Ketika kita kembali mengenang momen proklamasi kemerdekaan Indonesia, tidak lekang dari nama besar Achmad Soebardjo yang merupakan salah satu tokoh perumus naskah Proklamasi. Sejak masa sekolah, beliau sudah aktif dalam berbagai pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pahlawan kita ini telah menorehkan banyak jasa hingga kita bisa menikmati kemerdekaan sampai saat ini. Berikut ulasan Munus tentang biografi Achmad Soebardjo dari lahir hingga wafatnya.
Biografi Achmad Soebardjo
Daftar Isi
Berikut biografi Achmad Soebardjo yang telah Munus rangkum secara singkat mulai dari kelahiran, pendidikan, hingga perjuangannya:
Kelahiran
Achmad Soebardjo memiliki nama lengkap Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Ia lahir dari seorang ayah keturunan bangsawan dari Aceh bernama Teuku Muhammad Yusuf dan seorang ibu bernama Wardinah pada tanggal 18 Maret 1896. Ketika lahir, sang ayah memberinya nama Teuku Abdul Manaf sesuai dengan budaya Aceh, namun sang Ibu menginginkan nama lain yaitu Achmad Soebardjo yang menjadi namanya saat ini.
Ayahnya menjabat sebagai kepala pemerintahan (sekretaris kecamatan) dan ibunya merupakan seorang putri dari Camat Cirebon. Ia juga memiliki tiga saudara yang masing-masing bernama, Siti Chadijah, Siti Alimah dan Abdurakhman.
Pendidikan
Pada saat itu, sekolah belanda merupakan sekolah elite yang menjadi pilihan seorang pejabat untuk menyekolahkan anaknya. Status Soebardjo sebagai anak kepala pemerintahan memberinya hak untuk bersekolah di sekolah belanda. Namun karena di Karawang belum ada sekolah belanda, ia harus dikirim ke Batavia oleh orang tuanya.
Pendidikan Soebardjo dimulai di Europeesche Lagere School (ELS) di Kwitang, kemudian pindah ke ELSB di pasar baru. Setelah kelulusannya di ELS, ia masuk ke sekolah Prince Hendrick School, kemudian lagi-lagi pindah ke Hogere Burger School (HBS) Koning Wiliam II di Salemba, Jakarta dan lulus pada tahun 1917.
Bertepatan dengan usainya Perang Dunia I, ia berangkat ke Belanda dalam rangka melanjutkan pendidikan tingginya dengan mengambil jurusan Hukum di Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1919. Saat di Belanda, ia justru bertemu dengan tokoh-tokoh penting Nasional seperti Mochammad Hatta dan Tan Malaka.
Ia menyelesaikan pendidikannya di Belanda pada tahun 1934 dengan gelar Messter in de Rechten atau Sarjana Hukum. Terakhir, ia merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia
Baca juga: Biografi Soekarno: Proklamator Kemerdekaan RI
Aktivis yang Aktif Memperjuangkan Kemerdekaan
Jiwa aktivis seorang Achmad Soebardjo telah dimulai ketika ia tamat pendidikan HBS di tahun 1917 ketika ia masuk menjadi anggota organisasi kepemudaan Tri Koro Darmo yang merupakan sebuah sayap organisasi Budi Utomo yang kemudian berganti nama menjadi Jong Java
Selama berkuliah di Belanda, ia aktif terlibat dan menjadi pemimpin organisasi Perhimpunan Indonesia atau yang awalnya bernama Indische Vereniging. Namun, ia mengundurkan diri sebagai pemimpin pada tahun 1920 kemudian digantikan oleh Dr. Soetomo, pendiri Budi Utomo.
Di tahun 1925, Soebardjo diminta untuk kembali menjadi pemimpin di Perhimpunan Indonesia, namun ia menolak dan mengusulkan Mohammad Hatta sebagai pemimpin PI. Namun, pada tahun 1927 ia sempat menjadi wakil organisasi Perhimpunan Indonesia dalam Kongres Anti Imperialisme di Brussel, Belgia.
Perhimpunan Indonesia merupakan organisasi Indonesia pertama di Belanda yang membuat pemerintah Belanda ketir-ketir karena keteguhan para anggotanya dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia. Bahkan sebagian anggota mereka sempat ditahan oleh polisi Belanda termasuk Mohammad Hatta. Sementara Achmad Soebardjo berhasil lolos karena sedang melakukan perjalanan ke Rusia dan Perancis.
Peran Penting Achmad Soebardjo dalam Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia mungkin saja tidak berlangsung tepat pada tanggal 27 Agustus 1945 seperti yang tercatat dalam sejarah jika saja Soebardjo tidak terlibat didalamnya, berikut penjelasan lebih lengkap mengenai keterlibatannya dalam proses kemerdekaan:
Anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan
Untuk mendukung janjinya kepada Indonesia yaitu memberikan kemerdekaan, Jepang membentuk kepanitiaan bernama BPUPKI yang bertugas mempersiapkan segala keperluan kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah mengatur rancangan dasar negara. Achmad Soebardjo merupakan satu anggotanya.
Ia juga merupakan anggota Panitia Sembilan yang dibentuk oleh Soekarno. Panitia Sembilan merupakan panitia didalam BPUPKI yang bertugas untuk fokus menyusun rancangan Undang-Undang Dasar 1945.
Setelah bubarnya BPUPKI, Soebardjo juga merupakan salah satu orang yang dipilih oleh Soekarno untuk dimasukkan secara diam-diam ke dalam PPKI tanpa sepengetahuan Jepang. Ia bahkan ditunjuk sebagai penasihat oleh Soekarno.
Mempertaruhkan Nyawa Sebagai Jaminan Proklamasi
Setelah penyerahan Jepang kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, golongan muda ingin mempercepat kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu Jepang. Dari ambisi tersebut terjadilah peristiwa penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok.
Setelah mendengar hal tersebut dari Sudiro, Soebardjo bergegas mencari keberadaan Soekarno-Hatta karena ditakutkan kedua tokoh tersebut jatuh ke tangan Angkatan Darat Jepang (Rikugun).
Di sore hari tanggal 16 Agustus 1945, Soebardjo, Jusuf Kunto, Sudiro beserta seorang sopir mengendarai mobil milik Soebardjo untuk menjemput Soekarno-Hatta di Rengasdengklok. Kedatangan di tempat itu disambut oleh seorang pemuda bernama Sukarni. Sukarni merupakan salah satu golongan muda yang merencanakan penyembunyian Soekarno-Hatta. Soekarno kemudian membawa Soebardjo untuk bertemu dengan Mayor Subeno, seorang komandan kompi PETA.
Achmad Soebardjo menyampaikan bahwa tujuan kedatangannya adalah untuk menjemput sang tokoh dwitunggal kembali ke Jakarta untuk mempercepat Kemerdekaan Indonesia sesuai dengan tuntutan golongan muda. Mayor tersebut kemudian bertanya dan memastikan kepada Soebardjo apakah ia bisa mendesak Soekarno-Hatta untuk menyegerakan proklamasi pada pagi hari esok.
Dengan tegas Achmad Soebardjo memberikan sebuah jaminan, apabila segala sesuatu yang direncanakan besok gagal maka ia siap untuk menerima hukuman mati. Mayor Subeno merasa puas dengan jawaban tersebut, sehingga ia mengizinkan Soebardjo untuk membawa Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.
Merumuskan Naskah Proklamasi Bersama Soekarno-Hatta
Setibanya di Jakarta, Soebardjo bersama dengan Soekarno-Hatta menuju rumah laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta Pusat. Mereka bertiga berkumpul dalam satu meja. Hasil pemikiran dari tiga tokoh tersebut dituliskan oleh Ir. Soekarno dalam sebuah kertas dan kemudian diketik oleh Sayuti Melik.
Proses perumusan naskah tersebut selesai pada pukul 04:00 pagi. Fakta uniknya, ternyata Achmad Soebardjo justru tidak hadir saat pembacaan proklamasi. Ia memilih tidur di rumah karena merasa kelelahan. Meskipun Ir. Soekarno sempat mengutus orang untuk menjemputnya, Soebardjo malah menitipkan sebuah surat yang bertuliskan bahwa ia tidak hadir dalam proses pembacaan proklamasi.
Karena baginya, tidak ada beda apakah dia hadir atau tidak. Ketika mimpi kemerdekaan Indonesia telah terwujud maka semuanya sudah cukup.
Baca juga: Moh Hatta: Biografi Sang Proklamator dan Manusia Jam
Sang Menteri Luar Negeri Pertama Indonesia
Pada tanggal 18 Agustus 1945 setelah PPKI mengadakan sidang dan membentuk menteri-menteri. Achmad Soebardjo terpilih dan dilantik menjadi Menteri Luar negeri pada Kabinet pertama Indonesia, yaitu Kabinet Presidensial. Soebardjo mengawali kariernya sebagai Menteri Luar negeri tanpa kantor bahkan tidak memiliki pegawai.
Di tahun 1951, ia kembali menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di tahun 1951 – 1952. Kemudian pada tahun 1957 – 2961 ia menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss.
Wafatnya Achmad Soebardjo
Achmad Soebardjo wafat pada 15 Desember 1978 dalam usia 82 tahun di RS Pertamina, Kemayoran Baru. ia dimakamkan di Cipayung, Bogor. Atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, pada tahun 2009 Pemerintah menetapkan Achmad Soebardjo sebagai Pahlawan Nasional.
Kesimpulan
Achmad Soebardjo merupakan salah satu Pahlawan Nasional yang turut berjasa dalam terselenggaranya kemerdekaan Indonesia pada 27 Agustus 1945. Selain aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan persiapan kemerdekaan, Usahanya untuk menjemput sang proklamator bahkan menjadikan nyawanya sebagai jaminan membuktikan bahwa cintanya pada negara ini sungguh besar. Pemikiran sang pahlawan telah abadi tertuang dalam naskah proklamasi sampai kapan pun.
Baca juga: 20 Tokoh Proklamasi: Pahlawan Dibalik Proklamasi Kemerdekaan RI
Tidak ada komentar