1. Peninggalan Sejarah

Upacara Kasada: Tata Cara, Sejarah, dan Makna

Upacara Kasada atau Hari Raya Radya Kasada merupakan upacara penyucian alam yang dipersembahkan kepada leluhur. Upacara Kasada berasal dari daerah Gunung Bromo,Ngadisari, Jawa Timur. Pelaksanaanya dilakukan oleh Suku Tengger yang menganut agama Hindu. Upacara ini rutin dilakukan selama satu tahun sekali. Tepatnya berlokasi di Pura Luhur Poten di lereng Gunung Bromo. Poten sendiri merupakan sebidang lahan lautan pasir, yang terdiri dari 3 bangunan, seperti candi untuk pemujaan.

Tujuan dari diadakan upacara ini adalah sebagai persembahan kepada leluhur atau Hyang Widhi, agar terhindar dari musibah, keberkahan dan keselamatan. Pelaksanaanya dilakukan dengan berjalan ramai beriringan menuju kawah gunung, disertai membawa sesajen untuk dilemparkan ke kawah Gunung Bromo.

Pada artikel kali ini, munus juga akan merangkum lebih lengkap lagi kapan tanggal pelaksanaan, makna, sejarah, dan proses pelaksanaan Upacara Kasada. Mari simak selengkapnya  di bawah ini :

Suku Tengger

Suku Tengger yang sedang melakukan upacara kasada
upacara kasada: suku tengger, foto oleh romadecade,org

Suku Tengger merupakan suku yang memeluk agama Hindu lama yang tinggal di lereng Gunung Bromo. Bedanya dengan pemeluk agama Hindu pada umumnya, yang beribadat di candi-candi. Suku Tengger melakukan peribadatan di punden, danyang, dan poten. Nama suku tengger diambil dari Legenda Rara Anteng dan Joko Tengger, tepatnya kalimat akhirnya, yaitu -Teng dan -Ger, maka disebutlah Tengger.

Artikel Terkait

    Feed has no items.

Masyarakat Tengger masih sangat kental dalam melakukan ritual dan upacara adat, meskipun saat ini sudah memasuki masa globalisasi. Bagi Suku Tengger, upacara adat adalah sebagai wujud rasa syukur Masyarakat Tengger Kepada tuhan. Ada berbagai macam jenis upacara adat di Suku Tengger. Antara lain upacara meminta berkah, menjauhkan malapetaka, upacara wujud syukur. Salah satunya adalah Upacara di hari Raya Radya Kasada.

Sejarah Upacara Kasada

Konon, Sejarah Upacara Kasada, dimulai ketika pada zaman dahulu terdapat sepasang suami istri bernama Jaka Seger  ( Putra Brahmana) dan Rara Anteng (Putra dari Raja Majapahit). Mereka bersatu dari latar belakang status sosial yang berbeda. Jaka Seger merupakan pemuda dari Tengger, dan Rara Anteng merupakan keluarga Majapahit.

Setelah bertahun-tahun menikah, mereka tak kunjung memiliki keturunan. Keduanya melakukan semedi untuk meminta keturunan kepada Sang Hyang Widhi penunggu Gunung Bromo. Mereka berjanji, apabila doanya terkabul, akan melakukan pengorbanan  anak bungsu kepada Kawah Gunung Bromo.

Sampai pada akhirnya,doa mereka terkabul dan dikaruniai keturunan. Namun, Jaka Seger dan Rara Anteng melanggar janji, hingga Hyang Widhi marah, semua kawasan Bromo Menjadi Gelap.

Saat itu juga, Kawah Bromo menjilatkan Api merahnya, seketika anak bungsu mereka yang bernama Kusuma lenyap masuk ke dalam Kawah Api. Tiba-tiba terdengar suara ghaib, yang berbunyi “Saudara-saudaraku, aku telah dikorbankan kepada Hyang Widhi dan orang tua kita untuk menyelamatkan kalian. Hiduplah dengan damai dan tentram, sembah lah Hyang Widhi. Dan aku ingatkan setiap tanggal 14 Bulan Kasada, berilah persembahan untuk Kawah Gunung Bromo. Kisah itulah yang menjadi permulaan pelaksanaan Upacara Kasada tiap tahunnya oleh Masyarakat Suku Tengger.

Versi lain dari sejarah diadakannya Upacara Kasada berbeda pada saat proses pengorbanan anak bungsunya. Di versi cerita ini, ketika pasangan Jaka Seger dan Rara Anteng memiliki keturunan sebanyak dua puluh lima anak, mereka berjanji kepada Hyang Widhi akan mengorbankan salah satu anaknya untuknya. Mereka dengan senang hati menikmati proses membesarkan anak mereka.

Waktu berlalu hingga semua anaknya telah dewasa dan tampaknya pasangan suami isteri itu lupa akan janjinya kepada Hyang Widhi. Suatu ketika mereka langsung teringat dan mengumpulkan seluruh anaknya. Kemudian mereka memberitahu kepada anak-anaknya terkait perjanjian yang mereka buat dengan penjaga Gunung Bromo tersebut.

Setelah memberitahukan kepada semua anaknya, mereka menanyakan apakah ada yang bersedia untuk mengorbankan diri mereka. Namun, tidak ada yang bersedia kecuali satu orang yaitu si anak bungsu yang bernama Kusuma. Sebagai orang tua, Jaka Seger dan Rara Anteng sebenarnya tidak tega untuk mengorbankan anak-anaknya, khususnya di bungsu yang merupakan anak kesayangan dari keduanya. 

Pada akhirnya, persembahan untuk Hyang Widhi dilakukan oleh si bungsu. Pada saat si bungsu tersebut menumbalkan dirinya, kata-kata yang diucapkan kurang lebih sama dengan kata pada cerita versi pertama. Ia menghimbau agar seluruh masyarakat Tengger hidup dengan satu sama lain.

Makna upacara Kasada

Menurut kepercayaan setempat, Makna Upacara Kasada adalah bentuk penghargaan kepada alam Bromo atas keindahan alamnya. Maka dari itu rakyat Suku Tengger sangat menjaga kebersihan dan alam wilayah Gunung Bromo.

Makna lainya, masyarakat Tengger beranggapan bahwa Bromo merupakan pusat Dunia. Hal ini merupakan anggapan turun-temurun. Sehingga seluruh pembangunan rumah dan sanggar menghadap ke arah bromo.

Tanggal Pelaksanaan Kasada

Tanggal Pelaksanaan  Kasada adalah antara hari ke-14,15 dan 16 pada bulan 10 penanggalan jawa, atau biasa disebut Bulan Kasada. Lebih tepatnya lagi,  saat bulan purnama muncul.  Untuk waktu pelaksanaan Kasada dimulai dari tengah malam hingga menjelang dini hari. 

Tiga Tempat Penting Upacara Kasada

Selama Proses Upacara Kasada dilakukan di tiga tempat penting. 

Rumah Dukun Adat

Tempat pertama untuk mengawali kegiatan upacara Kasada adalah rumah dukun adat. Di rumah tersebut, orang yang disebut sebagai dukun adat atau dukun pandita melakukan semeninga. Semeninga sendiri adalah persiapan yang dilakukan untuk memberitahu para Dewa bahwa upacara sudah siap untuk dilaksanakan.

Pura Luhur Poten

Poten adalah lautan padang pasir,  untuk prosesi upacara. Pura luhur poten sendiri juga memiliki 3 tempat penting, yaitu:

  • Mandala Utama, tempat pemujaan persembahyangan. Terdiri dari Padma, berbentuk serupa dengan candi dilengkapi dengan pepalihan, namun tidak memiliki atap yang terdiri dari bagian kaki, tepas, badan dan kepala.
  • Mandala Madya, merupakan bagian tengah, tempat persiapan dan pengiring upacara. Terdiri dari bagian bangunan Kori Agung Candi Bentar, dan Bale Kentongan.
  • Mandala Nista, sisi peralihan bagian luar menuju dalam poten. Terdapat candi bentar dan bangunan penunjang lainnya.

Kawah Gunung Bromo

Kegiatan inti dari upacara Kasada dilangsungkan di kawah gunung Bromo. Sesampainya di kawah, sesaji yang telah dibawa oleh masyarakat pada akhirnya dilemparkan ke kawah sebagai bentuk rasa syukur. 

Dukun Pandita

Dalam pelaksanaannya, Upacara Kasada memiliki tujuan lain selain sebagai upacara pemujaan. Momen ritual kasada ini juga dijadikan sebagai ajang tes dukun baru. Calon Dukun Pandita yang mengikuti tes haruslah memenuhi persyaratannya agar menjadi dukun adat. Persyaratan untuk menjadi dukun Pandita adalah mereka harus bisa membacakan mantera tanpa ada kesalahan sekecil apapun.

Pada dasarnya, para calon dukun tersebut merupakan orang yang ditunjuk oleh masyarakat karena perilakunya yang memenuhi syarat untuk menjadi dukun adat. Selanjutnya dari rekomendasi masyarakat, kepala desa akan mendatangi rumah orang tersebut guna membujuknya untuk bersedia mengikuti pemilihan dukun baru. Meskipun siapa saja dapat mencalonkan dirinya secara individu, namun hingga sekarang tidak ada yang berani untuk mencalonkan dirinya sendiri.

Calon dukun pandita ditetapkan jauh-jauh hari sebelum ritual Kasada. Pembuktian dari calon tersebut nantinya akan dilaksanakan pada saat upacara Kasada berlangsung sekaligus sebagai upacara pelantikannya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tes yang diterapkan adalah membaca mantra dengan tepat dan juga dapat memimpin jalannya upacara dengan baik.

Tata Cara & Tahapan Upacara Kasada

Upacara Kasada Tradisi suku Tengger di Gunung Bromo
Upacara Kasada di Gunung Bromo Jawa Timur, foto oleh jelajahnesia

Proses Upacara Kasada diawali berkumpulnya masyarakat Tengger, dengan membawa hasil tani dan ternak yang dibawa menggunakan tempat bernama Ongkek. Ongkek sendiri sengaja dibuat khusus untuk keperluan Upacara Kasada. Hasil tani dan ternak itulah yang nantinya akan dilemparkan ke kawah Bromo sebagai persembahan.

Tahapan-tahapan Proses Upacara Kasada perlu dilaksanakan secara runtut. Dimulai dari ritual Puja, Manggala Upacara, Ngulat Umat, Tri Sandiya, Muspa, Pembagian Bija, Diksa Widhi dan terakhir persembahan sesaji ke kawah Gunung Bromo.

Setelah Ongkek siap, seluruh Umat Hindu Tengger, berjalan dari Pendopo Agung menuju Pura Luhur Poten. Perjalanan tersebut berjarak sekitar 8 km. Saat di lokasi Pura Luhur Poten, masyarakat diperintahkan  singgah terlebih dahulu untuk diberikan mantra keselamatan oleh dukun. Kemudian dengan iringan gamelan dan penerangan obor, satu persatu sesajen dilemparkan ke kawah gunung. Upacara ini kemudian diakhiri penampilan sendratari Rara Anteng Jaka Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari.

Uniknya, ritual yang dilakukan suku Tengger ini dijadikan sebagai momentum bagi para pengemis dan suku Tengger yang tinggal di pedalaman untuk berebut mendapatkan ongkek yang berisi sesajen itu. Tidak main-main, banyak masyarakat yang bahkan sengaja datang dari jauh-jauh hari guna dapat tempat singgah sementara di sekitar Bromo.

Kesimpulan

Upacara Kasada yang dilakukan oleh suku Tengger yang beragama Hindu dan dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Ritual ini dilakukan sebagai penyucian terhadap keindahan Gunung Bromo dan juga untuk menyembah Hyang Widhi yaitu dewa yang menjaga Gunung Bromo. Upacara adat keagamaan seperti ini patutlah untuk dilestarikan dan dimaknai dengan sebaik-baiknya. 

Artikel menarik lainnya tentang Jawa Timur :

Tidak ada komentar

Komentar untuk: Upacara Kasada: Tata Cara, Sejarah, dan Makna

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    ARTIKEL TERBARU

    Sejarah wayang  orang sriwedari sudah terbilang sangat panjang. Wayang orang sriwedari sudah melakukan pentas secara tetap pada tahun 1911. Selain menampilkan cerita pewayangan, wayang orang sriwedari juga memiliki segmen khusus yang biasanya membahas isu-isu sosial yang sedang umum dibicarakan. Buat kamu yang masih belum tahu tentang sejarah wayang orang sriwedari, yuk simak artikel ini sampai […]
    Gamelan Banyuwangi merupakan salah satu alat musik tradisional yang mengiringi tari gandrung dan mendapatkan pengaruh dari Jawa, Bali, dan Eropa. Hal ini membuat sejarah gamelan Banyuwangi menarik untuk dikupas tuntas. Oleh karena itu, simak pembahasan selengkapnya melalui artikel berikut ini.  Sejarah Gamelan Banyuwangi Gamelan Banyuwangi adalah bentuk seni gamelan yang berasal dari daerah Blambangan atau […]

    Trending

    Kebanyakan masyarakat lebih mengenal Nusa Penida, sebagai kawasan wisata alamnya yang terletak di tenggara Bali. Ternyata, Kawasan ini menyimpan kekayaan sejarah yang tak kalah menarik dengan keindahan alamnya yang memukau. Dengan membaca artikel ini, kamu bukan hanya sekadar menambah pengetahuan saja, namun sekaligus menyusuri peristiwa masa lalu di Nusa Penida. Legenda dan Mitos Nusa Penida […]
    Wayang Golek adalah seni pertunjukan tradisional Indonesia yang menggunakan boneka kayu untuk memerankan cerita-cerita yang berasal dari berbagai sumber, termasuk epik Hindu, seperti Ramayana dan Mahabharata, serta cerita-cerita lokal dan agama.  Wayang Golek tidak hanya menunjukkan seni pertunjukan tradisional Indonesia, tetapi juga menjadi simbol penting dalam melestarikan identitas budaya bangsa. Untuk memberi pemahaman mendalam terkait […]
    Di antara ragam wayang di budaya Nusantara, sejarah wayang purwa menonjol sebagai yang tertua dan paling populer. Dikenal sebagai wayang tertua di Indonesia, wayang kulit ini telah memikat hati masyarakat selama berabad-abad.  Popularitasnya tak lepas dari dukungan etnis Jawa yang mendominasi Indonesia. Tak heran, jika sekilas mendengar kata wayang, ingatan kita langsung tertuju pada wayang […]