Kerajaan merupakan cikal bakal terbentuknya negara Indonesia. Sebelum menjadi republik, Indonesia terdiri dari banyak kerajaan yang cukup berjaya pada masanya. Salah satu yang cukup terkenal adalah Kerajaan Majapahit.
Majapahit memiliki banyak peninggalan yang hampir tersebar di seluruh pulau Jawa. Bentuk peninggalan beragam jenisnya bisa dengan prasasti maupun candi. Meskipun tidak sepopuler candi prambanan atau borobudur, namun candi ini juga memiliki daya tarik pariwisata yang menakjubkan.
Pada kesempatan kali ini Museum Nusantara akan membahas salah satu candi yang bisa menjadi destinasi saat berlibur yaitu Candi Cetho. Simak informasi selengkapnya di artikel ini!
Sejarah Candi Cetho
Daftar Isi
Pada tahun 1451-1470 Van De Vlis pertama kali melaporkan terkait keberadaan Candi Cetho. Penemuan ini menarik perhatian sejumlah ahli purbakala diantaranya W. F Stutterheim, K.C. Crucq, N.J Krom, A.J Bernet Kempers, dan Ribut Darmosoetopo.
Tahun 1928, Dinas Purbakala melakukan penelitian dalam rangka pemugaran. Namun, penelitian tersebut tidak memperoleh cukup bukti untuk merekonstruksi bangunan batu yang terletak di puncak bukit.
Pada tahun 1975-1976, Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang), Sudjono Hoemardhani melakukan pemugaran situs menjadi seperti sekarang ini. Terdapat juga penambahan-penambahan baru seperti sejumlah pondasi dengan bangunan kayu yang mirip seperti bangunan pura di Bali.
Bentuk bangunan dibuat mirip seperti situs Candi Dukuh dan merupakan hasil pemugaran pada akhir tahun 1970 bersama-sama dengan bangunan-bangunan pendopo dari kayu.
Sejarah Candi Cetho berawal dari Kerajaan Majapahit membangun candi tersebut sekitar tahun 1451-1470 ketika pengaruh Hindu di Jawa berangsur-angsur mulai memudar dan unsur Indonesia asli dari pra sejarah mulai hidup lagi.
Seni arca pada masa itu berukuran besar namun pahatannya lebih sederhana. Dari segi arsitektur gaya bangunannya menyerupai punden berundak yang berkembang di Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno di Jawa Timur.
Arti dari Cetho sendiri adalah “Jelas” dalam bahasa Jawa. Dusun tempat candi ini berada juga menggunakan nama yang sama sehingga bernama “Dusun Cetho”. Dari sini orang dapat dengan jelas melihat ke seluruh arah.
Dari arah utara akan terlihat pemandangan Karanganyar dan Kota Solo dengan Gunung Merbabu, Merapi, Gunung Sumbing melatarbelakangi nya. Sementara ke arah barat dan timur, akan terlihat bukit-bukit hijau membentang. Kemudian ke arah selatan, terlihat punggung dan gugusan anak Gunung Lawu.
Berdasarkan penelitian, Candi Cetho memiliki teras yang berjumlah empat belas. Namun, yang terlihat saat ini teras tersebut hanya berjumlah tiga belas. Teras tersusun dari barat ke timur dengan pola susunan semakin belakang semakin tinggi dan banyak orang menganggap paling suci.
Setiap halaman teras dihubungkan oleh sejumlah pintu dan jalan setapak yang mana seolah-olah membagi halaman teras menjadi dua bagian. Di sisi timur teras paling bawah akan ada gapura yang merupakan pintu gerbang dari Candi Cetho. Depan gapura terdapat arca batu yang penduduk menyebutnya Arca Nyai Gemang Arum.
Daya Tarik Candi Cetho
Candi Cetho Karanganyar merupakan salah satu situs yang menarik untuk dikunjungi. Sebagai peninggalan masa kerajaan candi ini dapat memberikan pengalaman baru dan menyenangkan untuk mempelajari sejarah dan kebudayaan.
Selain itu, Candi Cetho juga menyimpan hal lain mulai dari keunikan hingga mitos yang sejumlah orang masih percayai. Berikut merupakan hal-hal unik yang menjadi daya tarik dari situs candi ini:
1. Tempat Ibadah Umat Hindu
Candi merupakan tempat ibadah, penghormatan pada leluhur dan pemujaan pada dewa-dewi serta banyak yang meyakini bahwa candi merupakan tempat tinggal para dewa. Identiknya dari candi adalah berupa hiasan ukiran, pahatan, relief, dan arca.
Candi Cetho bercorak agama Hindu, awal Kerajaan Majapahit membangun tempat ini sebagai tempat ibadah untuk tolak bala dan ruwatan. Pada relief terdapat pahatan 2 tokoh yaitu Sudamala dan Garudeya yang mengartikan semangat manusia untuk melepaskan diri dari malapetaka.
Hingga kini candi tersebut masih berdiri kokoh dan banyak umat Hindu yang mengunjunginya untuk sembahyang, terutama pada saat Kuningan dan Galungan. Para penganut kejawen juga menggunakan Candi Cetho sebagai tempat pertapaan.
2. Candi Ketiga Tertinggi di Indonesia
Berada di ketinggian 1496 diatas permukaan laut tidak heran jika Candi Cetho Karanganyar termasuk candi tertinggi di Indonesia bersama dengan Candi Arjuna, Candi Gedong Songo, dan Candi Ijo. Letak geografis Candi Cetho yaitu di lereng Gunung Lawu menjadikannya memiliki suasana yang asri, udara yang sejuk, serta panorama kebun teh menambah minat untuk berlibur disini.
3. Pasar Setan Gunung Lawu
Cetho merupakan salah satu jalur pendakian menuju Gunung Lawu, selain memiliki jalur yang curam terdapat juga sebuah misteri yang membalutnya. Para pendaki yang melalui jalur ini sering mendengar suara-suara keramaian layaknya kerumunan orang yang sedang melakukan kegiatan tawar-menawar dan jual-beli di pasar.
Akan tetapi, keadaan daerah yang dilewati tersebut sepi bahkan tidak ada orang. Dengan demikian orang-orang menyebutnya sebagai pasar setan. Entah benar atau tidak, namun banyak pendaki yang sudah menceritakan pengalaman ini. Mereka menganggap bahwa hal itu adalah makhluk candi yang sedang beraktivitas seperti manusia.
4. Patung yang Masih Menjadi Misteri
Jika melihatnya sekilas patung ini mungkin tidak ada bedanya seperti patung lain yang ada pada candi-candi di Indonesia. Namun, apabila memperhatikannya dengan seksama terdapat beberapa kejanggalan pada patung ini.
Para pengunjung yang datang ke Candi Cetho dapat mengamati gaya rambut, gelang, dan anting besar yang digunakan merupakan ciri khas kebudayaan Sumeria, Maya, Yunani dan Romawi Kuno.
Selain itu, banyak yang menyebut kalau patung ini mirip dengan patung yang ada di Villahermosa dan Monte Alban, Qaxaca, serta México.
5. Bentuk Prasasti Unik
Sejarah Candi Cetho tidak hanya terbatas di situsnya saja, namun juga pada prasasti peninggalan. Pada candi tersebut terdapat sebuah prasasti yang berbentuk menyerupai buah zakar dan letaknya seperti menempel di samping.
Letak prasasti berada di puncak candi, tepatnya pada salah satu gubuk yang tak jauh dari piramida puncak. Kemudian ada juga pada bagian bawah candi yang disebut dengan Phallus berukuran sekitar 2 meter.
Untuk kalian jangan berpikir negatif tentang prasasti ini, sebab para ahli mengatakan bentuk prasasti ini menunjukkan proses pembuatan manusia.
6. Mitos Pacaran dan Keperjakaan
Bagi kalian yang merupakan sepasang kekasih dan ingin berkunjung kesini tidak perlu khawatir, mitos yang ada pada Candi Cetho tidak sama seperti pada candi lainnya tentang nasib hubungan setelah kesini.
Tetapi terdapat mitos keperjakaan, mitos candi ini berdampingan dengan mitos yang ada pada Candi Sukuh. Jika di Candi Sukuh terdapat tes keperawanan sedangkan di candi ini keperjakaan.
Kabarnya, jika kalian masih perjaka atau perawan maka akan lancar saat melewati tangga piramida. Namun, jika tidak kalian akan buang air kecil sebelum masuk piramida. Mitos ini belum diketahui kebenarannya.
Hal ini bisa saja berhubungan dengan suasana Cetho yang dingin sehingga membuat orang bisa lebih sering buang air kecil.
7. Spot Foto Menawan dan Estetik
Bangunan Candi yang berbentuk punden berundak serta gapura mengelilingi latar kebun teh adalah spot foto yang artistik dan sarat makna yang tentunya sayang untuk dilewatkan. Senja merupakan momen yang paling indah dan tidak boleh terlewatkan.
Posisi matahari terbenam berada tepat di tengah-tengah gapura utama candi merupakan momen foto yang sangat indah. Sekitar pukul 4 sore berdiri diantara gapura tinggi akan tampak siluet cantik yang pastinya bakal menghasilkan foto yang ciamik.
8. Menghadap ke Arah Kiblat
Lain seperti candi-candi di Indonesia lainnya yang sebagian besar menghadap ke arah timur. Candi Cetho menghadap ke arah barat, entah ini pengaruh budaya orang-orang pada masa itu yang cenderung lebih condong pada kebudayaan Sumeria atau terdapat alasan lain yang melatarbelakangi arah dari candi ini.
Lokasi dan Rute Menuju Candi Cetho
Lokasi Candi Cetho berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Banyak yang mengatakan bahwa menuju lokasi ini susah-susah gampang. Para wisatawan yang berasal dari Jakarta, Bandung dan Yogyakarta bisa menuju ke arah Solo. Kemudian menuju ke arah Karanganyar yang merupakan tempat berdirinya candi.
Setibanya di terminal Karangpandan, akan ada dua jalur. Jika belok ke arah kanan atau mengikuti jalur aspal maka wisatawan akan mengunjungi Tawangmangu. Untuk menuju Candi Cetho hanya perlu berjalan lurus menuju kebun teh kemuning.
Ikuti arah dan petunjuk yang ada di kawasan ini. Setelah melewati jembatan, jalanan mulai menanjak dan berliku. Para wisatawan tidak perlu khawatir karena kondisi jalan cukup ramah untuk kendaraan.
Ikuti saja jalurnya dan jangan berbelok ke kanan atau kiri. Karena, jika berbelok ke kiri maka akan menempuh jalan yang memutar. Sebaiknya, para wisatawan menempuh jalur Tahura dan alas karet. Di sini wisatawan dapat memanfaatkan kawasan untuk beristirahat dan mengambil beberapa sudut wisata karet yang mengesankan.
Perjalanan berlanjut, kemudian para wisatawan akan tiba di terminal Ngargoyoso. Wisatawan yang menggunakan terminal ini adalah yang memutuskan menggunakan transportasi umum. Lalu ambil jalur lurus ke arah kemuning, kemudian ambil jalur yang agak sedikit menanjak. Ikuti area tersebut hingga sampai ke area candi.
Track yang dilalui kendaraan bermotor cukup memacu adrenalin. Sebab perlu melalui tanjakan tinggi dengan samping kanan-kiri adalah jurang. Pemandangan yang cukup membuat jantuk berdetak lebih cepat.
Pada tanjakan ini, wisatawan harus mengecek kondisi kendaraan dengan benar. Karena, jika kondisi sedang kurang baik dan tidak bisa mengalahkan tanjakan ini bisa jadi nyawa menjadi taruhannya. Tanjakan tersebut mampu membuat mobil mundur yang kemudian menabrak tiang. Jadi, pastikan kondisinya dalam keadaan prima.
Harga Tiket Masuk Candi Cetho
Tiket Masuk Candi Cetho cukup terjangkau. Para wisatawan hanya perlu membayar Rp10.000 bagi wisatawan lokal, sementara untuk wisatawan asing cukup membayar Rp30.000. Untuk biaya parkir sebesar Rp5.000 bagi kendaraan mobil dan Rp3.000 untuk kendaraan motor.
Sebelum memasuki kawasan, para wisatawan wajib untuk menggunakan kain yang bernama Poleng. Kain tersebut bersifat wajib lantaran umat Hindu kerap menggunakan candi ini sebagai tempat beribadah.
Guna menjaga kesucian dan kesakralan para wisatawan wajib menggunakan kain poleng ini. Setelah selesai berkunjung, wisatawan harap mengembalikan kain tersebut.
Baca Juga: Candi Arjuna: Sejarah, Lokasi, Tiket Masuk dan Fungsinya
Demikian informasi terkait Candi Cetho Karanganyar yang Museum Nusantara sudah rangkum. Kalian bisa ajak teman, saudara bahkan keluarga untuk mengunjungi situs bersejarah ini!
Tidak ada komentar