sendiri karena terdapat sumber yang mengatakan bahwa upah yang seharusnya diberikan ternyata dikorupsi oleh para residen. Banyak korban jatuh karena keserakahan dari para petinggi Indonesia. Semoga penjelasan kali ini bermanfaat dan kalian dapat mengamalkan nilai nilai yang ada dalam artikel ini!
Tidak ada komentar