Umat Hindu Bali selalu merayakan Hari Raya Nyepi pada Tahun Baru Saka. Sehari sebelum hari raya, Umat Hindu Bali menyambutnya dengan mengarak ogoh-ogoh, yaitu kesenian patung patung dari Bali yang menggambarkan Bhuta Kala untuk diarak keliling kampung dan dibakar, sebagai penggambaran membakar energi negatif. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia edisi 1986, Tradisi Ogoh-ogoh sendiri diartikan sebagai ondel-ondel dengan bentuk dan rupa yang menyeramkan.
Saat perayaannya, ogoh-ogoh diarak keliling oleh masyarakat, agar energi negatif di lingkungan tersebut ikut terbawa ogoh-ogoh. Kemudian perayaan berakhir dengan membakar ogoh-ogoh di suatu tempat tertentu.
Tradisi pengarakan ogoh-ogoh begitu menarik,membuat wisatawan lokal maupun internasional bergantian mengunjungi Bali. Tidak hanya itu saja, pembahasan mengenai tradisi Ogoh-ogoh juga tak kalah menarik. Maka dari itu, apda artikel ini akan dibahas mengenai makna, sejarah, bentuk, fungsi dan pelaksanaan Ogoh-ogoh.
Makna Tradisi Ogoh-ogoh
Daftar Isi
Ogoh-ogoh diambil dari Bahas Bali, dari kata ogah-ogah, berarti sesuatu yang digoyang-goyang. Makna ogoh-ogoh adalah menggambarkan sifat Bhuta Kala. Dalam Hindu Dharma dikatakan bahwa Bhuta kala memiliki sifat Bhu, yang berarti kekuatan alam semesta, dan sifat Kala, yang berarti waktu yang tak terukur atau terbantahkan.
Sejarah Tradisi Ogoh-ogoh
Dilihat dari sejarah, tradisi ogoh-ogoh lahir sejak tahun 1980 an atau tepatnya tahun 1983. Tradisi ini merupakan lanjutan dari tradisi sebelumnya, yaitu Tradisi Ngaben Ngwangun, Ndong Nding, dan Tradisi Barong Landung.
Ogoh-ogoh pertama kali diprakarsai oleh Bapak I Made Jayadi, dan dilaksanakan di Br. Abian Tubuh, Kesiman. Munculnya ide pembuatan ogoh-ogoh, pada waktu itu bertepatan dengan ditetapkannya Hari Raya Nyepi sebagai hari raya nasional. Pada waktu itu bentuk ogoh-ogoh masih sangat sederhana, berupa seonggok patung dari bambu, badanya terbuat dari daun enau yang masih muda, dan topeng seadanya.
Sejarah Ogoh-ogoh versi lain mengatakan, Ogoh-ogoh dikenal sejak zaman Dalem Balingkang. Saat itu ogoh-ogoh digunakan saat upacara Pitra Yadnya, yaitu upacara untuk menghormati leluhur. Ada juga yang mengatakan bahwa ogoh-ogoh ada sejak tahun 1970, terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding di Desa Selat Karangasem.
Hubungan Tradisi Ogoh-ogoh dengan Nyepi
Sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara Hari Raya Nyepi dengan Ogoh-ogoh. Patung sederhana yang dibuat masyarakat adalah kreativitas spontan yang dicetuskan untuk memeriahkan Upacara Ngrupuk. Karena ogoh-ogoh tidak ada hubunganya dengan upacara Nyepi, maka ogoh-ogoh tidak wajib ada, dan bentuknya dapat disesuaikan.
Pengarakan ogoh-ogoh pun dilakukan setelah upacara inti selesai dan tetap memperhatikan keamanan. Selain itu dalam pembuatannya tidak dianjurkan dibuat secara terpaksa dan terlalu boros, karena tujuan dibuatnya karya seni adalah untuk memeriahkan upacara dan acara.
Bentuk Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh adalah perwujudan dari Bhuta Kala, atau makhluk mitologi Bali. Ini merupakan simbolisasi energi negatif, kejahatan dan keburukan sang Bhuta Kala. Bentuk ogoh-ogoh sendiri bermacam- macam, seperti wujud raksasa dengan muka yang jahat, wujud makhluk hidup di Mayapada, Syurga dan Neraka, seperti naga, gajah, widyadari. Dalam perkembangannya juga ada yang menyerupai artis, tokoh jahat, hingga menggambarkan seorang teroris.
Penentuan bentuk ogoh-ogoh saat ini ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan bahwa bentuk ogoh-ogoh harus sesuai dengan pakem Agama Hindu, yaitu tidak jauh dari bentuk Manusia, Bhuta Kala, dan tuhan Tuhan, sebagai penyeimbang. Namun, ada pendapat lain yang beranggapan bahwa ogoh-ogoh merupakan hasil kreativitas anak muda yang menggunakan acara ini sebagai bentuk cerminan gejala alam dan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat saat ini jadi tidak perlu dibatasi ataupun dikekang dalam berekspresi.
Baca Juga : Tradisi Peringatan Kemerdekaan RI
Fungsi Ogoh-ogoh
Fungsi acara pengarakan ini dalam perayaan menjelang hari Raya Nyepi adalah untuk merepresentasikan sosok Bhuta Kala. Menurut para praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan bahwa manusia tak luput dari kesalahan atas kekuatan alam dan waktu yang maha dahsyat. Kekuatan yang dimaksud meliputi kekuatan Bhuana Agung, yaitu kekuatan alam raya dan Bhuana Alit, kekuatan diri manusia. Menurut Pandangan Tattwa atau filsafat, dikatakan kekuatan ini bisa menentukan nasib makhluk hidup khususnya manusia, dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau justru kehancuran. Semua ini tergantung niat manusia itu sendiri.
Pelaksanaan Tradisi Ogoh-ogoh
Pelaksanaan ogoh-ogoh dilakukan dengan cara diarak atau pawai keliling lingkungan sekitar. Tujuannya agar energi negatif di lingkungan masyarakat dapat ikut bersama ogoh-ogoh. Bagi orang-orang yang mengarak ada ritual minum arak, ini menyimbolkan dari sifat buruk manusia. Beban berat dari ogoh-ogoh juga merupakan simbol dari sifat negatif Bhuta Kala.
Selama diarak, acara juga diiringi gamelan, dan tari-tarian. Dan diakhiri dengan membakar ogoh-ogoh. Proses pembakaran disimbolkan dengan membakar sifat buruk dan energi negatif seperti yang dimiliki Bhuta Kala.
Baca Juga Upacara Ngaben, Tata Cara dan Pelaksanaannya
Tidak ada komentar