Kerajaan Mataram adalah salah satu kerajaan yang ada di Indonesia. Mataram sendiri layaknya kerajaan lainnya memiliki banyak pemimpin berupa raja dari satu generasi ke generasi lainnya. Dan puncak kejayaan yang dicapai tidak disebabkan oleh semua raja, melainkan biasanya hanya satu dari sekian banyak raja yang memimpin. Begitu pula dengan Kerajaan Mataram yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Agung.
Sultan Agung adalah raja terbesar yang dimiliki oleh Mataram. Pasalnya, di bawah kepemimpinannya yang berlangsung selama kurang lebih tiga dekade (1613-1646), Mataram mencapai puncak kejayaannya. Kejayaan tersebut dapat dilihat dari daerah kekuasaannya yang meliputi seluruh wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, termasuk Ujung Timur dan juga Madura. Seperti apa masa pemerintahan Sultan Agung hingga mencapai masa keemasannya akan Munus bahas di artikel sebagai berikut.
Sultan Agung Hanyokrokusumo
Daftar Isi
Sultan Agung Hadi Prabu Hanyokrokusumo merupakan sultan keempat dari kerajaan Mataram. Ia lahir pada tahun 1593 di Kuthagede, Mataram, dan meninggal pada tahun 1645 di Karta, Mataram. Selain menjadi seorang sultan, ia juga sekaligus berperan sebagai senapati ing ngalaga atau panglima besar. Ia memerintah Mataram dengan sangat terampil dengan membangun pemerintahan yang berfokus pada kekuatan teritorial dan militer yang besar.
Nama Sultan Agung atau juga dikenal dengan Susuhan Agung yang secara harfiah memiliki makna “Sultan Besar” atau “Yang Dipertuan Agung”. Gelar tersebut merupakan sebutan yang dianugerahkan kepada beliau karena telah berhasil berperan sebagai raja jawa, pejuang, juga peletak pondasi kejawen. Berkat jasanya, ia ikut andil dalam mempengaruhi kerangka budaya Jawa yang akhirnya menjadi pengetahuan bersama.
Bahkan, dalam Sastra Belanda namanya pun tercatan dengan sangat indah sebagai Agoeng de Grote yang secara harfiah bermakna Agoeng yang Besar. Atas jasa-jasanya tersebut, pada tanggal 3 November 1975 Sultan kebesaran Mataram ini ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975.
Silsilah
Sultan ke empat dari Kerajaan Mataram ini memiliki nama asli Raden Mas Jatmika juga dikenal khalayak sebagai Raden Mas Rangsang. Ia dilahirkan di sebuah keluarga kerajaan dimana sang ayah merupakan raja kedua Mataram yang bernama Panembahan Hanyakrawati. Sedangkan sang ibu merupakan seorang permaisuri atau istri kedua dari Panembahan Hanyakrawati dan putri dari Pangeran Benawa (Sultan Pajang terakhir).
Seperti kebanyakan raja-raja Mataram lainnya, Sultan Agung mempunyai dua orang Garwa padmi atau permaisuri utama, mereka diantaranya adalah:
Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk, adalah seorang putri dari seorang Sultan Cirebon yang bernama Panembahan Ratu. Dari permaisuri pertamanya itu, Raden Mas Jatmika dikaruniai satu keturunan bernama Raden Mas Syahwawrat alias Pangeran Alit. Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk sendiri diberi sebuah gelar yaitu Kanjeng Ratu Kulon, karena dianggap sebagai permaisuri yang dituakan.
Ratu Kulon kedudukannya lebih tinggi dari Ratu Wetan. Hal tersebut dikarenakan pengangkatan Ratu Kulon dilakukan terlebih dahulu dibandingkan dengan Ratu Wetan yang dilakukan setelahnya. Meskipun dianggap lebih senior, namun umurnya belum tentu lebih tua karena pengklasifikasian kedudukan tersebut berdasarkan waktu pengangkatan.
Kanjeng Ratu Batang, Sesuai dengan marganya permaisuri yang kedua ini merupakan putri Pangeran Upasanta dari Batang dan juga merupakan cucu dari Ki Juru Martani. Ratu Batang melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Mas Sayidin alias Amangkurat I. Dianugerahi dengan gelar Kanjeng Ratu Wetan karena ia merupakan permaisuri muda.
Ratu Wetan kedudukannya lebih rendah dari Ratu Kulon meskipun mereka berdua sama-sama merupakan permaisuri sah dari Sultan Agung. Orang Jawa pada zaman dahulu masih sangat menjunjung tinggi senioritas. Hubungan senioritas pun pada waktu itu diperjelas dengan aturan bertingkah laku yang sopan kepada yang lebih senior.
Kedua permaisuri dari Raden Mas Rangsang tersebut telah memberikan keturunan. Total keturunan yang dimiliki oleh Sultan Agung dari permaisurinya ada sembilan orang. Mereka adalah Raden Mas Sahwawrat alias Pangeran Temenggung Panjang, Raden Mas Kasim alias Pangeran Demang Tanpa Nangkil, Pangeran Rangga Kajiwan, Raden Bagus Rinangku, Gusti Raden Ayu Winongan, Pangeran Ngabehi Loring Pasar, Raden Mas Sayidin alias Pangeran Harya Mataram (kemudian menjadi Amangkurat Agung atau Amangkurat I), Gusti Raden Ayu Wiramantri, dan yang terakhir adalah Raden Mas Alit alias Pangeran Danupaya.
Baca juga: Prabu Siliwangi: Sejarah Hingga Silsilah Keturunan
Pemerintahan Sultan Agung Mataram
Raden Mas Rangsang naik tahta pada umur yang masih muda yakni 20 tahun. Pada masa penobatannya, Kerajaan Mataram masih berada di wilayah Keraton Kuthagede. Kemudian dibangunlah sebuah istana baru pada tahun 1614 di Karta yang berjarak sekitar 5 km di barat daya Kuthagedhe. Istana tersebut baru ditempati empat tahun kemudian setelah semuanya rampung.
Perlawanan Sultan Agung
Daerah ujung barat Jawa, Banten, dan juga pusat pemukiman Belanda di Batavia adalah wilayah-wilayah yang bukan kendali Mataram. Dalam upayanya mempersatukan Jawa, Sultan Agung bertekad untuk menyerang Belanda dengan menempatkan pasukan Mataram di pelabuhan Batavia. Upayanya tersebut dilakukan karena ia merasa bahwa Batavia merupakan ancaman bagi hegemoni kerajaan Mataram.
Serangan pertama terhadap Batavia dilancarkan pada tahun 1628. Serangan tersebut membuahkan kegagalan karena kurangnya logistik untuk prajurit Mataram saat itu. Selanjutnya, terdapat dua periode pasukan yang dikirim oleh Sultan menuju Batavia. Pasukan pertama berangkat pada bulan Mei dipimpin oleh Dipati Ukur. Sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah yang berangkat pada bulan Juni 1629.
Total prajurit yang berjuang adalah sebanyak 14.000 orang. Untuk tidak mengulangi kegagalan yang sama, maka para prajurit mengantisipasinya dengan membuat lumbung-lumbung beras tersembunyi di daerah Karawang dan Cirebon. Namun, karena cerdiknya pihak Belanda yang menggunakan mata-mata dalam pasukan tersebut, mereka akhirnya mengetahui lumbung-lumbung tersebut dan menghancurkannya.
Akibatnya, pada saat prajurit telah sampai di Batavia kondisi mereka sangat lemah. Namun, mereka masih bisa untuk membendung dan mengotori Sungai Ciliwung yang mengalir langsung pada daerah Batavia. Akibatnya sebuah wabah penyakit kolera melanda batavia hingga menewaskan salah seorang Gubernur jenderal Belanda yang bernama J.P. Coen.
Reputasi Sejarah
Selain sebagai seorang pemimpin kerajaan, Sultan Agung juga merupakan seorang budayawan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyak produk kebudayaan seperti Bedaya sebagai tari sakral, gamelan, beserta wayang. Selain itu, ia juga diketahui sebagai pendiri kalender Jawa yang masih banyak digunakan bahkan hingga saat ini.
Tak hanya itu, ia juga berkutat dalam menulis karya sastra dan diantara karyanya yang terkenal yaitu Serat Sastra Gendhing. Karyanya tersebut membahas mengenai filosofi hubungan antara sastra dan gendhing. Seperti halnya ajaran-ajaran terkait kosmis, yaitu hubungan antara manusia dan Tuhan.
Warisan utama dari seorang Sultan Agung adalah reformasi administrasi yang diterapkan di daerah otoritasnya. Ia menciptakan struktur administratif yang sangat inovatif, kreatif, dan juga rasional untuk diterapkan tidak hanya pada zaman tersebut tetapi untuk zaman yang akan datang pula. Contohnya adalah ia menciptakan daerah yang diberi nama “provinsi” dengan orang yang mengatur diberi nama gubernur. Ada juga Kadipaten yang dipimpin oleh kepala wilayah bernama Adipati.
Kesimpulan
Sultan Agung merupakan raja hebat yang memimpin Mataram untuk mencapai masa keemasannya. Dibalik kepemimpinannya yang sangat cerdas, ia juga berkecimpung dalam ranah kebudayaan yang menjadikannya multitalenta. Sehingga, tidak mengherankan untuknya mencapai kejayaan pada masa pemerintahannya. Ia juga menyumbangkan ide kreatifnya dalam hal administrasi ketatanegaraan yang masih dipakai di Indonesia hingga saat ini.
Baca juga: Kerajaan Mataram Islam | Sejarah Lengkap, Nama Raja, & Peninggalan
Tidak ada komentar