Reog adalah tari tradisional yang berasal dari Jawa Timur, tepatnya dari Ponorogo. Maka dari itu, sering sekali kita mendengarnya sebagai Reog Ponorogo. Tari ini masih lekat dengan hal-hal yang mistik dan ilmu kebatinan dalam pementasannya. Adakah Anak Nusantara yang sudah pernah mengunjungi kota asal dari tarian ini? Atau mungkin berasal dari daerah tersebut? Jika kita berkunjung ke kota Ponorogo, maka akan kita temui dua sosok yang menghiasi gerbang kota, yaitu Gemblak dan Warok. Sosok tersebut yang juga terlibat dan tampil dalam pertunjukkan Tari Reog. Yuk, cari tahu lebih lanjut mengenai tari tradisional yang satu ini!
Sejarah Tari Reog
Daftar Isi
Dimulai pada tahun 1920 an, Tari Reog menjadi tarian tradisional yang dipentaskan di tempat atau area terbuka sebagai hiburan rakyat. Banyak sekali cerita tentang asal usul terciptanya tari tradisional yang satu ini. Cerita yang paling masyhur adalah cerita tentang pemberontakan oleh seorang abdi kerajaan pada pemerintahan Bhre Kertabumi, yaitu Raja Majapahit terakhir yang berkuasa sekitar abad ke 15. Abdi kerajaan tersebut bernama Ki Ageng Kutu.
Mulanya Ki Ageng Kutu marah besar yang diakibatkan oleh pengaruh kuat dari pihak istri raja yang berasal dari negeri Cina. Lebih dari itu, Ki Ageng Kutu juga merasa marah dan tidak terima kepada rajanya sendiri disebabkan karena dalam masa pemerintahannya banyak terjadi kecurangan dan korupsi dimana-mana. Pada saat itu beliau memprediksi bahwa sudah tidak lama lagi kekuasaan kerajaan Majapahit akan segera berakhir.
Tidak berselang lama, beliau memutuskan pergi meninggalkan kerajaan tempat beliau selama ini mengabdi dengan sepenuh hati. Beliau menuju suatu daerah dan mulai membangun perguruan. Di tempat tersebut beliau mulai mengajar ilmu kekebalan diri serta seni bela diri untuk kaum muda disertai dengan ilmu kesempurnaan hidup. Ki Ageng berharap dengan pelatihan ini akan menemukan bibit calon kebangkitan kerajaan Majapahit yang kian hari kian runtuh.
Dengan jumlah yang tidak banyak, Ki Ageng menyadari bahwa pasukan yang dimilikinya tidak seberapa jumlahnya dan memiliki kekuatan yang lemah jika harus melawan pasukan kerajaan. Sehingga, Ki Ageng Kutu menyampaikan pesan politis beliau melalui pertunjukan Reog Ponorogo yang juga memiliki arti sindiran kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya.
Pementasan Tari Reog
Selain memiliki arti sindiran, pertunjukan tari juga menjadi strategi awal Ki Ageng menciptakan perlawanan masyarakat lokal melalui pagelaran Reog. Pada pertunjukannya, penari menggunakan topeng yang berbentuk kepala singa yang biasa disebut “Singa Barong” yang menjadi simbol Kertabhumi. Dibagian atas kepalanya diberi bulu-bulu merak yang membuatnya mirip kipas yang berukuran raksasa. Hal tersebut menunjukkan pengaruh kuat dari pihak istri raja dan rekan-rekan Cinanya yang mengatur atas semua yang dilakukannya.
Pelajari Juga Tarian Daerah Lainnya
Di dalam pementasan Reog, ada sebuah peran yang bernama Jatilan yang diperankan oleh gemblak yang juga menunggangi kuda-kudaan. Properti kuda-kudaan tersebut memiliki arti bahwa kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit dan kekuatan warok yang berbeda sangat jauh dan mencolok.
Selanjutnya pada penggunaan properti topeng. Dibalik topeng tersebut ada badut merah yang menyimbolkan Ki Ageng Kutu yang menopang topeng singo barong seberat 50 kg sendirian dan hanya mengandalkan giginya saja.
Kian hari pertunjukkan Reog semakin populer sehingga menyebabkan Bhre Kertabhumi melakukan pemberontakan dan segera mengambil tindakan dengan menyerang perguruan yang telah didirikan oleh Ki Ageng Kutu. Pada akhirnya pemberontakan ini dapat diatasi oleh kesigapan warok dengan melerainya.
Meskipun telah ada pemberontakan, anggota perguruan tetap melanjutkan ajaran yang telah diberikan meskipun harus dengan cara sembunyi-sembunyi. Pertunjukkan Reog tetap bisa dipentaskan karena sudah terkenal diseluruh penjuru masyarakat. Dalam hal ini, ada beberapa perubahan alur cerita dengan ditambahkan karakter yang telah ada pada cerita rakyat Ponorogo, yaitu Dewi Songgolangit, Sri Genthayu, dan Klono Sewandono.
Hingga saat ini, Tari Reog masih terjaga kelestariannya dan mengikuti hal-hal yang telah diwariskan oleh leluhur dan budaya yang telah ada.
Keunikan Tari Reog Ponorogo
Dalam pertunjukkan Reog terdapat komponen tokoh penari yang mengisi Tari Reog, yaitu:
1. Jathil
Jathil merupakan salah satu tokoh yang memiliki peran pada pertunjukan Tari Reog. Tarian yang dibawakannya bernama Jathilan yang menggambarkan ketangkasan dan kepiawaian prajurit di atas kuda dalam berperang. Penari menunjukkan ekspresi semangat dalam membawakan tarian.
2. Warok
Warok merupakan tokoh yan sempurna pada perjalanan hidupnya. Kata Warok berasal dari kata “wewarah” yang memiliki arti orang yang memiliki tekad yang suci sehingga bisa memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih mengenai bagaimana menjalani kehidupan yang baik.
3. Barongan
Pada tokoh Barongan memiliki bagian-bagian diantaranya adalah kepala harimau, gembong dadak merak, dan krakap. Panjangnya sekitar 2.25 meter, lebar 2.30 meter dan memiliki berat hingga 50 kilogram.
Pelajari Juga Tarian Daerah Lainnya
4. Klono Sewandono
Klono Serandono dikenal dengan Raja Klono yang sakti mandraguna dan mempunyai cemeti yang sangat ampuh, cemeti tersebut biasa disebut Pecut Samandiman. Cemeti tersebut selalu dibawanya kemanapun Raja pergi untuk melindungi diri dan rakyatnya. Tarian ini menggambarkan gerak tari yang lincah serta berwibawa. Selain itu, gerak tari juga menggambarkan seorang yang sedang kasmaran karena diceritakan pada saat itu Raja sedang mengalami mabuk asmara.
5. Bujang Ganong
Bujang Ganong atau biasa disebut dengan Patih Pujangga Anom menggambarkan tokoh yang energik, lucu dan memiliki keahlian seni bela diri. Pada tarian ini tokoh selalu diperankan oleh 2 orang dan selalu menjadi tokoh yang ditunggu-tunggu oleh para penonton. Patih digambarkan sebagai sosok yang cekatan, lucu, cerdik, sakti dan memiliki kemauan keras.
Selain terdapat beberapa tokoh penari dalam pertunjukkan Reog, yang membuatnya unik adalah ada sesi dimana seorang penari menggunakan topeng seberat 50 kg yang ditahan dengan gigi sang penari. Topeng yang digunakan pun tergolong tidak murah dan pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Pengrajin topeng Reog rata-rata menghabiskan waktu 7 hingga 10 tahun untuk belajar membuat topeng ini.
Tarian tradisional ini dalam suatu pertunjukkan memakan waktu yang cukup lama karena memiliki jalan cerita yang terdiri dari pengantar, pembuka, isi cerita, penutup dan juga prolog.
Saat ini, Tari Reog mengalami perkembangan baik dari seni estetika panggung, koreografis sehingga bisa dijadikan tari dalam festival. Reog Ponorogo sangat terbuka dalam perubahan ragam geraknya sehingga mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Baca juga: Tari Pendet: Tari Tradisional dari Bali yang Paling Tua
Tidak ada komentar