Tari Remo, salah satu tarian khas Indonesia yang kini lebih dikenal sebagai tarian penyambutan dalam beberapa acara penting. Tari tradisional yang sudah dikenal sejak zaman dulu memiliki pesona yang tak diragukan lagi. Tak jarang beberapa kalangan masyarakat juga belajar menarikan tarian ini secara khusus untuk mengetahui pesona keindahan di setiap gerakan tariannya.
Tari Remo berasal dari daerah Jombang, tepatnya Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang Jawa Timur. Tarian ini tidak hanya sering diadakan di wilayah Jombang, melainkan beberapa kota dan kabupaten di Jawa Timur juga kerap kali mengadakan acara tari tradisional tersebut. Beberapa diantaranya adalah Kota Surabaya, Mojokerto, Malang, dan Nganjuk. Hal ini diakibatkan oleh beberapa kota dan kabupaten tersebut memiliki kemiripan dengan nilai dan kultur budaya masyarakat.
Sejarah Tari Remo
Daftar Isi
Sejarah Tari Remo berawal dari seorang penari jalanan yang mencoba mengkreasikan tarian layaknya ksatria. Tarian tradisional tersebut menceritakan perjuangan seorang pangeran sebagai ksatria di medan pertempuran. Sehingga tarian ini cenderung menonjolkan sisi kegagahan dan kemaskulinan seorang pria dalam menghadapi permasalahan yang digambarkan seperti pertempuran.
Berdasarkan sejarah Tari Remo sejak kemunculannya tarian ini lebih dikhususkan untuk dibawakan oleh kaum pria. Mengingat bahwa tarian ini sangat menonjolkan karakter kegagahan penari yang memang cocok ditarikan oleh kaum pria. Namun hingga kini tarian tradisional ini juga kerap dibawakan oleh kaum wanita.
Terdapat beberapa perbedaan antara penari Remo pria dengan wanita. Tari Remo yang dibawakan oleh kaum wanita diberi nama Tari Remo Putri dimana memiliki busana Tari Remo yang berbeda dengan milik penari pria. Kini tarian gagah tersebut sering dimainkan sebagai tarian pengantar Ludruk, tarian penyambutan acara daerah dan kenegaraan, hingga tarian pembuka festival kesenian daerah.
Gerakan Tari Remo
Pada umumnya gerakan Tari Remo didominasi oleh gerakan kaki rancak (menghentakkan kaki ke tanah) dan dinamis. Gerakan-gerakan tersebut terlihat semakin menarik dengan penambahan aksesoris berupa lonceng-lonceng kecil yang dipasang di salah satu pergelangan kaki. Suara hentakan kaki dan lonceng-lonceng berpadu sempurna dengan musik pengiring sehingga menciptakan kombinasi tarian yang harmonis namun tetap berkarisma.
Selain gerakan kaki, gerakan Tari Remo memadu padankan gerakan anggukan dan gelengan kepala, gerakan tangan, dan ekspresi wajah penari yang semakin memperlihatkan sisi kegagahan penari layaknya ksatria. Para penari Remo juga akrab dengan gerakan sampur atau selendang yang melambangkan keluwesan dan atraktif.
Pelajari Juga Tarian Daerah Lainnya
Makna Tari Remo
Secara filosofis, makna Tari Remo terdapat pada setiap unsur dan gerakan khasnya. Terciptanya tarian tradisional ini memiliki arti mendalam yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial manusia. Makna Tari Remo yang paling terlihat adalah dari gerakan menghentakkan kaki ke tanah yang memiliki arti sebagai sikap kesadaran manusia dalam menjalani kehidupan bersama makhluk lain yang ada di muka bumi.
Adapun makna Tari Remo lainnya adalah dari gerakan Gendewa yang berarti gerakan manusia, dalam artian penari, yang sangat cepat menyerupai anak panah yang ditembakkan dari busurnya. Selanjutnya ada gerakan Tepisan yang berarti gerakan tangan yang cepat dan cekatan. Gerakan tersebut memiliki makna sebagai simbol menyatunya kekuatan alam kepada diri manusia yang ditampilkan dengan menggesekkan kedua telapak tangan.
Makna Tari Remo yang terakhir terlihat dari istilah Ngore Remo yang melambangkan aktivitas merias diri dan menata rambut. Dari sekian gerakan-gerakan yang ada pada tarian ini, secara filosofis menjelaskan secara tersirat arti hidup manusia yang seharusnya. Dan itulah yang menjadi daya tarik serta pesona tarian asal Jombang yang tidak ditemukan di tarian lainnya.
Baca Juga : Tradisi Peringatan Kemerdekaan RI
Busana Tari Remo
Perlu Anak Nusantara ketahui bahwa terdapat beberapa gaya busana Tari Remo yang ada hingga sekarang. Diantaranya adalah :
Busana Gaya Surabayan
Busana Gaya Surabayan merupakan salah satu jenis busana Tari Remo yang paling sering digunakan oleh penari Remo. Para penari akan menggunakan baju berwarna hitam yang tidak memiliki kancing bergaya kerajaan abad ke-18 Masehi. Dilengkapi dengan celana hitam setinggi pertengahan betis yang dikait menggunakan jarum emas, dilapisi sarung batik bernama Pesisiran sepanjang lutut dan tak lupa memakai stagen di pinggang. Gaya busana para penari Remo semakin lengkap dengan aksesoris ikat kepala berwarna merah, dua selendang yang masing-masing diikat pada pinggang dan disematkan di bahu, keris yang diselipkan di punggung, serta yang paling penting adalah penggunaan gelang lonceng yang dilingkarkan pada pergelangan kaki penari.
Busana Gaya Sawunggaling
Secara garis besar busana penari Remo dengan gaya Sawunggaling tidak jauh berbeda dengan gaya Surabayan. Namun terdapat perbedaan yang paling terlihat untuk membedakan kedua gaya busana tersebut yaitu penggunaan kaos lengan panjang berwarna putih. Kaos tersebut menggantikan baju gaya Surabayan yang menggunakan baju hitam khas kerajaan abad ke-18 Masehi.
Pelajari Juga Tarian Daerah Lainnya
Busana Gaya Malangan
Jika busana gaya Surabayan dan Sawunggaling memiliki perbedaan pada bagian baju, lain halnya dengan gaya Malangan. Memang tidak banyak memiliki perbedaan dengan busana gaya Surabayan. Namun jika anda teliti, penggunaan celana antara gaya Malangan dengan Surabayan tampak berbeda yaitu celana yang memiliki panjang hingga mata kaki serta tak dikait dengan menggunakan jarum emas.
Busana Gaya Jombangan
Pada dasarnya busana gaya Jombangan tidak jauh berbeda dengan gaya Sawunggaling. Namun gaya busana yang paling terlihat perbedaannya dari kedua gaya busana tersebut adalah penggunaan kaos putih diganti dengan rompi tanpa lengan berwarna hitam.
Busana Remo Putri
Keempat gaya busana penari Remo di atas umumnya digunakan oleh penari pria. Namun apakah para penari Remo wanita juga menggunakan gaya busana tersebut? Jawabannya adalah tidak. Khusus penari wanita yang disebut Remo Putri akan memiliki gaya busana yang universal. Para penari wanita akan menggunakan mekak (kain penutup badan dari dada hingga perut) berwarna hitam yang terbuat dari beludru, rapak (seperti rok) berwarna hitam yang menutupi pinggang hingga lutut. Serta dilengkapi dengan aksesoris satu selendang yang disematkan pada bahu dan menggunakan sanggul.
Baca Juga : Tari Gambyong: Asal, Sejarah, Gerakan & Pola Lantai
Tidak ada komentar