Jawa merupakan pulau terbesar yang ada di Indonesia yang dibagi menjadi tiga daerah mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Masing-masing bagian di daerah Jawa tersebut memiliki beragam pakaian adat yang meskipun sama-sama berasal dari Jawa tetapi memiliki ciri khasnya tersendiri. Pakaian Adat Jawa terdiri dari segudang jenis pakaian adat yang merepresentasikan ciri khas dari tiap bagian daerah di Jawa. Simak penjelasan lengkap mengenai Pakaian Adat Jawa yang telas Munus rangkum berikut ini.
Pakaian Adat Jawa Barat
Daftar Isi
Berkembang di Suku Sunda, baju adat Jawa Barat menyerap kebudayaan yang ada di suku Sunda. Masing-masing pakaian dapat menunjukan kelas sosial dari si pemakai. Namun, hal tersebut hanya berlaku pada zaman dahulu saja. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai macam-macam pakaian tradisional Jawa Barat.
Nama-nama pakaian Adat Jawa Barat
Nama-nama dari Pakaian Adat Jawa Barat dapat dibedakan berdasarkan strata sosial, jenis acara, dan juga untuk acara pernikahan. Pakaian yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan pun memiliki nama yang berbeda. Penjelasan mengenai hal-hal tersebut Munus bahas di bawah ini.
Strata Sosial
Terdapat tiga tingkatan kelas dalam pemakaian Pakaian Adat Jawa Barat yang berlaku di zaman dahulu. Kelas tersebut dibagi berdasar status sosial dan juga jenis pekerjaan yang digeluti oleh sekelompok masyarakat tersebut. Pembagian Kelas sosial tersebut terdiri atas Kelas Bawah, Kelas Menengah, dan Kelas Atas.
Kelas Bawah (Biasa)
Di kelas bawah ini terdiri dari rakyat dengan golongan pekerjaan sebagai seorang petani, buruh, dan pekerja kasar lainnya. Ciri pakaian yang dapat dilihat dari kelas ini adalah kain yang dipakai bukanlah kain dengan kualitas bagus, sehingga menimbulkan kesan lusuh dan tidak rapi.
Pangsi
Pangsi sendiri adalah setelan pakaian laki-laki yang biasanya dibuat menggunakan satu warna saja. Warna yang biasa digunakan adalah hitam, namun tidak menutup kemungkinan untuk dibuat dengan menggunakan warna yang lain. Bentuk atasan yang bisa digunakan sebagai luaran atau dikancingkan biasanya dipadukan dengan kaos berwarna putih yang dipakai di bagian dalamnya.
Untuk bagian celananya pun dibuat lebar dan longgar atau celana komprang sehingga memungkinkan untuk masyarakat melakukan pekerjaan kasar yang membutuhkan banyak gerak. Pelengkap dari baju ini adalah hiasan di bagian kepala dan sandal yang terbuat dari kayu.
Kebaya
Kebaya yang digunakan oleh perempuan kelas bawah biasanya begitu sederhana dan tidak memiliki banyak motif. Dibuat dengan model baju kurung menjadikan pakaian ini nyaman untuk dipakai ketika sedang bekerja. Untuk bawahannya sendiri adalah rok yang panjangnya di bawah lutut bernama sinjang bundle yang terbuat dari kain kebat atau kain batik.
Pelengkap dari busana perempuan ini adalah beubeur atau sabuk yang dililitkan di bagian pinggang berfungsi untuk menahan agar sinjang bundle tidak melorot. Selain itu juga terdapat selendang sederhana dari kain batik dan juga tak lupa sepasang sandal jepit. Semua pelengkap tersebut dipakai untuk kenyamanan bukan hanya sebagai hiasan.
Baca juga: Pakaian Adat Bali : Tampil Anggun dengan Pakaian Adat
Kelas Menengah (Saudagar)
Pakaian kelas menengah terlihat lebih berwibawa dari kelas bawah. Hal itu karena bahan pembuatannya pun menggunakan bahan yang lebih bagus daripada kelas bawah. Baju ini biasa dipakai oleh para saudagar atau pedagang yang usahanya cukup sukses dan juga para rakyat yang berpendidikan tinggi.
Bedahan
Diperuntukkan untuk laki-laki, pakaian ini memiliki bentuk menyerupai jas. Terdapat aksen unik yang membedakan bedahan dengan jas lainnya, yaitu aksesoris berupa kombinasi arloji dengan rantai yang dipakai pada bagian dada. Rantai yang menggantung memberikan kesan wibawa dan unik pada pemakainya.
Karena rakyat kelas menengah tidak melakukan pekerjaan kasar, maka bawahan yang dipakai oleh laki-laki inipun berupa rok yang terbuat dari kain kebat. Aksesoris pelengkap yang digunakan berupa ikat kepala yang disebut bengker, sebuah sabuk, dan sepasang sandal selop.
Kebaya
Sama halnya dengan perempuan kelas bawah, perempuan kelas menengah pun menggunakan sebuah kebaya. Namun perbedaannya terdapat pada bahan yang lebih bagus dan juga corak serta motif yang lebih beragam. Aksesoris yang lebih kopmplit
Kelas Atas (Bangsawan)
Yang dimaksud dengan kalangan atas adalah para bangsawan dan juga keluarga kerajaan. Karena termasuk dalam tingkatan yang paling tinggi, maka pakaian yang dipakai pun tidak sembarangan melainkan menggunakan bahan yang terbaik dan berkelas. Kesan yang ingin ditampilkan adalah mewah, bijaksana, dan berwibawa.
Menak
Sama halnya dengan bedahan, Menak berbentuk seperti jas yang dikhususkan untuk laki-laki. Namun bahan yang digunakan jauh lebih berkualitas yakni menggunakan beludru berwarna hitam sehingga kainnya memiliki tekstur yang lembut. Dan tak lupa pula untuk menambah kesan mewah terdapat sulaman yang terbuat dengan benang berwarna emas pada ujung lengannya.
Untuk bawahan dari Menak juga terbuat dari kain beludru hitam polos. Pada ujungnya juga terdapat sulaman, namun ada juga yang tidak. Sabuk dan selop hitam menjadi aksesoris pelengkap yang tampak serasi dengan baju Menak yang berwarna hitam.
Kebaya
Meskipun memiliki bentuk yang sama dengan kalangan bawah dan menengah, baju adat perempuan untuk kalangan bangsawan ini dibuat menggunakan kain beludru. Hal tersebut dilakukan karena untuk membuatnya tampak serasi dengan Menak. Aksen yang dipakai pada kebaya kalangan atas dibuat menggunakan manik-manik berwarna emas.
Untuk bagian bawah menggunakan kain kebat dibuat sebagai rok. Namun, motif yang dipakai pun tidak boleh sembarangan melainkan harus berupa motif rengreng. Jika aksesoris kaum saudagar sudah cukup lengkap, maka aksesoris para bangsawan justru lebih lengkap lagi. Menggunakan barang-barang yang menampilkan kesan mewah yang terdiri dari tusuk konde berwarna emas yang nantinya digunakan pada sanggul, sepatu selop, serta berbagai macam perhiasan. Perhiasan-perhiasan tersebut seperti cincin, gelang, kalung, dan anting yang ukurannya tentu lebih besar daripada perhiasan kalangan menengah.
Baca Juga : Pakaian Adat Papua: Berbahan Alami Dekat Dengan Alam
Busana Pernikahan
Selain pakaian sehari-hari dari Suku Sunda, terdapat busana yang dipakai hanya di saat-saat tertentu yaitu busana pernikahan. Untuk daerah Jawa barat sendiri terdapat beberapa jenis baju pernikahan yang dipakai. Umumnya, busana pengantin bagi pria adalah sama yaitu berupa Jas buka prangwedana yang warnanya dibuat mengikuti warna kebaya dari pengantin wanita. Aksesoris yang digunakan pun bermacam-macam mulai dari ikat kepala yang dinamakan bendo, kalung melati, sabuk, dan senjata tradisional keris.
Sedangkan bagi pengantin wanita menggunakan kebaya yang dibuat dengan menggunakan kain brukat berwarna khas. Selayaknya kebaya yang dipadu-padankan dengan rok, begitupun dengan pakaian pengantin wanita. Rok bernama lereng eneng prada adalah nama bawahan dari kebaya dibuat dengan menggunakan kain kebat. Kalung pendek dan panjang, cincin permata, dan gelang adalah aksesoris yang dipakai untuk melengkapi dan mempercantik tampilan.
Beberapa jenis dari busana pengantin dibedakan berdasar jenis sanggul yang dipakai. Diantaranya adalah pakaian adat pengantin siger, Pakaian Adat Sunda Puteri, Pakaian Adat Sunda Sukapura, Pakaian Adat Inten Kedaton. Semua jenis pakaian tersebut sangat cantik dan elegan.
Pakaian Adat Jawa Tengah
Jawa Tengah yang terkenal sebagai daerah Kesultanan pastinya identik dengan pakaian adat Jawa yang juga tak lepas dari pengaruh kesultanan tersebut. Dipengaruhi oleh nilai-nilai kesultanan tersebut membuat pakaiannya memiliki nilai filosofis yang sangat kental di setiap bagiannya. Selain itu, terdapat banyak bagian yang memiliki nama masing-masing. Berikut nama-nama pakaian tradisional di Jawa Tengah.
Nama-nama Pakaian Adat Jawa Tengah
Dari sekian banyak pakaian adat Jawa, Pakaian Adat Jawa Tengah memiliki kesan kesultanan yang sangat kental dikarenakan terdapat dua kesultanan yakni Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Simak penjelasan mengenai Pakaian Adat Jawa Tengah di bawah ini.
Surjan
Baju yang biasa dipakai laki-laki ini memiliki motif garis-garis perpaduan coklat dan hitam. Nama Surjan sendiri adalah gabungan dari dua kata yaitu Siro dan Jan yang berarti “pelita”. Konon, pakaian ini dipercaya berasal dari Sunan Kalijaga yang telah digunakan mulai zaman kerajaan Mataram Islam.
Jika dilihat dengan baik, terdapat detail-detail di Surjan yang mengandung nilai-nilai keagamaan. Seperti pada detail enam kancing yang terdapat di bagian kerah dimana hal itu menyimbolkan enam rukun iman yang wajib diketahui dan diimani oleh umat Islam. Selain itu, dua kalimat syahadat yang dilambangkan dengan dua buah kancing yang tersebar di bagian kanan dan kiri dada. Detail lainnya terdapat pada tiga kancing bagian dada bawah perut yang dipasang secara tersembunyi sebagaimana hawa nafsu yang perlu disembunyikan dan dikendalikan.
Beskap
Beskap adalah baju atasan dan termasuk salah satu jenis varian dari jawi jangkep. Tidak seperti Jawi Jangkep yang merupakan setelan, beskap biasa dipakai secara terpisah. Ciri dari Pakaian Adat Jawa ini terdapat pada modelnya yang minimalis dengan kerah tidak terlipat dan tidak bermotif atau polos. Pada bagian belakangnya sengaja dibuat pendek dengan tujuan sebagai tempat untuk meletakkan dan memperlihatkan keris.
Blangkon
Hiasan kepala ini terbuat dari kain bermotif larik dan diikat sedemikian rupa sampai membentuk tonjolan. Pengikatan yang dilakukan sebanyak dua kali sampai membentuk tonjolan tersebut menyimbolkan dua kalimat syahadat yaitu syarat wajib yang harus dilakukan bagi seorang muslim.
Kebaya
Sebenarnya kebaya terdapat pada beberapa daerah di jawa, bahkan tak hanya Jawa tetapi daerah-daerah lain di Indonesia. Umumnya mereka memiliki model yang hampir sama. Akan tetapi, memiliki ciri khasnya masing-masing. Kebaya Jawa Tengah biasanya memiliki corak kain yang transparan dan terbuat dari kain brukat.
Pakaian Adat Jawa Tengah Untuk Acara Pernikahan
Penjelasan di atas adalah pakaian yang biasa dipakai oleh masyarakat Jawa Tengah pada masa lalu, bahkan hingga sekarang. Selain itu, terdapat pula busana pengantin yang juga dipakai hingga saat ini. Simak penjelasan masing-masing Pakaian Adat Jawa Tengah yang digunakan sebagai busana pernikahan.
Jawi Jangkep
Salah satu pakaian adat Jawa yang diadopsi dari Kasunanan Surakarta, Jawi Jangkep terdiri atas dua jenis. Yang pertama adalah Jawi Jangkep Jangkep Padintenan dan Jawi Jangkep. Perbedaan dari keduanya terdapat pada warnanya dimana Jawi Jangkep dibuat dengan menggunakan warna hitam polos sedangkan Jawi Jangkep Padintenan lebih fleksibel sehingga memiliki banyak variasi warna. Penggunaannya pun sedikit berbeda, Jawi Jangkep hanya untuk acara resmi sedangkan Jawi Jangkep Padintenan lebih fleksibel untuk berbagai acara bahkan bisa untuk kegiatan sehari-hari.
Atasan Jawi Jangkep biasanya disulam dengan menggunakan benang berwarna emas pada ujung lengan dan tengah baju. Baju ini juga dipenuhi dengan aksesoris yang terbuat dan dihiasi oleh bunga melati. Mulai dari bagian sanggul hingga pada hiasan kerisnya yang semuanya terbuat dari bunga melati.
Kanigaran
Dahulu, kanigaran yang memiliki kaitan yang erat dengan paes ageng hanya boleh dipakai hanya oleh para pengantin bangsawan dari Keraton Kesultanan Yogyakarta. Dengan adanya kebijakan tersebut menampilkan kesan sakral dari Kanigaran itu sendiri. Karena ditakutkan menjadi punah, maka Kanigaran pun dilestarikan dengan cara memperbolehkan rakyat biasa untuk memakainya. Perizinan tersebut disetujui dan dihimbau langsung oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
Ciri fisik dari Kanigaran adalah atasan yang terbuat dari bahan beludru berwarna hitam dan bertekstur lembut. Sedangkan untuk bawahannya menggunakan kain dodot kampuh yang dipakai selayaknya rok menutupi celana. Aksesoris di bagian pinggang yang terlihat seperti sabuk terbuat dari berbagai macam dedaunan.
Basahan
Termasuk warisan budaya yang ada sejak Kerajaan Mataram, Basahan pada zaman dulu biasa digunakan ketika melakukan upacara. Busana pengantin ini mudah untuk dibedakan dari busana pengantin lainnya yaitu penggunaannya yang tanpa menggunakan baju luaran sehingga bagian atas badan dibiarkan telanjang. Untuk baju yang digunakan perempuan pun hanya menggunakan kemben hingga sampai bagian dada, sedangkan atasnya dibiarkan terbuka.
Kain yang dipakai biasanya kain yang kaya akan corak dan biasanya menggunakan warna yang cukup berbaur dengan alam seperti warna hijau dan coklat menyerupai tanah. Seperti halnya Kanigaran, pada Pakaian Adat Basahan juga menggunakan aksesoris yang terbuat dari berbagai macam dedaunan yang nantinya diletakkan mengelilingi pinggang.
Pakaian Adat Jawa Timur
Setelah pembahasan mengenai Jawa Barat dan Jawa Tengah, maka selanjutnya adalah mengenai Pakaian Adat Jawa Timur. Pakaian Adat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa Tengah dan juga budaya masyarakat Madura. Selain itu, dari baju adat tersebut juga tersirat makna dibalik masing-masing bagian.
Nama-nama Pakaian Adat Jawa Timur
Nama pakaian tradisional di daerah Jawa Timur biasanya menggunakan bahasa daerah dari daerah mana pakaian tersebut berasal. Jawa Timur yang penduduknya didominasi oleh suku Jawa dan Madura ini tentu saja mengadopsi bahasa dari kedua suku dalam penamaannya. Di bawah ini telah Munus rangkum nama-nama pakaian adat Jawa Timur yang saat ini masih berkembang.
Mantenan
Seperti namanya, pakaian ini digunakan dengan tujuan sebagai busana pengantin. Memiliki model yang serupa dengan pakaian adat Jawa Tengah yakni Jawi Jangkep karena termasuk salah satu pengaruh dari Jawa Tengah. Baju atasan yang terbuat dari kain beludru ini disulam dengan menggunakan benang berwarna emas pada bagian ujung lengan dan dari kerah hingga ujung baju. Aksesoris yang dipakai terbuat dari bunga melati yang dikalungkan pada pengantin laki-laki dan bertempat di sanggul pada pengantin perempuan.
Selain aksesoris yang dibuat dengan menggunakan melati, ada juga aksesoris asli sebagai pelengkap seperti odheng, arloji, tongkat, kain selempang, dan lain sebagainya. Selayaknya aksesoris yang lainnya, aksesoris yang telah disebut tersebut berfungsi sebagai pelengkap guna mempercantik penampilan.
Baca juga: Pakaian Adat Sumatera Barat: Simbolisasi Nilai Kebaikan
Kebaya Rancongan
Jika Mantenan mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa Tengah, maka Kebaya Rancongan mengadopsi budaya dari suku Madura. Walaupun setiap daerah pasti memiliki pakaian tradisional kebaya yang sejenis, namun yang membedakan dengan kebaya Rancongan dari Madura ini adalah warnanya yang mencolok. Biasanya kebaya ini dibuat menggunakan warna yang mencolok seperti merah, hijau, dan biru. Warna yang mencolok tersebut menjelaskan ketegasan watak dari suku Madura.
Model Kebaya Rancong dibuat mengikuti bentuk tubuh sebagai bentuk apresiasi dan kepercayaan diri terhadap tubuh si pemakai. Terbuat dari bahan yang tipis dan menerawang serta motif yang sederhana. Sedangkan untuk bawahannya dibuat menggunakan bahan kain batik yang dibuat selayaknya rok. Motif kain batiknya pun beragam mulai dari Lasem, Strojan, dan Tabiruan.
Guna mempererat penggunaan rok, maka digunakanlah stagen yang dalam suku Madura dikenal dengan nama Odhet. Penggunaannya yang berfungsi selayaknya sabuk itu digunakan dengan cara dililitkan hingga dirasa cukup erat. Suku Madura yang dikenal memiliki selera yang cukup nyentrik dalam memakai perhiasan, yaitu menggunakan perhiasan dengan ukuran yang cukup besar. Begitupun aksesoris yang dipakai untuk melengkapi penampilan ketika mengenakan Kebaya Rancongan seperti giwang emas, kalung emas dengan bentuk menyerupai biji jagung, dan Sisir Dinar atau Sisir cucuk yang juga terbuat dari emas .
Untuk pemakaiannya pada masa sekarang bisa dalam berbagai acara. Acara-acara tersebut dapat berupa acara formal atau semi formal, seperti acara wisuda, hari kartini, hingga HUT RI. Kebaya tersebut sangat menampilkan citra dari masyarakat Madura yang tegas dan pemberani.
Pesa’an Madura
Pakaian Adat Jawa Timur yang satu ini dikenal hingga seluruh negeri. Baju yang dipakai oleh para lelaki Madura dan terbuat dari bahan kaos ini memiliki motif garis berwarna merah dan putih pada lapisan pertamanya. Warna merah putih tersebut melambangkan watak orang Madura yakni tegas dan pemberani. Selain itu, warna ini juga melambangkan tingginya semangat juang para lelaki Madura.
Pada lapisan kedua atau sebagai luaran adalah baju yang terbuat dari kain berwarna hitam yang ketika memakainya tidak perlu untuk dikancingkan. Sedangkan bawahannya berupa celana yang bahan dan warnanya mengikuti atasan bagian lapisan kedua, yaitu berwarna hitam.
Pakaian Cak dan Ning
Biasanya pakaian ini digunakan dalam kontes pemilihan putra-putri daerah di Jawa Timur yang biasa dikenal sebagai Cak dan Ning. Bagi peserta laki-laki atau calon “cak” menggunakan pakaian berupa beskap atau jas tutup. Pada bagian sakunya diberi sentuhan aksesoris kuku macan yang dilengkapi dengan rantai sehingga nantinya dipakai secara menggantung. Tak lupa pada bagian sakunya diselipkan sapu tangan berwarna merah sehingga mendapat kesan elegan.
Untuk bagian bawahnya menggunakan rok yang terbuat dari kain jarik. Pada bagian atas kepalanya dipakaikan sebuah odheng yang menyempurnakan penampilan. Untuk alas kaki yang dipakai berupa sepasang terompah. Perpaduan dari pakaian serta aksesoris yang digunakan oleh remaja putra itu pun sangat apik.
Sedangkan untuk remaja putri calon “Ning” memakai baju berupa kebaya. Seperti halnya dengan pria, bawahan wanita juga menggunakan kain jarik. Di bagian kepala ditutupi dengan menggunakan kerudung yang berenda. Cara memakainya adalah dengan cara disampirkan secara longgar pada bahu. Anting dan gelang adalah aksesoris yang digunakan para remaja putri. Selop digunakan oleh para calong “Ning” sebagai alas kaki.
Kesimpulan
Begitu banyak kekayaan yang ada di tanah Jawa mulai dari adat istiadat, budaya, hingga pakaian adat. Pakaian Adat Jawa tersebar di berbagai daerah mengikuti kebudayaan yang berkembang di daerah masing-masing. Pemakaian dari Pakaian Adat Jawa yang semakin menurun dapat membuat suatu kekayaan budaya ini menjadi hilang dan punah. Oleh karena itu, hendaklah anak nusantara sebagai bangsa Indonesia menggunakan dan melestarikan baju adat yang saat ini masih ada.
Baca juga: Pakaian Adat Aceh: Perpaduan Islam, Melayu, dan Cina
Tidak ada komentar