1. Tari Daerah

Tari Maengket: Sejarah, Makna, Properti, & Musik Pengiring

Indonesia memiliki banyak sekali tarian tradisional. Bahkan, setiap daerah di Indonesia memiliki tarian khas daerahnya sendiri. Salah satunya adalah tari Maengket. Tarian asli daerah Sulawesi Utara ini cukup terkenal di daerahnya dan masih dipertahankan sampai saat ini. Simak pembahasan lebih lanjutnya di artikel Museum Nusantara kali ini!

Sejarah Tari Maengket

Menurut catatan sejarah tari Maengket, nama Maengket berasal dari kata “engket” yang memiliki arti mengangkat tumit naik-turun yang kemudian diberi tambahan “ma-” yang mengubahnya menjadi menari dengan tumit naik turun.

Berbagai sumber juga mengatakan bahwa nama Maengket berasal dari kata “engket” yang berarti pasang, buka jalan dan nyalakan. Dengan diberi tambahan “ma-”, nama ini menjadi bentuk kata kerja. Oleh sebab itu, Tarian Maengket memiliki arti sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menyatukan masyarakat, membuka jalan, dan menerangi.

Tari Maengket berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara dan sudah ada sejak masyarakat suku Minahasa mengenal sistem pertanian, lebih tepatnya sekitar abad ke-7. Biasanya masyarakat suku Minahasa menampilkan tarian ini untuk memeriahkan upacara panen raya sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada Tuhan karena telah memberikan hasil panen yang melimpah.

Artikel Terkait

    Feed has no items.

Tarian ini biasanya dilakukan secara massal atau berpasangan, terdiri dari 20-30 penari laki-laki dan wanita yang berpasangan. Satu penari akan menjadi pemandu tari. Tarian Maengket sampai saat ini masih dilestarikan dan ditampilkan dalam berbagai acara seperti pentas budaya, panen raya, maupun pesta pernikahan.

Makna Tari Maengket

Pada zaman dahulu, nenek moyang suku Minahasa memainkan tari tradisional Maengket ketika panen padi. Dengan tarian gerakan sederhana, tarian ini ditampilkan bersama iringan gendang atau tambur. Selain saat panen, tari Maengket juga ditampilkan dalam acara tertentu, seperti Meraba, Melaya, Masambo, Makamberu, dan Metabak.

Tarian ini memiliki makna sebagai ucapan syukur kepada Tuhan karena telah diberikan panen yang melimpah. Selain bermakna sebagai ucapan rasa syukur, tari ini juga menggambarkan keseharian dari masyarakat suku Minahasa. Saat ini, tarian ini biasa ditampilkan sebagai hiburan pada festival budaya, acara pernikahan, dan panen raya.

Gerakan Tari Maengket

Pertunjukan tarian maengket
Pertunjukan tarian maengket (Sumber: @dictio on Instagram)

Gerakan tari tradisional ini mayoritas membentuk gerak yang gemulai serta gerak kaki yang berjinjit-jinjit. Dapat dikatakan gerak tari ini cukup sederhana dan mudah dilakukan, tapi perlu dilakukan secara serentak dan kompak. Pemimpin tarian memiliki gerakan yang berbeda dan memiliki kostum yang mencolok jika dibandingkan penari lainnya.

Terdapat tiga babak dalam penampilan Maengket, berikut adalah ketiga babaknya:

1. Maowey Kamberu

Pada babak Maowey Kamberi, pemimpin tari menjentikkan jari sebagai bentuk undangan kepada sang dewi untuk turun ke bumi. Gerakan menjentikkan jari ini juga menjadi tanda bahwa tarian akan dimulai. Gerakan ini menunjukkan bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah.

2. Marambak

Babak kedua yang memiliki nama Marambak berasal dari kata “rambak” yang memiliki arti menghentakkan kaki ke lantai. Babak ini menggambarkan semangat gotong royong dari masyarakat suku Minahasa. Pada zaman dahulu, masyarakat Minahasa bahkan membangun rumah dengan cara gotong royong dan bergantian. Biaya dan tenaga akan ditanggung bersama-sama oleh masyarakat sebagai bentuk penguat ikatan persaudaraan antara masyarakat Minahasa.

3. Lalayaan

Babak ketiga dalam tarian ini adalah Lalayaan. Pada babak ketiga ini, terdapat penggambaran antara laki-laki dan perempuan Minahasa yang mencari jodoh. Semua penari akan bergandengan tangan membentuk formasi lingkaran dan berhadap-hadapan antara penari laki-laki dan perempuan. Lalayaan sendiri menceritakan tentang seorang laki-laki yang merayu perempuan dengan meletakkan sapu tangan (lenso) di atas bahu perempuan.

Properti Tari Maengket

Properti yang menjadi ciri khas dari tari ini adalah sapu tangan yang dipegang oleh setiap penari. Busana atau kostum yang dipakai oleh para penari ketika menampilkan tari Maengket berupa pakaian adat Minahasa. Penari perempuan memakai busana kebaya putih yang berhias renda serta bawahan berupa kain panjang khas Minahasa dengan rambut yang diberi konde dan hiasan. 

Biasanya, penari perempuan juga memakai aksesoris seperti anting-anting dan kalung. Penari pria menggunakan busana lengan panjang model baniang (baju adat khas Minahasa), celana panjang, serta ikat kepala bermotif gunung. Pemimpin tari menggunakan busana baju tradisional Minahasa dengan warna cerah, seperti warna kuning, hijau, merah, atau biru. Semua penari termasuk pemimpin tarian tidak akan memakai alas kaki ketika menampilkan tari Maengket.

Musik Pengiring Tari Maengket

Pada setiap penampilannya, tari Maengket akan diiringi dengan tabuhan gendang yang juga disebut tambur. Gendang atau tambur yang digunakan sebagai pengiring adalah tambur berukuran sedang dan besar. Seiring perkembangan zaman, musik pengiring juga menggunakan bonang, serta tetengkoren (alat komunikasi suku Minahasa zaman dahulu yang terbuat dari bambu).

Selain musik, tarian ini juga diiringi dengan sebuah lagu yang merupakan syair yang dinyanyikan sendiri oleh para penari. Syair yang dinyanyikan tersebut menceritakan tiga babak gerakan dalam Maengket. Bahasa yang digunakan dalam syair juga bukan hanya berasal dari satu bahasa saja. Pencipta syair ini antara lain adalah Samuel Assa, Jan Rumagit, dan Johanis Posumah.

Demikian pembahasan Museum Nusantara mengenai sejarah, makna, properti, dan musik pengiring dari tari Maengket. Semoga penjelasan kali bermanfaat untuk kalian dan menambah wawasan kalian tentang tradisi-tradisi Indonesia!

Tidak ada komentar

Komentar untuk: Tari Maengket: Sejarah, Makna, Properti, & Musik Pengiring

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    ARTIKEL TERBARU

    Sejarah wayang  orang sriwedari sudah terbilang sangat panjang. Wayang orang sriwedari sudah melakukan pentas secara tetap pada tahun 1911. Selain menampilkan cerita pewayangan, wayang orang sriwedari juga memiliki segmen khusus yang biasanya membahas isu-isu sosial yang sedang umum dibicarakan. Buat kamu yang masih belum tahu tentang sejarah wayang orang sriwedari, yuk simak artikel ini sampai […]
    Gamelan Banyuwangi merupakan salah satu alat musik tradisional yang mengiringi tari gandrung dan mendapatkan pengaruh dari Jawa, Bali, dan Eropa. Hal ini membuat sejarah gamelan Banyuwangi menarik untuk dikupas tuntas. Oleh karena itu, simak pembahasan selengkapnya melalui artikel berikut ini.  Sejarah Gamelan Banyuwangi Gamelan Banyuwangi adalah bentuk seni gamelan yang berasal dari daerah Blambangan atau […]

    Trending

    Kebanyakan masyarakat lebih mengenal Nusa Penida, sebagai kawasan wisata alamnya yang terletak di tenggara Bali. Ternyata, Kawasan ini menyimpan kekayaan sejarah yang tak kalah menarik dengan keindahan alamnya yang memukau. Dengan membaca artikel ini, kamu bukan hanya sekadar menambah pengetahuan saja, namun sekaligus menyusuri peristiwa masa lalu di Nusa Penida. Legenda dan Mitos Nusa Penida […]
    Wayang Golek adalah seni pertunjukan tradisional Indonesia yang menggunakan boneka kayu untuk memerankan cerita-cerita yang berasal dari berbagai sumber, termasuk epik Hindu, seperti Ramayana dan Mahabharata, serta cerita-cerita lokal dan agama.  Wayang Golek tidak hanya menunjukkan seni pertunjukan tradisional Indonesia, tetapi juga menjadi simbol penting dalam melestarikan identitas budaya bangsa. Untuk memberi pemahaman mendalam terkait […]
    Di antara ragam wayang di budaya Nusantara, sejarah wayang purwa menonjol sebagai yang tertua dan paling populer. Dikenal sebagai wayang tertua di Indonesia, wayang kulit ini telah memikat hati masyarakat selama berabad-abad.  Popularitasnya tak lepas dari dukungan etnis Jawa yang mendominasi Indonesia. Tak heran, jika sekilas mendengar kata wayang, ingatan kita langsung tertuju pada wayang […]