Halo, anak nusantara! Sudah tahu belum ada objek wisata di Jawa Barat yang terkenal airnya jernih dan berwarna-warni? Objek wisata tersebut adalah telaga warna. Wisata ini terletak di sekitar Kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat berdekatan dengan perkebunan teh yang bernama PTP VII Gunung Mas. Tempat ini mempunyai latar belakang yang masih alami, terdiri dari persawahan dan gunung yang tinggi beserta permukiman penduduk dengan rumah khas daerah setempat. Keberadaannya menambah nilai plus di mata wisatawan. Telaga warna awalnya menjadi satu bagian dengan kawasan Cagar Alam di hutan Gunung Mega Mendung dan hutan Gunung Hambalang sebelum pemerintah menetapkan menjadi kawasan taman wisata di tahun 1972.
Keunikan khas yang menyertainya yaitu permukaan airnya yang dapat berubah-ubah warnanya. Warna yang terlihat di danau tersebut berasal dari bayangan tanaman di sekitar telaga dan juga berbagai jenis tanaman ganggang yang ada di dalam telaga. Karena bayangan itulah, telaga ini disebut dengan telaga warna. Dibalik keindahannya, tersimpan legenda menarik yang anak nusantara harus ketahui. Munus akan menyajikan kisah legenda asal mula telaga warna dibawah ini, langsung saja kita simak!
Kerajaan Kutatanggeuhan
Daftar Isi
Alkisah, pada zaman dahulu kala berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Kerajaan Kutatanggeuhan. Kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Prabu Suwartalaya hidup sangat makmur dan tentram. Rakyatnya pun hidup damai, rukun dan sejahtera. Raja didampingi oleh ratu bernama Purbamanah. Mereka sangat bijaksana dan adil dalam mengatur kerajaan, sehingga semua rakyatnya tak ada yang hidup dalam keadaan susah, mereka semua hidup berkecukupan.
Di dalam kehidupan yang nyaman dan sejahtera, sayangnya raja dan ratu belum dikaruniai anak ditengah-tengah mereka. Kebahagiaan kerajaan pun terasa kurang. Hal ini membuat ratu sering menangis dan raja pun tak tega melihatnya. Mereka sudah mencoba berbagai cara, seperti minum ramuan herbal sampai mengundang dukun untuk membacakan mantra mujarab. Namun hasilnya tetap nihil. Ratu pun sedih setiap mengingat hal ini. Penasehat kerajaan beberapa kali memberi saran untuk mengangkat anak di antara anak yatim dari prajurit kerajaan yang tewas saat perang. Mendengar hal tersebut, raja dan ratu tidak setuju dengan saran yang diberikan oleh penasehat. Mereka menganggap bahwa anak pungut tidak sama dengan anak kandung.
Pertapaan Sang Prabu
Setelah berdiskusi dengan penasehat dan ratu, Prabu memutuskan untuk bertapa di hutan. Raja bertapa dengan tujuan untuk berdoa kepada Tuhan agar segera dikaruniai anak. Ia memintanya dengan sungguh-sungguh. Selang beberapa bulan kemudian, keinginan raja pun terkabul dan ratu dikabarkan sedang mengandung. Mendengar berita tersebut, rakyat menyambutnya dengan suka cita. Mereka berbondong-bondong memberi hadiah dan mengirim doa untuk ratu dan calon bayinya.
Setelah 9 bulan mengandung, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Raja dan ratu dikaruniai anak perempuan yang cantik jelita dan diberi nama Gilang Rukmini. Kelahiran putri disambut oleh rakyat dengan gembira. Mereka mengadakan pesta dan memberikan berbagai macam hadiah.
Putri tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat cantik. Sebagai anak tunggal, ia dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang. Namun sayangnya, ia juga tumbuh menjadi gadis yang manja, hal ini disebabkan karena semua keinginannya harus dikabulkan oleh orang tuanya. Ketika keinginan tersebut tidak terpenuhi, maka ia akan marah dan berkata kasar, tetapi tetap saja orang tua dan rakyat kerajaan mencintainya.
Ulang Tahun Sang Putri
Waktu pun berlalu, dalam hitungan hari putri akan menginjak usia tujuh belas tahun. Rakyat berbondong-bondong datang ke istana dengan membawa hadiah. Beragam hadiah indah dibawakan untuk putri. Prabu mengumpulkan hadiah pemberian rakyat dan menyimpannya dalam sebuah ruangan di istana dengan tujuan agar dapat digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan rakyat.
Prabu mengambil sedikit emas dan permata untuk dibawa ke ahli perhiasan. Ia meminta untuk dibuatkan kalung yang sangat indah. Mengetahui maksud kedatangan sang raja, ahli perhiasan tersebut pun merasa sangat senang membuatkan kalung untuk putri. Beberapa hari setelah kalung selesai dibuat, kalung itu diberikan kembali pada raja dan ratu. Mereka berdua sangat mengagumi keindahan kalung tersebut dan berharap putri juga akan senang dengan hadiah yang diberikan.
Penolakan Putri
Hari ulang tahun tiba. Raja membuat perayaan pesta yang sangat megah. Seluruh rakyat diundang pada perayaan tersebut. Ketika raja dan ratu keluar, seluruh rakyat menyambutnya dengan tepuk tangan riuh. Suasana semakin meriah saat putri mulai keluar dan semua orang mengagumi kecantikan putri.
Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu pemberian hadiah oleh raja dan ratu. Prabu lalu menghampiri putri dan mengatakan bahwa kalung tersebut merupakan hadiah dari rakyat yang mencintainya. Putri melihat sekilas kalung tersebut lalu ia berteriak dan berkata tidak mau memakainya lalu mengatakan bahwa kalung tersebut jelek dan kuno. Kemudian, ia melempar kalung tersebut hingga berceceran di lantai. Seluruh orang yang menyaksikan kejadian tersebut terkejut seketika.
Asal Mula Telaga Warna
Tak ada seorangpun yang menyangka putri akan melakukan perbuatan tersebut dan tak ada satupun yang berani berbicara mengenai hal itu. Suasana pun hening, hingga tangisan Ratu Purbamanah meledak. Ratu sangat sedih dengan perbuatan putrinya. Akhirnya semua orang ikut bersedih dan menangis bersama ratu. Mereka terus meneteskan air mata hingga membanjiri seluruh istana. Saat semua orang sedang bersedih, tiba tiba muncul air dari dalam tanah. Lama kelamaan air muncul semakin deras, menunjukkan jika air tersebut keluar seakan-akan juga ikut bersedih. Hingga akhirnya seluruh kerajaan tenggelam dan terbentuklah telaga warna yang sangat indah.
Hingga saat ini kita bisa melihat telaga warna tersebut. Saat hari cerah, telaga terlihat penuh warna nan indah. Warna berasal dari pantulan bayangan hutan, tanaman, dan langit di sekeliling telaga tersebut. Namun warga sekitar mengatakan bahwa warna-warna tersebut berasal dari kalung putri yang tersebar di dasar telaga.
Baca juga: Sesar Lembang: Wisata Alam di Daerah Potensi Bencana
Tidak ada komentar